Apa yang Bisa Dipelajari dari Kegagalan Axie Infinity?

Axie Infinity tidak punya mekanisme sinks yang berfungsi untuk menghabiskan sumber daya pemain

Tahun lalu, Axie Infinity digadang-gadang sebagai salah satu kandidat terbaik untuk menjadi aplikasi blockchain yang akan digunakan secara massal. Diluncurkan pada 2018 oleh developer Vietnam, Sky Mavis, Axie Infinity memang sangat populer di kalangan pelaku industri cryptocurrency. Sebagian orang bahkan menjadikan Axie Infinity sebagai sumber pemasukan utama mereka. Namun, sekarang, Axie Infinity menghadapi sejumlah masalah.

Gameplay dari Axie Infinity

Untuk memainkan Axie Infinity, Anda harus membentuk satu tim yang terdiri dari tiga karakter axolotl yang disebut axie. Sama seperti karakter dalam game kebanyakan, setiap axie di Infinity punya status dan kemampuan yang berbeda-beda. Hanya saja, untuk bisa mendapatkan axie, Anda harus membelinya di marketplace di situs resmi Sky Mavis atau menyewanya dari pemain lain.

Setelah membuat tim, pemain bisa bertarung dengan pemain lain untuk mendapatkan Smooth Love Potion (SLP). Tadinya, pemain juga bisa melakukan sejumlah quests harian untuk mendapatkan SLP. Namun sekarang, hal itu tidak lagi bisa dilakukan. Setelah mendapatkan SLP, pemain punya dua opsi: menjualnya ke pemain lain atau menggunakannya untuk mengawinkan dua axie yang berbeda dan mendapatkan satu axie baru.

Gameplay Axie sangat sederhana. Namun, kebanyakan pemain Axie memang tidak bermain untuk bersenang-senang, tapi untuk mendapatkan uang. Pasalnya, daya tarik utama dari Axie Infinity adalah karena pemain bisa mendapatkan uang asli dengan menjual axie ke marketplace.

Untuk mulai memainkan Axie, Anda harus menyiapkan modal untuk membeli axie. Saat berita ini ditulis, harga axie paling murah adalah adalah US$3 (sekitar Rp44 ribu). Jadi, untuk bisa memainkan Axie Infinity, setidaknya Anda perlu menghabiskan US$9 (sekitar Rp132 ribu). Satu hal yang harus diingat, sama seperti cryptocurrency, harga axie juga cenderung fluktuatif. Pada April 2022, harga axie jauh lebih tinggi. Paling murah, sebuah axie dihargai US$19 (sekitar Rp280 ribu).

Karena pemain bisa mendapatkan uang dari memainkan Axie Infinity, banyak orang melihat game itu sebagai kesempatan untuk bisnis. Alejo Lopez de Armentia adalah salah satunya. Dia bahkan berharap, dia bisa menjadikan Axie Infinity sebagai sumber pemasukan utamanya. Untuk merealisasikan hal itu, dia rela untuk mencari strategi yang tepat dalam memainkan axie di Reddit dan Discord. Tak hanya itu, dia juga membeli software khusus yang bisa membantunya untuk membuat tim yang lebih kuat. Secara total, dia telah menghabiskan US$40 ribu sejak Agustus 2021.

Di Axie Infinity, Armentia fokus untuk beternak axie. Strategi yang dia terapkan simpel. Dia akan memantau axie-axie yang dijual di situs resmi Sky Mavis. Saat dia menemukan axie yang dia sukai, dia akan menggunakan software khusus untuk memperkirakan karakteristik yang akan muncul jika axie itu dikawinkan dengan axie lain. Dia lalu akan membeli axie yang dia anggap punya potensi untuk menghasilkan axie baru dengan karakteristik unik. Axie yang dia dapatkan akan dia jual atau dia sewakan ke pemain lain.

Alejo Lopez de Armentia. | Sumber: Bloomberg

Ketika ditanya tentang pendapatnya soal Axie Infinity, Armentia mengatakan, menjadi peternak di Axie Infinity dan memperjualbelikan axie tidak ada bedanya dengan pedagang di dunia nyata. Dia menjadikan penjual perhiasan sebagai contoh.

