Dalam SEA Games ke-31, esports menjadi salah satu cabang olahraga bermedali. Dari cabang olahraga esports, Indonesia berhasil mendapatkan medali emas di Free Fire dan PUBG Mobile, serta medali perak di PUBG Mobile: Solo dan Mobile Legends. Hal ini menjadi bukti, para atlet esports juga bisa mengharumkan nama Indonesia di kompetisi tingkat regional.
Namun, selain itu, adakah keuntungan konkret yang didapat oleh pelaku industri esports dengan masuknya competitive gaming sebagai cabang olahraga bermedali di SEA Games?
Dampak dari Keberadaan Kompetisi Esports di SEA Games
Untuk mengetahui dampak nyata dari masuknya esports di SEA Games dan ajang multi-sport lainnya, kami menghubungi Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research dari Niko Partners. Dia menjelaskan, “Secara umum, keberadaan esports di dalam SEA Games menujukkan status esports sebagai olahraga resmi yang diakui oleh pemerintah negara-negara di Asia Tenggara. Hal ini juga menjadikan industri esports memiliki jangkauan yang kurang lebih setara dengan olahraga-olahraga ‘tradisional’ seperti sepak bola, basket, dan badminton dalam upaya menggaet sponsor dan hak siar media.”
Selain mensejajarkan posisi esports dengan olahraga lain, hadirnya esports sebagai cabang olahraga bermedali di SEA Games juga bisa mengubah persepsi masyarakat akan industri esports dan para pelaku di dalamnya. Saat ini, popularitas esports memang tengah melonjak. Namun, hal itu bukan berarti stigma negatif yang melekat pada industri esports dan game sudah hilang sepenuhnya. Sebagian orang tua masih menganggap, menjadi pemain profesional bukanlah sesuatu yang patut untuk dibanggakan.
“Dengan munculnya esports di SEA Games, masyarakat dapat melihat betapa pertandingan esports bukanlah sekadar permainan kasual,” ujar Darang. Selain itu, karena SEA Games mengadu tim nasional dari masing-masing negara, hal ini bisa membuat masyarakat mendukung tim nasional esports atas dasar rasa cinta pada negara. “Rasa patriotisme dan kebanggaan juga mendorong semakin kokohnya dukungan akan keberadaan esports dalam SEA Games, apalagi bagi negara-negara yang memenangi medali dari esports,” kata Darang.
Menurut Darang, salah satu bukti dari berubahnya persepsi masyarakat akan esports ketika ia hadir di SEA Games adalah tingkat engagement di media sosial. “Jika Anda bandingkan jumlah ‘like‘ di unggahan-unggahan kanal resmi media sosial timnas Indonesia, Kemenpora, atau KONI, dapat dilihat bahwa tim esports Indonesia mendapatkan jumlah ‘like‘ yang tinggi dan melebihi beberapa olahraga lain,” katanya pada Hybrid.co.id, melalui email.
Sayangnya, munculnya esports di SEA Games bukan jaminan jumlah penonton esports di Indonesia atau negara-negara tetanggan akan naik. Darang mengungkap, kebanyakan orang-orang yang menonton kompetisi esports di SEA Games memang mereka yang sudah menjadi fans dari competitive gaming sejak awal. Karena itu, jumlah penonton dari esports di SEA Games tidak akan jauh berbeda dengan kebanyakan turname esports lain.
“Berhubung tampilan dan peraturan esports akan cukup membingungkan orang awam, kami rasa jumlah penonton esports baru dari SEA Games tidak akan terlalu jauh dari penonton esports secara umum di kawasan Asia Tenggara,” kata Darang.
Akankah Esports Tetap Muncul di SEA Games?
Kali ini bukan pertama kalinya esports masuk ke dalam ajang olahraga bergengsi. Sebelum ini, esports juga menjadi cabang olahraga di SEA Games ke-30, yang diadakan di Manila pada 2019. Sementara pada 2018, esports menjadi cabang olahraga eksibisi dalam Asian Games Jakarta. Tak hanya itu, juga sempat muncul wacana untuk membawa esports ke Olimpiade.
Semua hal ini membuat Niko Partners percaya, di masa depan, esports akan semakin diakui sebagai olahraga dan akan menjadi bagian dari multi-sport event. “Melihat tren dalam beberapa tahun terakhir, esports tampaknya akan semakin lurah dipertandingkan di pergelaran olahraga akbar, dengan Asian Games 2022 di Tiongkok dan SEA Games ke-32 di Kamboja juga mengikutsertakan esports,” ungkap Darang.
Berbeda dengan olahraga tradisional, yang biasanya dikelompokkan berdasarkan gender, umur, atau karakteristik fisik (seperti berat), esports memiliki beragam game. Dan masing-masing game esports punya gameplay yang berbeda-beda. Misalnya, kompetisi dari game MOBA seperti Mobile Legends atau Dota 2 akan jauh berbeda dari turnamen game battle royale, seperti Free Fire dan PUBG Mobile. Game esports yang diadu dalam dua SEA Games dan Asian Games juga tidak selalu sama.
Darang menjelaskan, biasanya, daftar game yang diadu dalam SEA Games atau multi-sport event lainnya akan ditentukan oleh negara yang menjadi tuan rumah. “Hal ini sebenarnya juga berlaku untuk penentuan olahraga lain, tidak hanya esports,” katanya. Memang, dia mengungkap, walau bertetangga pun, masing-masing negara di Asia Tenggara punya game esports favorit masing-masing. “Tapi, ada beberapa game yang dikenal dan dimainkan oleh hampir seluruh negara, seperti PUBG Mobile, FIFA Online 4, Free Fire, dan League of Legends,” ujarnya.
Sementara ketika ditanya game-game apa yang berpotensi untuk diadu dalam multi-sport event di masa depan, Darang menjawab, “Menurut hemat kami, game lain yang berpotensi untuk masuk ke dalam kompetisi di masa depan akan sangat dipengaruhi oleh game apa yang populer di negara penyelenggara dan di kawasan secara luas. Dengan mulai adanya upaya penyelenggaraan untuk game-game lain yang juga populer di kawasan sebagai esports, seperti Genshin Impact atau PES, bisa jadi game-game tersebut akan dimasukkan sebagai cabang esports di masa depan.”
Sumber header: One Esports