Asosiasi Fintech Indonesia mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera membentuk badan lembaga khusus yang mengawasi kegiatan layanan peminjaman uang bermedium digital (P2P Lending). Desakan tersebut sebagai langkah lebih lanjut setelah sebelumnya Desember lalu OJK telah merilis peraturan tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), dan aturan turunan yang direncanakan rampung pada kuartal pertama tahun 2017 ini.
Menurut wakil ketua Asosiasi, Adrian Gunadi, pembentukan lembaga tersebut penting untuk memastikan jalannya usaha P2P Lending di Indonesia sesuai koridor. Saat ini jumlah pengusaha/startup yang terjun dalam segmen bisnis tersebut terpantau terus bertambah, sejalan dengan potensi yang masih sangat besar. Salah satu faktor yang membuatnya populer karena P2P Lending menawarkan fleksibilitas, pemberi pinjaman dan peminjam diberikan keleluasaan secara transparan dalam bernegosiasi.
[Baca Juga: Hal-hal Pendukung Transformasi Industri P2P Lending]
Sekurangnya –menurut catatan Asosiasi Fintech Indonesia—saat ini terdapat 157 startup di bidang P2P Lending yang beroperasi di Indonesia. Riset Statista menyebutkan nilainya tahun ini akan mencapai $18,64 miliar, dengan sektor pinjaman dan pembiayaan personal mendominasi sebesar 25 persen. Sementara data OJK menunjukkan bahwa masih terdapat 49 juta UMKM yang belum bankable di Indonesia, mereka membutuhkan akses terhadap pinjaman. Mereka adalah salah satu pangsa pasar yang sangat mungkin digarap pemain P2P Lending di Indonesia.
Permasalahan di Indonesia terkait pemerataan akses dan ketersediaan layanan pembiayaan masih cukup signifikan, 60 persen masih terkonsentrasi di Jawa. P2P Lending diharapkan dapat memutuskan gap tersebut, dengan medium digital yang memungkinkan untuk dapat diakses di mana saja, sesuai dengan tingkatan kebutuhan masyarakat.
“Upaya yang dilakukan oleh perusahaan P2P Lending di Indonesia dalam memberikan solusi cepat bagi konsumen akan maksimal bila diimbangi dengan syarat dan ketentuan dari regulator untuk memastikan ekosistem yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan yang kuat dan terkoordinasi untuk membina dan mengawasi industri ini sehingga P2P Lending di Indonesia dapat berkembang dengan baik,” ujar Ketua Bidang P2P Lending Asosiasi Fintech Reynold Wijaya.
[Baca Juga: Perjalanan Panjang Rancangan POJK tentang Fintech Lending]
Secara umum Asosiasi Fintech menegaskan bahwa peran pemerintah sangat besar dalam memastikan perkembangan bisnis finansial berbasis teknologi. Perlu diregulasi dan diawasi secara serius karena sangat riskan. Dalam Asosiasi sendiri saat ini sudah tergabung 70 perusahaan di berbagai sektor, 18 di antaranya telah dan tengah bersiap memproses izin sesuai dengan regulasi yang telah diterbitkan.