"Memang, apa fungsi dari sebuah gelang? Fungsi gelang adalah untuk digunakan oleh seseorang yang ingin terlihat cantik," kata Armentia pada Bloomberg. "Misalnya, saya membutuhkan US$30 untuk membuat sebuah axie dan saya menjualnya seharga US$60 pada orang yang memang menginginkan axie tersebut. Konsumen saya akan merasakan kepuasan yang sama dengan orang yang membeli gelang dari toko perhiasan."

Armentia bercerita, dia mulai beternak axie pada Agustus 2021. Dan saat itu, untung yang didapatkan oleh para pemain Axie Infinity bisa mencapai ratusan persen. "Dalam waktu lima hari, Anda bisa mendapatkan tiga kali atau bahkan empat kali dari modal Anda yang Anda gunakan," ujarnya. Jadi, tidak heran jika banyak orang yang menggantungkan harapan mereka pada Axie Infinity.

Axie Infinity sempat menjadi pekerjaan utama bagi sebagian orang, khususnya orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Menurut Akshon Esports, rata-rata, pemain Axie Infinity bisa mendapatkan US$50-200 (sekitar Rp740 ribu - Rp3 juta) per dua minggu. Bagi orang-orang yang tinggal di Amerika Utara atau Eropa, jumlah yang didapatkan oleh pemain Axie itu mungkin tidak seberapa. Namun, lebih dari 50% pemain Axie Infinity tinggal di Filipina. Dan sekitar 70% pemain Axie berasal dari Asia Tenggara, yang gaji minimalnya masih lebih rendah dari kawasan seperti Amerika Utara atau Eropa.

Sky Mavis menyebut Axie Infinity sebagai awal dari fenomena ekonomi baru, yaitu model bisnis play-to-earn. "Kami percaya, di masa depan, bermain dan bekerja bisa dilakukan seccara bersamaan. Kami percaya bahwa kami bisa memberdayakan pemain kami dan memberikan kesempatan ekonomi pada mereka," tulis Sky Mavis di situs resmi mereka.

Kejatuhan Axie Infinity

Sayangnya, sistem ekonomi Axie Infinity punya satu masalah besar: ekonomi dalam game itu sepenuhnya tergantung pada keberadaan pemain baru. Dengan kata lain, pemain hanya bisa menjual axie dan mendapatkan uang jika ada pemain baru yang tertarik untuk membeli axie tersebut. Hal inilah yang membuat sebagian orang membandingkan Axie Infinity dengan ponzi scheme.

Di Axie Infinity, Anda bisa menjual axie untuk mendapatkan Axie Infinity Shard (AXS), yang bisa ditukar dengan mata uang asli. Untuk mendapatkan axie, Anda bisa mengawinkan dua axie yang berbeda menggunakan Smooth Love Potion (SLP). Masalahnya, jumlah SLP tidak dibatasi dan axie pun tidak bisa mati. Hal itu berarti, jumlah SLP dan axie yang beredar di game akan terus bertambah. Di dunia nyata, hal ini sama seperti jika pemerintah terus mencetak uang tanpa batas. Alhasil, di Axie Infinity, muncullah inflasi.

Item kosmetik di Dota 2: skins karakter. | Sumber: WeWatch

Di game tradisional, developer biasanya memasukkan mekanisme "sinks" untuk menghabiskan sumber daya pemain. Misalnya, dengan menjual item kosmetik atau sistem maintenance senjata dan equipment. Dengan begitu, pemain akan bisa menghabiskan sumber daya yang mereka dapatkan, seperti koin, diamond, gems, atau apapun namanya.

Di Axie Infinity, sumber daya yang pemain punya adalah axie dan SLP. Pemain membutuhkan axie untuk mengumpulkan SLP. Dan SLP bisa dijual ke pemain lain atau digunakan untuk mengawinkan axie dan mendapatkan axie baru. Artinya, pemain bisa menggunakan axie untuk mendapatkan SLP dan menggunakan SLP untuk membuat axie baru, yang bisa digunakan untuk mendapatkan SLP.

