Didirikan sejak tahun 2015 sebagai platform p2p lending, KoinWorks kini telah menjelma menjadi apa yang mereka sebut sebagai “super financial apps”. Di dalamnya juga mengakomodasi berbagai kebutuhan, mulai dari investasi emas, reksa dana, obligasi, pembiayaan gaji, sampai payroll financing. Untuk mendalami tentang visi jangka panjang mereka, DailySocial berkesempatan mewawancara Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.
Mengawali perbincangan Benedicto menceritakan, pengembangan super financial apps merupakan upaya KoinWorks untuk menjalankan visi. Ia ingin agar layanan finansial yang dibawa bisa menjangkau ke kalangan masyarakat yang lebih luas, di berbagai segmen industri. Seperti diketahui, saat ini salah satu pangsa pasar terbesar yang dijaring melalui fitur lending-nya adalah UMKM.
“Kita ingin melebarkan reach kita, dulu waktu kita mulai niche kita ke e-commerce saja. Tapi kan industri e-commerce ya hanya satu industri saja, secara persentase GDP juga masih belum sampai 10%. Yang menjadi pegangan adalah visi kami, ingin bisa merangkul semua orang,” ujarnya.
Benedicto menambahkan, di sisi lain mereka ingin memberikan opsi yang lebih luas kepada pendana agar mencapai tujuan finansial mereka — dalam hal ini terkait diversifikasi instrumen investasi. Tingkat persetujuan pendanaan di KoinWorks masih berkisar 10% dari total trafik yang masuk, artinya memang ada minat yang sangat tinggi dari masyarakat dan belum sepenuhnya terakomodasi.
Sejauh ini porsi untuk pendana ritel (dari masyarakat) persentasenya masih mendominasi, yakni berkisar 80%. Sementara sisanya datang dari lender institusi, baik dari lembaga keuangan lokal seperti BTN, CIMB Niaga, dan BRI Agro; atau lembaga keuangan luar seperti Lendable dan Triodos Bank.
Kompetisi pasar
Sampai 22 Januari 2021, OJK telah menaungi 148 pemain fintech lending, baik yang statusnya masih terdaftar dan/atau sudah berizin. Menanggapi kondisi pasar yang ada, Benedicto meyakini bahwa para pemain masih memiliki ruang gerak yang cukup lebar. “Kalau kita komparasi dengan perbankan buku 1 sampai 4, jumlah pemain lebih besar lebih dari p2p lending, belum termasuk BPR. Tapi ratusan bank yang ada juga belum sepenuhnya meng-address semua kebutuhan UMKM ataupun masyarakat umum. Secara opportunity, saya rasa belum overcrowded,” ujarnya.
Ia juga menyinggung soal model bisnis p2p lending. Kebanyakan pemain adalah VC-backed business, kendati beberapa ada yang didukung penuh kalangan korporasi, sepeti platform besutan Mayapada atau Sinarmas. Banyaknya bisnis yang didukung oleh pemodal ventura akan bermuara pada kemungkinan adanya konsolidasi, terlebih jika sudah masuk ke tahap akhir (secara pendanaan). Hal tersebut disebabkan karena masih terbatasnya jumlah investor yang bisa berpartisipasi di putaran tersebut.
“Dulu perbankan berjalan tanpa ada backing-an venture capital, cara mereka menumbuhkan bisnis dan asetnya berbeda. Tapi kalau melihat bisnis yang dibantu venture capital, lama-lama ada konsolidasi. Kemungkinan di industri p2p lending juga akan ada konsolidasi, karena likuiditas venture community di Indonesia belum sebanyak atau sevariatif di US atau China, jadi number of investor-nya itu-itu saja apalagi kalau sudah masuk ke later stage (seri C ke atas),” imbuhnya.
Ia melanjutkan, “Pemain yang didukung konglomerasi juga tidak akan berkompetisi dengan kita, mereka tidak akan compete for funding, karena punya stable source of funding. Dan mereka punya niche market yang pemain lain belum lakukan, baik secara geografis ataupun industri yang berbeda.”
