Chatbot AI untuk Belajar Bahasa: Akankah Peran Guru Bahasa Tergeser?

Apakah guru bahasa masih dibutuhkan di saat populasi chatbot AI yang dirancang spesifik untuk belajar bahasa terus meningkat?

Chatbot AI seperti ChatGPT maupun Bing Chat dirancang sedemikian rupa agar dapat berkomunikasi dengan penggunanya, sering kali dalam berbagai bahasa yang berbeda. Seandainya pengguna menyapa dengan bahasa A, maka chatbot akan otomatis membalas dengan bahasa A, begitu pula dengan bahasa B, dan seterusnya.

Sifat chatbot AI yang multilingual ini tanpa disengaja akhirnya membuka skenario penggunaan baru. AI sudah berkali-kali membuktikan kemampuannya menulis email, membuat draf surat lamaran kerja, maupun menyusun rencana pembelajaran. Namun bisakah AI menjadi teman belajar bahasa? Bisakah AI menggantikan peran seorang guru privat bahasa asing?

Bisa atau tidak, yang pasti belakangan semakin banyak orang yang menggunakan chatbot seperti ChatGPT untuk melatih kemampuannya dalam berbahasa asing. Berdasarkan laporan BBC, chatbot besutan OpenAI ini sangatlah ideal dipakai untuk belajar bahasa Spanyol.

Selain dapat mengoreksi kesalahan, ChatGPT juga bisa mengajarkan berbagai macam variasi regional bahasa Spanyol yang dipakai di banyak negara, seperti misalnya Meksiko dan Argentina. Lebih lanjut, ChatGPT pun juga dapat diakses kapan saja, sehingga pengguna sama sekali tidak perlu pusing mengatur jadwalnya seperti ketika mengikuti kursus bahasa ataupun les privat.

ChatGPT bahkan juga bisa mengakomodasi kebutuhan khusus penggunanya. Untuk pengguna yang mengidap attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) misalnya, ChatGPT dapat dipakai untuk membuat dan mengadaptasikan alat bantu belajar yang simpel dengan cepat.

Peluang bagi chatbot AI yang lebih spesifik

Melihat perilaku pengguna yang seperti ini, kalangan developer pun langsung menanggapi. Saat ini ada banyak aplikasi yang memanfaatkan model-model bahasa open-souce untuk merancang AI yang benar-benar dikhususkan untuk keperluan pembelajaran bahasa. Harapannya tentu adalah untuk menciptakan teman belajar yang lebih ideal lagi ketimbang ChatGPT maupun chatbot AI umum lainnya.

Salah satu contoh chatbot AI yang dirancang spesifik untuk pembelajaran bahasa adalah LangAI karya developer asal Uruguay, Federico Ruiz Cassarino. Kepada BBC, sang developer mengaku terinspirasi pengalaman pribadinya belajar bahasa selama tinggal di Inggris. Menurutnya, terlibat langsung dalam percakapan jauh lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa seseorang ketimbang metode-metode lain yang lebih akademis.

Kalau memang demikian, lalu kenapa harus menggunakan chatbot seperti LangAI? Karena banyak orang yang malu dan takut membuat kesalahan ketika berbicara dalam bahasa yang belum mereka kuasai, bahkan kepada guru privatnya sekalipun. Di saat yang sama, chatbot sama sekali tidak akan menghakimi penggunanya, sehingga pengguna semestinya akan lebih percaya diri.

Lebih lanjut, pengguna juga bisa menentukan sendiri topik bahasan yang ingin dipelajarinya dengan chatbot, sehingga pada akhirnya sesi belajar tidak akan terkesan terlalu membebani.

Developer LangAI membagikan data yang cukup menarik terkait user retention. Dari semua pengguna yang menjajal aplikasinya selama sekitar 10 menit, sekitar 45% masih terus menggunakannya sebulan kemudian. Angka ini relatif besar untuk sebuah aplikasi edukasi, dan pengembangnya pun masih punya peluang untuk meningkatkannya lebih jauh lagi dengan menghadirkan berbagai penyempurnaan dan fitur baru.

Contoh chatbot AI untuk belajar bahasa / BBC

Blanka Klímová, seorang dosen linguistik sekaligus anggota proyek riset Language in the Human-Machine Era (LITHME), telah menilai kegunaan dan manfaat chatbot AI untuk pelajar bahasa asing. Sebuah riset yang dilakukannya menunjukkan bagaimana chatbot AI bisa membantu pengembangan kosakata, tata bahasa, dan keterampilan bahasa lainnya, terutama ketika chatbot-nya menawarkan umpan balik yang korektif.