"Dari segi ekonomi makro, mekanisme Axie Infinity memunculkan positive feedback loop," kata Mihai Gheza, Co-founder dan CEO dari Machinations, dikutip dari The Verge. "Hal ini pasti akan memunculkan inflasi."

Ilustrasi positive feedback loop. | Sumber: Gravity Flow

Pada akhir 2021, ekonomi Axie Infinity mulai terguncang. Salah satu tandanya, harga SLP turun drastis, dari 39 cents menjadi 1 cent. Perusahaan riset Naavik mengatakan, pendapatan harian pemain Axie pun sudah turun, menjadi lebih rendah dari gaji minimal di Filipina, yang merupakan pasar utama dari Axie. Untuk mengatasi masalah itu, Sky Mavis mengambil tindakan drastis. Mereka membatasi cara untuk mendapatkan SLP. Tadinya, pemain bisa mendapatkan SLP hanya dengan melakukan quests harian. Sekarang, pemain hanya bisa mendapatkan SLP dengan mengalahkan pemain lain.

"Kami tahu, keputusan kami tidak mudah untuk diterima," ujar Sky Mavis. "Tapi, ekonomi Axie perlu berubah dan lebih baik jika kami mengambil keputusan drastis sekarang daripada membiarkan ekonomi dalam game hancur."

Alexander King, game designer dan konsultan yang fokus pada simulasi dan ekonomi dalam game mengatakan, masalah yang dihadapi oleh Axie Infinity bukanlah masalah baru. Masalah serupa juga pernah terjadi di game-game lain yang bukan merupakan blockchain game.

King menjelaskan, ekonomi dalam game akan hancur ketika gamers harus melakukan grinding untuk mendapatkan sumber daya yang bisa mereka jual. Dalam kasus Axie Infinity, sumber daya yang dijual adalah axie dan SLP. Jadi, pemain Axie akan terus bermain demi mendapatkan SLP dan axie agar mereka bisa menjualnya ke pasar. Namun, menjual SLP dan axie akan membuat harga dari keduanya turun. Alhasil, pemain harus berusaha lebih keras agar bisa mendapatkan SLP dan axie  untuk bisa dijual. Alhasil, terciptalah siklus tanpa henti.

"Sangat sulit untuk membuat sistem ekonomi dalam game yang seimbang," kata King pada The Verge. "Mustahil bagi developer untuk bisa merancang sistem ekonomi yang sempurna sebelum game diluncurkan. Artinya, para game designers harus bisa menyeimbangkan sistem ekonomi secara langsung, setelah game dirilis. Dan melakukan hal itu sudah sangat sulit ketika game menggunakan database internal developer yang bisa diakses oleh para designers."

Di masa depan, jika Sky Mavis ingin agar Axie Infinity bisa bertahan, mereka harus bisa membuat game itu menjadi game yang menyenangkan untuk dimainkan. Dengan begitu, pemain bisa terus memainkan Axie Infinity walau mereka tidak mendapatkan untung.

Memang, Sky Mavis telah mengungkap rencana mereka untuk membuat tantangan dan fitur sosial baru dalam Axie Infinity. Selain itu, mereka juga telah membuat aset baru yang bisa diperjualbelikan, yaitu sepetak tanah di Kerajaan Lunacia. Nantinya, aset baru ini tampaknya akan punya peran penting dalam gameplay Axie Infinity di masa depan.

Tak berhenti sampai di situ, Sky Mavis juga sudah mengadakan soft launching dari Axie Infinity: Origin, yang diharapkan akan menggantikan Axie Infinity. Di Origin, pemain akan mendapatkan "starter axie". Jadi, pemain bisa langsung memainkan game tersebut tanpa harus membeli atau menyewa axie.

Jon Jordan, konsultan blockchain gaming dan early adopter dari Axie Infinity merasa, game buatan Sky Mavis itu punnya potensi untuk menjadi game free-to-play atau game crypto yang populer.

 
View this post on Instagram
 

A post shared by Hybrid.IDN (@hybrid.dojo)