Regulasi juga dilihat sudah mengarahkan ekosistem untuk bisa membangun bisnis secara solid. Misalnya pengetatan yang dilakukan OJK dengan meningkatkan capital requirement-nya agar menghasilkan bisnis yang lebih bagus dan sehat. “Aturan baru tersebut (yang sedang disiapkan dan disosialisasikan) saya melihatnya sebagai upaya OJK untuk membuat bisnis yang lebih aman, lebih terproteksi. Namun tentunya sebagai startup founder, kita tidak terlalu suka kalau regulasi terlalu cepat. Menurut saya langkah ini diambil lebih untuk mengamankan industri.”
Dampak pandemi
Seperti kebanyakan bisnis lain di Indonesia, Covid-19 juga menggoncangkan bisnis KoinWorks. Satu yang paling signifikan, perusahaan harus menyusun ulang rencana-rencana mereka. Hal ini disebabkan karena kebiasaan konsumen yang berubah, yang mau tak mau memaksa bisnis untuk menyesuaikan model bisnis. Karena UMKM yang mereka layani juga secara langsung banyak yang terdampak – beberapa dari mereka harus gulung tikar, tapi tidak sedikit juga yang bisa memanfaatkan momentum dan bangkit.
“KoinWorks cukup tertekan di awal pandemi untuk mengelola risiko dan melakukan restrukturisasi terhadap customer yang membutuhkan. Pada Q2 2020 kami disibukkan dengan itu. Tapi sekitar Q3-Q4 bisnis mulai tumbuh lagi, sampai akhirnya Desember sudah balik lagi ke level yang sama sebelum Covid. Secara profitability malah lebih sehat, operational cashflow lebih positif,” kata Benedicto.
Rencana tahun 2021
Menjadi super financial apps tentu membutuhkan upaya yang besar untuk bisa menghadirkan berbagai lini produk dan layanan. Melihat tren yang ada, perusahaan digital yang arahnya sama strateginya dengan melakukan konsolidasi – alih-alih mengembangkan tiap untuk layanan dari nol. Tapi KoinWorks punya pandangan berbeda, sampai saat ini belum ada rencana untuk melakukan akuisisi pemain lain. Menurut Benedicto karena saat ini pasar masih sangat terbuka lebar dan game plan perusahaan pun masih cukup jelas.
KoinWorks juga masih akan terus fokus ke pasar Indonesia. Tahun ini bakal banyak layanan baru yang akan diluncurkan untuk merangkul segmen pasar yang lebih luas. KoinGaji juga akan menjadi salah satu fitur yang bakal digenjot tahun ini, pasalnya setelah 4 bulan melakukan pilot project di akhir tahun lalu, perusahaan mendapati traksi yang cukup mengesankan.
“Kami cukup percaya diri dengan layanan KoinGaji, tahun ini pemasarannya akan cukup agresif agar dapat melayani pangsa pasar yang lebih luas. Kita percaya layanan ini cukup unik, karena bukan hanya payroll financing tapi juga memberikan servis tambahan ke human resources perusahaan,” jelas Benedicto.
Optimasi KoinGaji akan difokuskan pada paruh pertama tahun ini, sembari perusahaan akan menguatkan strategi profit mereka. Targetnya di kuartal kedua 2021, perusahaan sudah membukukan profit dengan pertumbuhan organik. Selanjutnya di paruh kedua, mereka akan fokus pada produk-produk baru yang akan diluncurkan. “Tahun ini akan banyak melakukan cashflow improvement untuk membangun landasan seri C yang sehat dengan profitability plan yang jelas, growth yang lebih baik, risiko yang terkontrol, dan game plan post-series C yang lebih terukur,” imbuhnya.
Platform baru yang akan diluncurkan tahun ini ditujukan untuk UMKM. Alat tersebut dinilai bisa membuat bisnis lebih mudah dilakukan, tidak hanya produk pinjaman tapi fitur untuk mengelola keuangan dan manajemen risiko.
“Dengan semua unicorn mulai masuk ke fintech, maka kita harus bisa membangun niche dan spesialisasi kita, apakah bisa melengkapi yang mereka bangun […] Karena mereka kalau bangun fintech pasti ke captive market dulu. Dari landasan tersebut KoinWorks akan membangun fitur-fitur yang unik yang tidak mudah direplikasi,” tutupnya.