Dark
Light

Chandra Tjan: Ekosistem Digital di Indonesia Belum Matang, Kesempatan Bagi Investor dan Startup

5 mins read
January 4, 2021
Alpha JWC Ventures menjadi salah satu pemodal ventura aktif di Indonesia. Tahun 2020 mereka berinvestasi di 10 startup. Total memiliki 41 portofolio startup
Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan / Alpha JWC Ventures

Alpha JWC Ventures menjadi salah satu pemodal ventura yang aktif di Indonesia. Tahun 2020, mereka berinvestasi di 10 startup. Jumlah ini menambah deretan perusahaan portofolio menjadi 41 buah. Tahun 2021 ini, mereka berencana menutup fund ketiganya yang diklaim memiliki nominal yang lebih besar sehingga bisa lebih agresif bermanuver di lanskap startup Indonesia.

Untuk mendalami visi dan tujuan Alpha JWC Ventures, kami berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan salah satu founder mereka, Chandra Tjan. Di ekosistem, ia bukan orang baru karena sebelumnya di tahun 2009 ia sempat menjadi Co-Founder & Managing Partner East Ventures dalam Fund 1-nya. Keterlibatannya termasuk dalam investasi awal Tokopedia, Traveloka, Disdus (diakuisisi Groupon), Pricearena (diakuisisi Yello Mobile), dan beberapa lainnya.

“Di 2009, saat itu saya sudah 10 tahun tinggal di Singapura dan sudah settle down dan berkarier sebagai bankir di Credit Suisse dan Citigroup. Di sana, saya melihat besarnya potensi dan kesempatan sektor teknologi di negara lain seperti Amerika, Jepang, dan Tiongkok. Saya rasa Indonesia harusnya bisa seperti itu juga. Teknologi dan social impact-nya akan memajukan Indonesia, dan saya ingin ikut berperan di proses tersebut,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, “Ternyata, saat itu di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan teknologi/startup, tapi mereka tidak punya kemampuan menarik dana dari investor asing untuk berkembang lebih besar. Melihat kebutuhan itu, saya pulang ke Indonesia untuk fokus di sektor teknologi ini. Bersama beberapa rekan, saya mendirikan East Ventures dan menjadi Managing Partner di fund pertamanya. Saya juga menjadi satu-satunya Partner East Ventures yang full-time dan fokus di Indonesia [saat itu].”

Kemudian di tahun 2015, bersama dua rekannya Jefrey Joe dan Will Ongkowidjaja, Chandra mendirikan Alpha JWC Ventures. Hingga saat ini, ada dua fund yang dikelola dengan nilai hampir $200 juta atau setara 2,7 triliun Rupiah. Dana tersebut dibukukan dari LP yang berasal dari Indonesia, Singapura, Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, Jepang, Tiongkok, dan Korea. Setiap tahun, mereka memiliki target berinvestasi ke 8-10 startup dengan fokus utama pendanaan tahap awal. Kendati demikian, tak jarang Alpha JWC Ventures juga terlibat dalam follow on investment untuk seri B. Ticket size yang diberikan berkisar $200 ribu s/d $15 juta.

“Pada 2013, terjadi perbedaan visi di East Ventures dan akhirnya di 2015 saya bersama Jefrey dan Will mendirikan Alpha JWC Ventures. Pendekatan yang kami ambil cukup berbeda dengan investor-investor di Asia Tenggara, bahkan hingga saat ini. Alpha JWC didirikan sebagai fund yang independen dan institusional. Dengan disiplin ketat dalam strategi investasi sehingga setiap keputusan dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Dari pengalaman sebelumnya, saya juga belajar pentingnya mendampingi founder di masa-masa awal startup, karena itu di Alpha JWC kami menerapkan pendekatan value-add approach dan membangun tim value-creation yang besar,” terang Chandra.