Lalu bagaimana kinerja chatbot AI jika dibandingkan dengan aplikasi belajar bahasa populer macam Duolingo? Memang kecil kemungkinannya bagi chatbot untuk menggantikan Duolingo sepenuhnya, akan tetapi dalam beberapa kasus, chatbot AI terbukti lebih menguntungkan.

Contohnya seperti yang dialami oleh seorang penulis sekaligus editor asal Nigeria, Joy Ehonwa, yang menggunakan Duolingo untuk belajar bahasa Prancis. Kepada BBC, Joy mengaku belakangan juga memakai chatbot AI lokal yang bernama Kainene vos Savant untuk semakin mempertajam keterampilan berbahasa Prancis-nya.

"Pertanyaan saya tidak jauh-jauh dari 'kenapa'? Ketika saya gagal dalam sebuah latihan di Duolingo, aplikasinya tidak berhasil membantu saya memahami mengapa hal yang saya kerjakan itu salah. Jadi, saya bertanya pada Kainene," jelas Joy.

"Ketika saya berpikir sebuah kalimat seharusnya seperti ini dan ternyata salah, saya bertanya pada Kainene kenapa, dan ia pun membantu saya memahami kenapa kalimat tersebut tidak bisa seperti yang saya sebagai penutur bahasa Inggris pikirkan," imbuhnya.

Duolingo sendiri belum lama ini juga telah mengintegrasikan AI GPT-4 ke platformnya. Salah satu fungsi AI di Duolingo adalah untuk menjelaskan kenapa jawaban pengguna bisa salah atau benar, persis seperti yang Joy harapkan tadi.

Keterbatasan chatbot AI untuk pembelajaran bahasa

Namun chatbot AI untuk pembelajaran bahasa tidak luput dari kekurangan, sama halnya seperti platform pembelajaran bahasa konvensional. Banyak laporan dari pengguna yang mengatakan bahwa chatbot AI sangat ideal untuk belajar sejumlah bahasa yang banyak digunakan di dataran Eropa, tapi tidak untuk bahasa-bahasa yang kurang populer, maupun yang memiliki sistem penulisan yang berbeda.

Chatbot AI yang spesifik untuk belajar bahasa ini juga mewarisi kekurangan terbesar chatbot AI secara umum, yakni kecenderungan untuk berhalusinasi alias mengarang jawaban, seperti diketahui dari beberapa kali chatbot mencoba menciptakan kata-kata baru yang tidak ada di kamus. Hal ini bisa menjadi problem serius ketika pengguna gagal mengidentifikasi kekeliruannya.

AI GPT-4 memberi penjelasan tentang jawaban pengguna yang salah di aplikasi Duolingo / Duolingo

Emily M. Bender, seorang profesor linguistik komputasi di University of Washington di Amerika Serikat, mengungkapkan kekhawatirannya soal ini dalam suatu episode podcast BBC Radio 4. "Bias dan cara tidak pantas untuk membicarakan orang lain macam apa yang mungkin mereka pelajari dari chatbot? Masalah etika lainnya, seperti privasi data, juga mungkin terabaikan," jelasnya.

Terlepas dari itu, permintaan terhadap teknologi semacam ini diprediksi akan terus meningkat ke depannya. Seperti halnya manusia, kemampuan AI juga akan terus meningkat seiring berjalannya waktu, sesuatu yang sudah ditunjukkan oleh model AI seperti GPT-4.

Kembali ke pertanyaan awal, mungkinkah chatbot AI menggantikan peran guru bahasa ke depannya? Mungkin saja, tapi Blanka Klímová percaya bahwa guru masih akan memiliki peran penting sebagai mentor dan fasilitator. "Utamanya bagi pelajar pemula dan orang yang lebih tua, sebab guru memiliki pemahaman yang kuat mengenai gaya belajar individu, kebutuhan bahasa, dan tujuan dari setiap siswa," terangnya.

Bagi para pengajar bahasa, akan sangat penting untuk meninjau nilai tambah AI dan perannya dalam kaitannya dengan hal tersebut, seiring dengan semakin canggihnya metode pembelajaran mandiri yang tersedia. "Teknologi akan terus ada, dan kita harus menghadapinya dan mempertimbangkan kembali metode pengajaran dan penilaian kita," tutup Blanka.

Gambar header: Freepik.