Vinton G. Cerf, seorang ilmuwan komputer terkemuka dan juga dikenal sebagai “Bapak Internet”, dalam op-ed di New York Times mengungkapkan hal yang berbeda dari kebanyakan pendapat saat ini. Di saat sejumlah negara mulai memperkenalkan konsep Internet sebagai hak asasi, Cerf dengan tegas menyatakan bahwa Internet bukanlah hak asasi. Menurutnya, Internet sebagai teknologi adalah enabler hak asasi, tapi bukanlah hak asasi itu sendiri. Hak asasi di sini termasuk di dalamnya kebebasan berpendapat dan Internet memungkinkan setiap orang untuk mengemukakan pendapatnya dengan mudah, kecuali jika Anda hidup di negara-negara represif, misalnya Korea Utara.
Cerf lebih lanjut mengumpamakan situasi ini dengan suatu masa di mana seseorang yang tidak memiliki kuda akan mengalami kesulitan untuk mencari penghidupan. Yang menjadi hak di sini adalah mencari penghidupan, bukan kepemilikan akan kuda. Seandainya saat ini hak kepemilikan kuda diberikan kepada semua orang, tentu saja hal tersebut tidak serta-merta memberi manfaat buat setiap orang, bahkan malah merepotkan.
Saya pribadi cenderung setuju dengan pendapat Cerf tersebut. Seandainya Internet menjadi hak asasi, kemudian di kemudian hari muncul suatu teknologi baru untuk menggantikan Internet sebagai teknologi perantara, apakah itu artinya kita “membuang” hak asasi? Tentu saja tidak demikian. Yang menjadi hak asasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh ketersediaan Internet, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat dan hak untuk mendapatkan informasi. Cerf yang merupakan seorang engineer tahu benar mana yang disebut sebagai tujuan dan mana yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Internet bukanlah tujuan akhir.
Sebagai teknologi, Internet harus dijaga supaya terbebas dari berbagai masalah dan ancaman. Seandainya terjadi gangguan, peranan Internet selaku enabler tentu akan terganggu. Ini yang menjadi tanggung jawab engineer untuk memastikan segala permasalahan yang berkaitan dengan Internet sebagai teknologi mampu diatasi.
Yang menjadi masalah saat terjadi pembatasan Internet di suatu negara adalah pembatasan terhadap pemenuhan hak-hak tersebut. Coba bayangkan hal yang terjadi saat Internet menjadi hal terlarang di Korea Utara. Masyarakatnya menjadi terasing dan hanya mengetahui hal-hal yang dipropaganda oleh pemerintah — sesuatu yang malah menyesatkan dan tidak mendukung pemenuhan hak asasi untuk memperoleh informasi yang sebenar-benarnya.
Saat ini posisi Internet jelas sangat esensial untuk menjamin pemenuhan hak, tapi posisi Internet selaku perantara tidak setinggi hak-hak yang ingin dicapai itu. Apa yang terjadi di negara-negara Afrika dan Timur Tengah, di mana terjadi penggulingan pemerintahan merupakan ekses dari pemanfaatan Internet untuk menggalang suara dan kekuatan.
Tentu saja akan muncul pro dan kontra terhadap pendapat Cerf ini. Ini lumrah saja mengingat belum jelasnya definisi hak yang berkaitan dengan Internet dan seharusnya seberapa besar peranan pemerintah untuk mengatur pemanfaatannya. Apapun itu, kita setuju bahwa Internet saat ini adalah bagian penting dari kehidupan kita dan mempermudah kita mencapai berbagai tujuan dan pemenuhan hak dasar untuk kehidupan yang lebih baik.
Hak itu bukan berarti wajib 🙂Â
Berhak untuk dapat akses Internet bukan berarti Wajib untuk dapat akses Internet.
Dengan Internet sebagai hak asasi, maka yang menghalangi untuk mendapatkan haknya itu jadi jelas bersalah. Tidak bisa mengelak dengan berbagai alasan, seperti **uhuk** national security 😛Â
CMIIW 🙂