Co-Founder Alpha JWC Ventures Chandra Tjan dan Jefrey Joe / Alpha JWC Ventures
Co-Founder Alpha JWC Ventures Chandra Tjan dan Jefrey Joe / Alpha JWC Ventures

Ekosistem digital belum matang

Kendati saat ini Indonesia sudah memiliki decacorn, unicorn, dan puluhan centaur di berbagai lanskap bisnis, menurut Chandra ekosistem digital di Indonesia masih belum matang–meski sudah mulai terbentuk. Ada beberapa indikasi untuk kematangan sebuah ekosistem startup digital, di antaranya kompetisi antarpemain akan semakin ketat, pasar akan menjadi saturated, dan sulit bagi perusahaan untuk berkembang secara eksponensial.

“Memang sudah semakin terbentuk, namun masih jauh dari matang. Industri digital Indonesia masih muda, dan ini adalah berita baik bagi kami selaku investor dan para startup. Artinya potensi pasar masih luar biasa besarnya untuk ditemukan dan dikembangkan, dan proyeksi growth masih sangat besar di hampir semua sektor dan target pasar. Ini adalah masa-masa yang sangat menarik bagi Indonesia,” kata Chandra.

Kondisi tersebut membuat Alpha JWC Ventures memilih mengadopsi pandangan sector-agnostic. Mereka berinvestasi pada berbagai ide bisnis di berbagai sektor yang ditaksirkan memiliki potensi pertumbuhan yang besar dan memberikan dampak positif di masyarakat.

“Dalam berinvestasi, kami selalu melihat 3 faktor: people, product, dan potential — kualitas founder yang membangun startup tersebut, produk yang memberikan solusi pada masalah riil yang dibutuhkan orang banyak, dan potensi berkembangnya produk itu secara fitur dan pengguna. Di antara ketiganya, kualitas founder adalah faktor yang paling penting dalam pertimbangan kami, karena ide dan produk bisa berubah di tahap awal, hanya founder yang bisa kita pegang komitmen dan visinya,” jelasnya.

Tahun 2020 ekosistem startup dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku startup maupun investor. Chandra sendiri di satu sisi melihat, bahwa pandemi berhasil memaksa investor untuk lebih memperhatikan fundamentals dan unit economics di startup — sesuatu yang sudah diterapkan sejak awal di Alpha JWC Ventures. Di sisi lain, pandemi membawa percepatan adopsi digital di Indonesia, sehingga startup-startup akan lebih mudah mengenalkan produknya ke masyarakat.

“Bagi kami, digital adoption yang semakin tinggi membawa potensi investasi yang tinggi pula, sehingga justru inilah saat yang tepat untuk melakukan pendanaan. Namun, selektif itu harus, termasuk apakah startup-startup ini bisa bertahan dan berkembang meski menghadapi pandemi. Sejak awal tahun, kami terus aktif melakukan investasi ke perusahaan baru dan follow-on investment ke portofolio kami, dan hingga saat ini kami merasa puas dengan hasilnya,” jelas Chandra.

Strategi exit

Sampai saat ini, Alpha JWC Ventures sudah melakukan exit di 3 portofolionya melalui akuisisi. Exit, melalui M&A atau IPO, memang menjadi salah satu cara bagi pemodal ventura untuk mendapatkan ROI dari apa yang telah diinvestasikan. Mereka akan mendapati untung dari peningkatan nilai valuasi, didasarkan pada pertumbuhan startup terkait.

Terkait strategi exit, Chandra mengatakan bahwa saat ini fokus mereka adalah menjadi mitra jangka panjang untuk portofolionya. “Exit tentu penting, tapi menjadikan exit sebagai fokus utama malah akan merusak dinamika dengan portofolio. Kami akan exit di waktu yang tepat, dan ‘tepat’ itu punya arti yang berbeda bagi setiap startup.”

Ia menambahkan, “Sejauh ini, kami berhasil exit dari 3 startup, Spacemob diakuisisi WeWork kurang dari satu tahun dari investasi kami; DealStreetAsia diakuisisi Nikkei untuk mewujudkan visi mereka membawa berita berkualitas dari Asia ke seluruh dunia; dan Jualo diakuisisi oleh portofolio kami lainnya, Carro, sebagai jalur ekspansi di Indonesia. Ketiganya terjadi di momen yang tepat dan kami bangga atas pencapaian ini.”

