Pada 2020, sejumlah olahraga tradisional, seperti balapan dan sepak bola, mau tidak mau harus beralih ke dunia virtual karena pandemi. Tak hanya itu, lockdown yang ditetapkan selama pandemi juga membuat lomba balap sepeda virtual menjadi populer. Begitu populernya lomba balap sepeda virtual sehingga Union Cycliste Internationale (UCI), organisasi balap sepeda internasional, memutuskan untuk menyelenggarakan Cycling Esports World Championships. Kompetisi balap sepeda virtual ini diadakan pada 8-9 Desember 2020.
Balap Sepeda vs Balap Sepeda Virtual
Menurut Tim Böhme, balap sepeda virtual bisa berkembang menjadi cabang olahraga yang terpisah dari balap sepeda biasa. “Balap sepeda bukanlah simulasi dari balap sepeda di dunia nyata,” katanya pada DW. “Ada beberapa alat gamifikasi yang membuat cabang olahraga ini unik.”
Dalam Cycling Esports World Championships misalnya, para peserta diizinkan untuk menggunakan dua powerups, yaitu Aero dan Lightweight. Aero berfungsi untuk memberikan aerodynamic boost selama 15 detik sementara Lightweight, seperti namanya, akan mengurangi 10% berat pesepeda selama 15 detik.
Böhme adalah kepala pelatih dari para pesepeda virtual di BDR, asosiasi balap sepeda Jerman. Dia bertanggung jawab dalam memilih atlet yang ikut serta dalam Cycling Esports World Championships. Tak hanya itu, dia juga merupakan pendiri dari German Cycling Academy (GCA), yang menjadi penyelenggara dari E-Racing Bundesliga dan sering mengadakan latihan balap sepeda virtual. Mereka juga telah mengadakan kompetisi balap sepeda virtual bahkan sebelum pandemi, seperti GCA Cup yang diadaka pada November 2019.
Selain penggunaan powerup, hal lain yang membedakan balap sepeda virtual dengan balap sepeda biasa, ungkap Böhme, adalah soal tenaga yang atlet keluarkan. Pasalnya, berbeda dengan kompetisi esports lainnya, dalam balap sepeda virtual, sang atlet tetap harus mengayuh. Hanya saja, keadaan di lintas balapan agak berbeda dari di dunia nyata.
“Anda tetap bisa menggunakan teknik slipstream riding. Anda tetap bisa menghemat tenaga ketika Anda bersepeda beriringan dengan peserta lain, tapi Anda tidak bisa keluar dari grup. Dan begitu Anda tertinggal, akan sulit ntuk mengejar mereka,” kata Böhme. “Selain itu, Anda harus tetap mengayuh bahkan di turunan.”
Böhme memperkirakan, seorang atlet perlu mengeluarkan mengeluarkan tenaga besar selama 20-30 detik. Karena itu, balap sepeda virtual cocok untuk para pesepeda yang memiliki explosive speed, bisa meningkatkan kecepatan mereka dalam waktu singkat. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan pesepeda yang lebih mengutamakan stamina untuk ikut serta dalam Cyclying Esports World Championships, seperti Rigoberto Uran dari Kolombia.
Dalam balap sepeda virtual, berat pesepeda juga punya peran penting. Jadi, tidak heran jika 24 jam sebelum pertandingan, para atlet diminta untuk menimbang berat badan mereka terlebih dulu. Tujuannya untuk memastikan bahwa para atlet yang ikut serta memiliki berat badan yang sesuai dengan rentang yang telah ditentukan.
Pencegahan Kecurangan dan Larangan Doping
Salah satu cara UCI untuk memastikan tidak ada peserta Cycling Esports World Championships yang berbuat curang adalah dengan menyiapkan sepeda yang digunakan oleh para peserta. Selain itu, para peserta juga diminta untuk menggunakan alat lain yang berfungsi mencatat performa mereka. Penting bagi UCI untuk menetapkan mekanisme yang mencegah peserta berbuat curang demi menjamin validitas pertandingan, terutama jika UCI memang ingin menjadikan balap sepeda virtual sebagai cabang olahraga baru.
“Saya rasa, balap sepeda virtual adalah olahraga yang bagus,” kata Jason Osborne, salah satu peserta di Cycling Esports World Championships. Dia juga merupakan atlet pendayung yang akan ikut serta dalam Olimpiade Tokyo tahun depan. “Olahraga ini membuat banyak orang termotivasi untuk berolahraga. Saya harap, olahraga ini akan terus berkembang sehingga akan ada tim pesepeda virtual yang bisa menjadi atlet profesional.”
Selain memastikan tidak ada peserta yang berbuat curang, UCI juga melarang peserta menggunakan doping. Hanya saja, peraturan ini juga memiliki dampak buruk, yaitu membatasi orang-orang yang bisa ikut mendaftar dalam Cycling Esports World Championships.
“Kami hanya bisa menyertakan para atlet yang masuk dalam daftar tes anti-doping,” kata Böhme. “Daftar itu hanya berisi para pesepeda profesional atau atlet dari olahraga lain, seperti Jason.” Hal itu berarti, para pesepeda virtual berpengalaman tidak akan bisa ikut serta dalam kompetisi ini. Keterbatasan peserta ini membuat Osborne percaya diri dia akan bisa menjadi juara. Sebelum ini, dia juga sudah berhasil memenangkan German E-Racing Bundesliga.
Hasil World Championships
Jason Osborne membuktikan bahwa kepercayaan dirinya tidak salah tempat dengan memenangkan Cycling Esports World Championships. Dia hanya memerlukan waktu 1 jam 5 menit untuk menyelesaikan rute Watopia. Sementara itu, posisi kedua diisi oleh Anders Foldager dan peringkat ketiga diduduki oleh Nicklas Pedersen. Keduanya merupakan pembalapa asal Denmark.
“Kompetisi ini adalah pengalaman yang sama sekali baru bagi saya,” kata Osborne pada Cycling News. “Saya memang sudah pernah bertanding di balapan Zwift sebelum ini. Namun, kompetisi kali ini jauh lebih besar dan diisi oleh para atlet hebat. Saya berusaha untuk tenang dan mempertahankan posisi saya dalam grup sebelum meninggalkan peserta lain menjelang garis finish.”
Menggunakan Tacx NEO 2T, Esports World Championships diikuti oleh 78 orang. Rute yang dipilih dalam kompetisi tersebut adalah Watopia Hilly Route, yang juga dipilih dalam German E-Racing Bundesliga. Osborne mengaku, pilihan ini agak membuatnya kecewa. “Rute ini agak sederhana. Watopia Hilly Route memiliki panjang 52 kilometer, dengan perbedaan ketinggian sekitar 400 meter,” ujar Osborne.
Sumber: DW, Cycling News