Januari silam, PT Hartono Istana Teknologi, atau yang lebih dikenal dengan Polytron, meluncurkan beberapa lini ponsel 4G/LTE anyarnya. Bersamaan dengan itu, Polytron juga memperkenalkan sistem operasi baru yang tersemat dalam jajaran ponsel baru tersebut bernama Fira.
Sistem operasi Fira (Fira OS) pada dasarnya merupakan sebuah sistem operasi mobile berbasis Linux yang dikembangkan di atas Android versi 5.1 (Lolipop). PT Fira Makmur Indonesia adalah perusahaan yang memayungi pengembangan dari Fira OS ini.
Fira OS sendiri sebenarnya tidak sendirian di ranah ini. Ada NusaMod yang bekerja sama dengan Axioo dan ID3OS yang dikembangkan Tata Sarana Mandiri (TSM) bekerja sama dengan Qualcomm yang sudah lebih dahulu hadir. Fira OS bisa dibilang memiliki nilai tambah dari sisi fitur yang tersedia, seperti Fira UI, Fira Pay, Fira Store, dan Fira Cek Pulsa.
Lahirnya Fira OS sebagai diferensiasi
Adalah Roberto Setiabudi Hartono, Dian Kurniadi, dan Izak yang memiliki peran di balik lahirnya Fira OS ini. Roberto sendiri kini menduduki jabatan sebagai CEO. Dian dan Izak di masa awal lahirnya Fira OS berperan dalam pengembangan teknologinya.
Fira OS mulai dikembangkan ketiganya pada tahun 2015 silam dan hanya butuh waktu sekitar delapan bulan sampai akhirnya Fira OS diluncurkan pada Januari 2016 dalam ponsel terbaru Polytron yang menjadi rekanan.
Sebagai sebuah brand, Polytron sendiri mulai masuk ke ranah ponsel dari tahun 2011, kemudian di awal tahun 2013 masuk ke ranah ponsel pintar, dan di tahun 2014 mulai ke ponsel pintar Android. Namun, kompetisi yang terjadi ketika masuk ke ranah Android, terutama dari sisi harga para pemain lokal, membuat Polytron mengambil keputusan untuk berinvestasi dalam pengembangan sistem operasi.
“Fira OS itu dibangun untuk jadi diferensiasi dari Polytron. […] Karena hardware itu gak bakal ada harganya, gak bakal dilihat oleh konsumen. Mereka [konsumen] tahunya, ‘handphone-nya itu bisa apa sih?’ Itu adalah satu-satunya pertanyaan yang ada di konsumen,” ujar Roberto kepada DailySocial ketika ditemui di kantornya.
Roberto juga menekankan bahwa kehadiran Fira OS ini bukan untuk ‘mengganggu’ dunia startup Indonesia namun untuk merangkul dan bantu mengembangkan produk ponsel Polytron, karena pada akhirnya yang dijual ke konsumen adalah ponsel, perangkat keras. Fira OS lah yang menjadi nilai tambah dari perangkat keras tersebut.
Daya tarik Fira OS
Hal lain yang menginspirasi kelahiran dari Fira OS ini adalah kesuksesan Xiaomi dengan antar muka yang MIUI yang kini telah dikenal secara global. Tampilan antar muka Fira OS, Fira UI, pun menjadi salah satu fokus utama dari pengembangan untuk memberikan pengalaman penggunaan yang baik ke konsumen. Selain itu, sejumlah fitur yang disematkan seperti Fira Cek Pulsa, Fira Pay, dan Fira Store, merupakan nilai tambah lain Fira OS untuk pasar Indonesia.
Roberto mengatakan, “Kalau kami bandingkan dari semua ponsel yang ada di Indonesia, tidak ada satupun yang dibuat untuk Indonesia. Semua dibuat untuk konsumen masing-masing atau global. […] Contohnya, Apple Pay yang hingga saat ini tidak ada di Indonesia. [Maka dari itu] Kami mau jadi penyedia yang semua services-nya jalan. Katakanlah, ketika keluar dari box setelah ponsel dinyalakan, semuanya sudah bisa jalan.”
Salah satu fitur menarik yang ada dalam Fira OS adalah Fira Pay. Singkat cerita, cara kerja Fira Pay tak jauh berbeda dengan Apple Pay atau Android Pay. Melalui Fira Pay, pengguna bisa membayar voucher pulsa, voucher game, hingga token listrik. Metodenya memang baru melalui kartu kredit, namun Roberto berjanji untuk terus memperluas layanan ini ke depannya.
Fitur lainnya yang juga dimasukkan dalam Fira OS yang sudah meluncur adalah Fira Cek pulsa yang memudahkan pengguna melihat informasi pulsa dan Fira Store yang memudahkan pengguna untuk membeli produk-produk digital seperti pulsa, voucher game, dan token listrik.
Roadmap ke depan Fira OS
Menurut Roberto, Fira diambil dari bahasa Spanyol yang mengandung arti “tempat berkumpul”. Ke depannya, Fira OS juga diharapkan dapat menjadi pusat dari segala hardware cerdas yang akan dikembangkan oleh Polytron. Meski masih menunggu kesiapan pasar, Roberto optimis dalam kurun waktu kurang dari lima tahun mimpi tersebut dapat terealisasi.
“Fira OS buat Polytron ini sangat strategis karena kami lihatnya ekosistem [digital] ini tidak akan tetap diam di ponsel. […] Fira OS tak akan berhenti di ponsel saja, tetapi bisa masuk ke TV, bahkan kalau kulkas bisa kami masukkan [Fira OS], akan kami pasang,” kata Roberto.
Dalam waktu dekat ini, Fira juga akan meluncurkan fitur berupa aplikasi streaming TV yang dapat memberikan tayangan bola esklusif dan streaming beberapa siaran TV lokal secara gratis. Selain itu, Fira OS juga bekerja sama dengan Biznet untuk beberapa layanan berbayar di bidang hiburan.
Roberto tak menutup kemungkinan Fira OS memperluas pasar ke Thailand dan Myanmar melalui Polytron. Selain karena telah masuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN, Polytron sendiri sudah punya basis yang cukup kuat di pasar Thailand.