Proyeksi ekosistem digital Indonesia

Kopi Kenangan menjadi salah satu portofolio "signature" new retail Alpha JWC Ventures / Kopi Kenangan
Kopi Kenangan menjadi salah satu portofolio “signature” new retail Alpha JWC Ventures / Kopi Kenangan

Chandra juga mengungkapkan, pentingnya bagi investor untuk membaca tren di masa mendatang atau bahkan menciptakan tren itu sendiri. “Di 2010 misalnya, saya melihat e-commerce akan menjadi ‘idola’ di masyarakat yang saat itu mulai akrab dengan koneksi internet cepat dan murah. Saya mulai dengan Tokopedia dan Traveloka. Lalu, 6 tahun lalu, saat kami memulai Alpha JWC, kami melihat bahwa masyarakat yang mulai nyaman dengan beberapa aplikasi digital sehari-hari pasti akan membutuhkan cara pembayaran yang lebih praktis serta sumber dana yang terjangkau, karena itu kami mulai investasi di beberapa startup fintech seperti Kredivo dan Modalku. Keduanya kini sudah menjadi salah satu pemain terbesar di Indonesia dan bagian hidup sehari-hari masyarakat.”

Lebih lanjut ia menambahkan, “Begitu juga dengan tren new retail di sektor F&B. Tahun 2018, kami melihat teknologi dapat memberikan kemudahan bagi startup dan konsumen, karena itu kami memberikan investasi besar pada Kopi Kenangan. Investasi ini dianggap gila oleh banyak orang pada saat itu. Tapi, saat ini, kami bisa membuktikan bahwa tak hanya kami melakukan pilihan tepat, tapi kami membawa tren pendanaan VC ke startup makanan — sesuatu yang tadinya tidak terpikirkan di Indonesia. Always one step ahead, itu kuncinya.”

Terkait ekosistem startup sendiri, ia menilai di Indonesia tengah mendekati “inflection point”. Ekosistem sudah mulai menanjak sejak 10 tahun yang lalu, kemudian mengalami akselerasi di 5 tahun terakhir; diyakini sebentar lagi setelah pandemi berakhir perkembangannya akan semakin melesat baik dari segi kualitas, inovasi, kuantitas startup, dan kerja sama antara para pemain.

Alpha JWC Ventures sendiri juga memiliki rencana untuk melakukan ekspansi bisnis di Asia Tenggara. “Setelah Indonesia, Singapura, dan Malaysia, kami percaya Vietnam akan menjadi digital hotspot selanjutnya di Asia Tenggara. Ekosistem startup di Vietnam juga mirip dengan Indonesia, hanya saja sedikit lebih muda, karena itu kami tertarik ke sana.”

Lalu terkait ekspansi untuk portofolio startupnya, Chandra lebih percaya bahwa setiap portofolio punya fokusnya masing-masing, dan tidak selalu ekspansi regional itu yang terbaik, apalagi dengan market Indonesia yang sangat besar dan masih bisa dieksplorasi lebih lanjut lagi. “Ada beberapa startup kami yang akan melakukan ekspansi regional dalam waktu dekat, tapi saat ini saya belum bisa cerita banyak,” tutup Chandra.

Previous Story

Vivo X60 dan X60 Pro Resmi Diluncurkan, Jadi yang Pertama Mengusung Chipset Exynos 1080

Next Story

BOOM Esports Diundang DPC SEA 2021, Tim Baru IYD dan Dreamocel.

Latest from Blog

Don't Miss

Semakin Banyak Developer Game yang Tertarik dengan Blockchain Game

Belakangan, semakin banyak developer game yang tertarik dengan blockchain game.
(Ki-ka) Partner Tunnelerate Ayunda Afifa, Bharat Ongso, Ivan Arie Sustiawan, and Riswanto / Tunnelerate

Co-Founder dan eks-CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan Ingin Bangkitkan “Founder” Startup Lokal Melalui Perusahaan Modal Ventura Tunnelerate

“Someday I would like to give back to the community.”