Meroketnya popularitas Axie Infinity membuat masyarakat luas mulai mengenal konsep game play-to-earn (P2E). Biasanya, game P2E identik dengan teknologi Non-Fungible Token (NFT) dan blockchain. NFT dan blockchain sendiri merupakan bagian dari teknologi Web3.
Selain Axie Infinity, ada sejumlah game-game P2E yang juga cukup populer, seperti Decentraland dan The Sandbox. Alhasil, muncul keingintahuan akan apa itu game Web3. Dan hal itulah yang akan dibahas dalam artikel ini.
Apa Itu Web3?
Sebelum membahas tentang game Web3, saya akan menjelaskan definisi dari Web3 terlebih dulu. Sejak internet diciptakan, ia selalu berubah, perlahan tapi pasti.
Era internet dimulai dengan era Web1, yaitu ketika internet masih bersifat satu arah. Di era ini, pemilik situs bisa membuat dan mengunggah konten ke internet, tapi para pengguna internet hanya bisa mengonsumsi konten tersebut, tanpa bisa bisa berinteraksi dengannya.
Era berikutnya adalah Web2. Di sini, para pengguna bisa membuat konten sendiri. Tak hanya itu, pengguna lain juga bisa berinteraksi dengan konten yang orang lain buat. Contoh produk dari era ini adalah media sosial.
Dan sekarang, internet dianggap tengah memasuki era Web3. Di era ini, para pengguna internet diperkirakan akan bisa memiliki konten digital yang mereka buat. Jadi, mereka akan punya kuasa akan bagaimana konten yang mereka buat digunakan atau dibagikan.
Menurut Game Analytics, Web3 juga fokus pada desentralisasi dari kepemilikan konten. Harapannya, konten yang dibuat dan diunggah oleh pengguna tidak akan terikat pada satu platform saja.
Sebagai contoh, saat ini, ketika Anda membeli film di Play Store, Anda akan hanya bisa menonton itu di platform Google tersebut. Namun, dengan Web3, idealnya, tidak peduli di platform apa Anda membeli konten, Anda akan tetap bisa mengonsumsinya di semua platform juga.
“Saya cukup beruntung bisa menjadi bagian dari generasi Web2. Saya dapat membuat perusahaan seperti Reddit, contoh situs yang memungkinkan pengguna untuk mengonsumsi dan membuat konten,” kata Alexis Ohanian, Co-founder Reddit pada Bloomberg.
“Sekarang, kita melihat istilah baru, yaitu Web3. Dalam Web3, internet punya komponen baru, yaitu elemen kepemilikan. Dan kita mulai melihat tren itu, baik di industri gaming atau NFTs atau infrastruktur yang memungkinkan Anda untuk memiliki sesuatu,” lanjut Alexis.
Definisi Web3 Gaming
Blockchain, NFT, dan teknologi Web3 lainnya bisa digunakan dalam berbagai industri. Sebagai contoh, NFT biasanya digunakan oleh para seniman untuk mencari sumber pemasukan baru.
Sekarang, sebagian developer game pun mulai mempertimbangkan atau bahkan sudah mengimplementasikan teknologi Web3 ke dalam game. Hal inilah yang memunculkan istilah Web3 gaming.
Istilah Web3 gaming mencakup banyak hal, mulai dari game NFT, game play-to-earn (P2E), game play-to-own, game crypto, dan game blockchain. Namun, pada dasarnya, definisi dari game Web3 adalah game yang menggunakan teknologi blockchain sebagai pondasi dari ekonomi dalam game.
Salah satu hal yang membedakan game Web3 dari game era Web2 — alias kebanyakan game yang ada sekarang — adalah game Web3 biasanya menawarkan aset yang bisa “dimiliki” oleh pengguna.
Aset itu biasanya berbentuk NFT. Hal ini berarti, ketika pemain membeli aset dalam game — berupa items, ruang, atau karakter, misalnya — aset itu tidak hanya bisa digunakan dalam game, tapi juga tersedia di wallet gamer.
Kepemilikan atas aset dalam game itu menjadi salah satu kelebihan dari game Web3, menurut orang-orang yang pro Web3. Karena, ketika gamers “memiliki” aset dalam game, mereka akan tetap memiliki akses ke aset tersebut di wallet mereka, meskipun game dari aset itu telah tutup.
