Saya akan mengatakannya tanpa basa-basi. Secara garis besar, prospek tentang startup di bidang teknologi di Indonesia cukup suram. Saya mengatakannya karena kebanyakan startup Indonesia belum dapat mengidentifikasi solusi atas masalah nyata yang ada. Banyak di antara para wirausahawan yang berpikir mereka bisa dengan mudah memberi valuasi jutaan dolar pada perusahaan mereka ketika sebagian dari mereka bahkan tidak memiliki ukuran basis pengguna atau jenis produk yang menjamin tingkat valuasi yang tinggi tersebut. Tapi masih ada harapan. Beberapa pendiri startup memiliki ide yang benar-benar praktis dan berguna, dan yang mereka butuhkan adalah pelatihan bisnis yang kuat untuk melengkapi pengetahuan teknis mereka.
Sejumlah investor yang berbincang dengan saya mengungkapkan kekecewaan yang sama. Mereka mengatakan bahwa banyak yang telah datang kepada mereka meminta angka yang seolah-olah menunjukkan kalau uang itu tumbuh di pohon. Well, bahan baku uang mungkin memang berasal dari pohon, tetapi uang tidak tumbuh di sana. Investor yang saya temui bukanlah investor baru. Beberapa dari mereka telah terlibat lebih dari satu dekada dalam industri ini dan telah melihat berbagai perusahaan bangkrut karena tidak memiliki produk yang bisa bertahan lama.
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi para startup atau berbagai project adalah bahwa mereka tidak bisa mengidentifikasi masalah nyata yang perlu dipecahkan. Sebagai contoh, banyak yang terus menawarkan layanan jejaring sosial yang tidak menawarkan perbedaan nyata dengan apa yang sudah ada, yang sebenarnya masih populer.
Atas berbagai masalah seperti ini membuat saya berpikir bahwa kehadiran Founder Institute adalah sebuah ide yang baik. DailySocial bermitra dengan Founder Institute justru karena masalah yang dihadapi para startup Indonesia. Mengikuti Founder Institute seperti layaknya mengikuti acara bootcamp untuk startup. Para mentor dan teman sekelas bisa saling memberikan umpan balik yang kuat dan tajam dan membongkar ide-ide yang ada untuk masuk pada intinya dan melihat nilai sebenarnya serta mencari tahu apakah ide tersebut layak untuk dijalankan. Pengusaha di bidang teknologi di Indonesia perlu dibangkitkan dan kami pikir Founder Institute (dan semua yang berperan didalamnya) bisa membantu.
Terkadang, mengambil produk yang sudah ada dan berfokus pada inti masalahnya malah bisa mengubah ide besar menjadi ide yang populer, sebagai contoh lihatlah yang dilakukan Kevin Systrom ketika dia mengubah Burbn menjadi Instagram. Di sisi lain, sebuah produk mungkin identik, namun twist kecil bisa membuatnya lebih mudah diakses atau diinginkan oleh pengguna, seperti yang dilakukan oleh WhatsApp. Produk ini mengambil konsep BlackBerry Messenger dan membuatnya menjadi layanan universal, tersedia di seluruh platform smartphone utama.
Membuat sebuah perusahaan startup tidak melulu tentang mendapatkan uang, bahkan mungkin tidak harus tentang uang, tetapi jika Anda akan menjalankan sebuah perusahaan, penghasilan tetap menjadi hal penting. Ya, Twitter butuh waktu lama sebelum bisa menghasilkan uang karena nilai produknya tidak akan muncul jika mereka tidak memiliki jutaan lebih pengguna, tetapi tidak semua produk seperti Twitter, seperti juga tidak semua orang adalah Richard Branson yang tidak menyelesaikan sekolah tetapi berhasil menjadi biliuner.
Dalam kasus orang-orang seperti Branson atau almarhum Steve Jobs, bukan berarti mereka sukses karena mereka tidak menyelesaikan sekolah, itu lebih karena mereka sudah tahu apa yang mereka ingin capai dan mereka tidak berhenti berusaha. Mereka pernah gagal, mereka pernah berhadapan dengan kegagalan besar, tetapi mereka tetap terus berjalan, mencari cara untuk mewujudkan impian mereka. Hmm, saya jadi melantur, mari kembali ke topik tulisan.
Membuat sebuah perusahaan startup sebaiknya lebih mengarah kepada membuat perbedaan di dunia. Ini harus tentang mengidentifikasi masalah di dunia nyata dan menemukan cara untuk mengatasinya atau untuk membuat sesuatu menjadi lebih mudah dan lebih praktis untuk dilakukan.
Salah satu contoh yang cukup baik adalah menemukan pasar yang lebih besar untuk industri rumahan. Contoh lain bisa berupa cara untuk mengurangi kemacetan lalu lintas yang terus meningkat. Tidak harus tentang jalanan atau kendaraan, bisa juga tentang cara bekerja jarak jauh dari rumah atau membuat ruang kerja bersama yang jauh dari pusat kota. Solusi yang ditawarkan juga bisa berupa inisiatif berbagi penggunaan sepeda bersama atau produk kunci sepeda motor berbasis USB-drive yang pernah dituliskan minggu lalu.
Ada banyak isu yang dapat diselesaikan dengan menggunakan teknologi, dan teknologi sendiri hadir karena dapat membantu membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali. Teknologi bisa menawarkan cara untuk mendorong kemanusiaan ke tahap selanjutnya.
Jangan membuat produk hanya demi menciptakan mereka. Identifikasi masalah yang ingin Anda pecahkan. Cari tahu cara terbaik untuk memecahkan masalah dan bagaimana untuk mempresentasikannya. Cari tahu mengapa solusi yang ada layak untuk digunakan dan apakah solusi tersebut akan membuat hidup orang menjadi lebih mudah dengan sedikit usaha dalam cara menggunakaannya, jika ini terjadi maka orang lain akan dengan senang hati menerima solusi yang Anda tawarkan, karena produk yang baik tidak memerlukan banyak usaha untuk membuatnya digunakan banyak orang. Saran yang terakhir ini ditujukan bagi para pengusaha dan para investor: Jangan berfokus pada uang, fokus pada ide.
big idea is small idea that can make people have big ideas. – Glenn Marsalim
Obviously I hate to say it but this is an excellent post! Almost #Sangatpedas š
Great post!
awesome ,very nice article!
Mungkin ada baiknya didiferensiasi/demystify bahwa Founder Instutute fokusnya adalah lebih ke Founder, bukan ke Startup. Frase “Para Startup” sepertinya sudah salah kaprah. Founder itu orangnya, Startup itu perusahaannya.
My 2 cents, Aulia. ;)P.s.: Disclosure: I am incepted in Founder Institute Jakarta Fall 2011 š