Dark
Light

Aturan Turunan POJK Fintech: “Escrow Account” Jadi Isu

2 mins read
November 23, 2017
Aturan Turunan POJK Fintech: Escrow Account Jadi Isu / Shutterstock

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan OJK, (22/11), untuk meminta masukan dari pelaku industri terkait draf aturan turunan (SE) dari POJK No 77/2016 tentang Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis TI (LPMUBTI), salah satu poin yang cukup menyita perhatian pelaku industri adalah batasan penggunaan escrow account dan virtual account bagi penyelenggara. Pelaku industri mengusulkan penggunaan escrow account dalam praktek p2p lending untuk diperpanjang jadi 60 hari atau dihapuskan.

Dalam draf surat edaran POJK, disebutkan jangka waktu maksimal penempatan dana dari pengguna yang tidak digunakan untuk transaksi pemberian pinjaman pada escrow account tidak melebih tujuh hari kerja.

Escrow account merupakan rekening giro di bank atas nama penyelenggara yang merupakan titipan dan digunakan untuk tujuan tertentu yaitu penerimaan dan pengeluaran dana dari dan kepada pengguna jasa penyelenggara pinjam meminjam uang berbasis TI.

Penyelenggara dilarang melakukan penghimpunan dana dari pengguna dalam bentuk simpanan pada escrow account sebagaimana diatur dalam aturan di perbankan.

CEO dan Co-Founder Modalku Reynold Wijaya menuturkan pihaknya merasa aturan escrow account tersebut dinilai kurang menguntungkan bagi pemain industri p2p lending. Setidaknya kalau bisa diubah menjadi 60 hari, tentunya akan memberi kelonggaran bagi pelaku industri.

Sebab menurutnya, jika waktu diperpanjang, regulator memang mengkhawatirkan terjadi risiko pencucian uang. Akan tetapi, jika tujuannya demikian, dia berpandangan itu tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, tidak mungkin orang ingin mengendapkan uang di escrow account yang tidak memiliki bunga sama sekali.

“Kalau tetap tujuh hari, menurut saya kurang ideal. Bisa-bisa industri ini tidak bisa tumbuh,” katanya.

Sisi perbankan pun juga kurang setuju mengenai aturan tersebut. Sebab dalam kurun waktu tujuh hari, mereka harus mengalihkan dana ke bank lain. Tentunya hal tersebut akan mempengaruhi likuiditas perbankan.

Dia menambahkan, bisnis p2p lending itu sudah 100% tunduk di bawah sistem perbankan. Sehingga, mau tak mau mereka harus mematuhi aturan perbankan yang berlaku. Oleh karenanya, dia merasa regulator tidak perlu menambah aturan yang dinilai memberatkan industri.

“P2p lending itu hidup karena regulasi, tapi kita juga bisa mati karena regulasi. Kalau ada sesuatu yang menghambat coba diperhatikan lagi.”

Hal senada diungkapkan CIO Investree Dickie Widjaja. Menurutnya, apabila memang ada kekhawatiran lender tidak aktif, memang perlu pembatasan jangka waktu. Namun dia merasa, bila regulator memang ingin memberi batasan, 60 hari adalah jangka waktu yang cukup.

Kumpulkan masukan

Terkait usulan pelaku industri mengenai escrow account, Direktur Pengaturan, Perijinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menuturkan regulator akan menampung dan mempertimbangkan beberapa ketentuan yang berpotensi memberatkan pelaku industri.

“Dari OJK yang selalu kami kedepankan adalah buat aturan yang transparan. Setiap pasal yang kami buat selalu undang pelaku untuk memintai masukannya. Draf yang ada saat ini sudah melewati hasil diskusi yang panjang,” ujarnya.

Dari POJK fintech, menurutnya setidaknya bakal ada enam aturan turunan yang tertuang dalam bentuk surat edaran (SE). Regulator berharap dapat menyelesaikan seluruh aturan turunan tersebut sesegera mungkin sampai akhir tahun ini.

“Kalau semangatnya sama [antara regulator dan pelaku industri], SE OJK ini bisa selesai tahun ini. Kalau ditanya seberapa cepat, ya sesegera mungkin.”

Setidaknya baru ada dua draf yang sedang dimintai masukan oleh publik. Pertama, mengenai Penyelenggaraan LPMUBTI. Kedua, mengenai Pendaftaran, Perizinan, dan Kelembagaan LPMUBTI.

Poin-poin yang dibahas dalam SE Penyelenggaraan LPMUBTI, antara lain tata cara pinjam meminjam serta kontrak dalam penyelenggaraan layanan pinjam meminjam berbasis TI, mitigasi risiko, perlindungan konsumen, dan mekanisme penyelesaian sengketa.

Sementara, poin yang dibahas dalam SE Pendaftaran, Perizinan, dan Kelembagaan LPMUBTI meliputi persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran, perizinan, persetujuan penyelenggara, serta pencabutan izin usaha dan perubahan kepemilikan.

Previous Story

LINE Akuisisi Startup “Social Carpooling” TemanJalan

Next Story

Nikon Pilih Jakarta Sebagai Lokasi Nikon Experience Hub Pertama di Asia

Latest from Blog

Don't Miss

Aset kripto kini ditangani OJK, bukan lagi Bappebti

Aset Kripto Diawasi OJK, Inilah Semua yang Perlu Diketahui

Setelah sekian lama ditangani oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan