Sementara kami telah memberitahukan sebelumnya bahwa Research In Motion tengah mempertimbangkan untuk membagi perusahaan mereka menjadi dua, masing-masing berurusan dengan perangkat lunak dan perangkat keras secara terpisah, ternyata Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) justru ingin RIM memindahkan pabrik mereka yang baru berumur satu tahun di Malaysia ke Indonesia.
Anggota Komite BRTI Dr. Riant Nugroho mengatakan pada Detik bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan yang salah pada RIM ketika meminta mereka mematuhi regulasi yang ada dan mengatakan bahwa pihaknya akan mencoba cara-cara alternatif dalam berdiskusi dengan RIM.
Dr. Nugroho mengatakan, “kami ingin melakukan pendekatan yang berbeda. Tidak lagi dengan approach bahasa pemerintah yang ‘menakut-nakuti’, juga tidak perlu pakai political pressure, tapi dengan bahasa bisnis…”
Dimintai komentar tentang pernyataan BRTI, PR manager RIM Indonesia, Yolanda Nainggolan mengatakan, “Tentu saja kami sangat senang mendengar pernyataan BRTI. Kami akan menunggu arahan untuk pembicaraan lebih lanjut agar bisa comply dengan aturan yang ada sekaligus membuka ruang diskusi untuk peluang yang bisa dikerjakan bersama.”
Masalah yang berhubungan dengan pembukaan pusat data telah ramai dibicarakan. Tidak hanya membutuhkan investasi sangat besar dari RIM, yang mungkin tidak dapat disanggupi karena RIM sedang mengalami kesulitan keuangan, pabrik di Malaysia baru saja dibuka tahun lalu. Insentif untuk memindahkan pabrik mereka ke Indonesia pun sangat kecil karena wilayahnya yang berdekatan dengan Malaysia (masih di Asia Tenggara).
Dengan PHK yang akan terjadi secara besar-besaran sebagai bentuk pemotongan pengeluaran, sepertinya tidak ada alasan bagi RIM untuk berinvestasi membangun pabrik di negara lain, apalagi di wilayah yang sama. Hanya karena Indonesia adalah pasar terbesar mereka dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, bukan berarti pabrik mereka harus dibangun di sini.
Dr. Nugroho juga mengatakan hal ini bukan melulu tentang kepentingan bisnis, tetapi juga tentang kepentingan strategis untuk membantu pengembangan sumber daya manusia di bidang teknologi, sehingga Indonesia bisa berkompetisi dengan negara lain, misalnya India. Hal ini mungkin sangat penting bagi Indonesia, namun bagi RIM? Dengan penjualan BlackBerry yang menurun di seluruh dunia, dan mereka hendak menghemat $1 miliar, hal terakhir yang dibutuhkan RIM adalah mendirikan pabrik baru.
Pemerintah masih mengeluhkan tidak adanya pusat data RIM di Indonesia, yang mana RIM sebenarnya tidak memiliki alasan valid untuk mematuhinya. Tentu, ini merupakan keharusan yang berhubungan dengan peraturan, tetapi tetap saja menyimpan pertanyaan mengapa keharusan seperti ini muncul dan jadi hal utama sementara pemerintah belum bisa menjamin kerangka hukum untuk mengamankan pusat data baik dalam bentuk perlindungan fisik maupun elektronik. Di atas itu semua, infrastruktur Indonesia mungkin belum cukup untuk mendukung pusat data seperti yang diminta, yang akan menangani jaringan komunikasi BlackBerry di Asia.
Dengan RIM yang sepertinya mempertimbangkan untuk melepas bisnis perangkat keras mereka dan fokus pada perangkat lunak dan jasa, semua pembicaraan yang berhubungan dengan memindahkan pabrik mungkin akan berakhir menjadi diskusi yang tidak berguna. Hal ini mungkin akan lebih cocok ditujukan bagi siapapun mereka yang akhirnya menjadi pemilik baru dari bisnis perangkat keras RIM, tetapi belum tentu juga perusahaan baru ini akan tetap memproduksi perangkat BlackBerry, bukan?
The Sunday Times mengatakan bahwa apakah RIM akan membenarkan rumor yang berkaitan dengan penjualan bisnis perangkat keras mereka akan dapat diketahui dalam beberapa minggu ke depan.
[Update] RIM telah menyangkal kabar pemisahan bisnis perangkat keras dan lunaknya.
koq pemerintah kaya pengemis: memelas sama perusahaan yang udah mau bangkrut -_-;