Upptic juga menyebutkan, keuntungan lain yang didapat oleh pemain ketika mereka membeli NFT di game adalah ia bisa ditukar ke dalam uang asli. Memang, sesuai namanya, kebanyakan game P2E memungkinkan gamers untuk mendapatkan uang dengan menjual aset dalam game. Dan model bisnis itu menjadi daya tarik tersendiri bagi sejumlah gamers.
Dimana ada gula, di situ ada semut. Karena ada gamers yang tertarik dengan game P2E, sejumlah developer game pun menunjukkan ketertarikan untuk membuat game Web3, termasuk developer Indonesia.
Para venture capitals bahkan mengatakan, jumlah developer yang mengajukan proposal untuk membuat game blockchain semakin banyak.
Namun, tetap ada orang-orang yang meragukan konsep game Web3. Salah satunya, pendiri Twitter, Jack Dorsey. Dia mengatakan, pada akhirnya, “Web3” tidak akan menjadi milik masyarakat, tapi akan tetap dimiliki oleh para venture capitals. Karena, keberadaan Web3 akan tetap tergantung pada “insentif” yang diberikan oleh para VC.
“Pada akhirnya, Web3 akan tetap menjadi entitas terpusat dengan nama yang berbeda,” kata Dorsey.
Apa yang Harus Dilakukan untuk Menjajaki Web3 Gaming?
Seiring dengan bertambahnya jumlah gamers, semakin banyak perusahaan di luar gaming yang tertarik untuk menjajaki industri gaming. Alasannya, karena mereka sadar akan bahwa game bisa digunakan untuk mendekatkan diri dengan konsumen muda, khususnya generasi Milenilan dan Gen Z. Contohnya, Liverpool dan Tesla pernah bekerja sama dengan PUBG Mobile.
Namun, game Web3 berbeda dari kebanyakan game yang ada sekarang. Di game blockchain, transaksi ekonomi adalah pondasi dari game itu sendiri. Sebagai perbandingan, tidak semua game populer akan menerapkan transaksi antar pemain atau transaksi dengan developer, dalam bentuk microtransanction. Tidak sedikit game AAA yang menggunakan model bisnis premium.
Bagi perusahaan yang tertarik untuk masuk ke ekosistem Web3 gaming, mereka harus tahu strategi yang tepat. Menurut TechCrunch, sebelum memasuki industri Web3 gaming, perusahaan sebaiknya sudah tahu cara untuk menarik perhatian gamers biasa.
Selain itu, perusahaan juga harus tahu target audiens mereka. Dengan mengetahui target pasar — dan selera game dari target konsumen — perusahaan akan bisa tahu kegiatan activation apa yang akan menarik calon konsumen mereka.
Perusahaan juga bisa mendorong tingkat interaksi konsumen di dunia nyata menggunakan NFT. Namun, untuk itu, perusahaan harus bisa menyediakan koleksi NFT yang memang menyediakan fungsi khusus di dunia nyata.
Sebagai contoh, pemilik NFT akan bisa mendapatkan layanan atau produk tertentu. Sejauh ini, ketiadaan fungsi di dunia nyata merupakan salah satu masalah yang biasa dihadapi oleh perusahaan yang mencoba untuk merilis NFT.
Sementara itu, jika perusahaan ingin membuat game Web3, mereka harus menggunakan model bisnis yang tepat. Menurut TechCrunch, model bisnis skill-to-earn cocok untuk game Web3.
Dalam game dengan model bisnis skill-to-earn, pemain baru akan mendapatkan hadiah atau reward ketika mereka berhasil mendapatkan pencapaian tertentu. Dengan begitu, pemain pun akan terdorong untuk terus bermain game dan mengasah kemampuan mereka.
Ketika game memang memiliki gameplay yang seru, hal ini tidak hanya membuat pemain lama betah, tapi juga akan menarik kedatangan pemain baru. Dan selama game bisa menarik pemain baru, developer akan bisa terus menjual token dan aset digital lain ke para pemain. Pada akhirnya, hal ini akan menciptakan ekonomi yang stabil dalam game.
Sumber header: TechCrunch