Microsoft baru saja menghabiskan US$68,7 miliar untuk mengakuisisi Activision Blizzard. Dengan ini, Microsoft menjadi perusahaan game terbesar ke-3, setelah Tencent dan Sony. Akuisisi Activision Blizzard juga memungkinkan Microsoft untuk masuk ke ranah mobile game dan esports. Seperti yang disebutkan oleh PC Gamer, ketika studio game diakuisisi oleh korporasi, maka akan terjadi perubahan budaya kerja. Walau Activision Blizzard mungkin memang membutuhkan perubahan itu sekarang, mengingat skandal pelecehan seksual yang menimpa perusahaan tersebut.
Biasanya, prioritas utama dari korporasi seperti Microsoft adalah laba. Jadi, ketika mereka membeli studio game, tentunya mereka berharap akan mendapatkan untung. Masalahnya, terkadang, studio game yang telah diakuisisi gagal memenuhi ekspektasi. Dan hal ini bisa membuat perusahaan induk merombak cara kerja studio atau bahkan membubarkan studio itu.
Untuk itu, mari melihat apa yang terjadi pada belasan studio game yang diakuisisi oleh korporasi besar seperti Microsoft dan Warner Bros.
EA mengakuisisi Maxis (1997), senilai US$125 juta
Sebelum akuisisi: Maxis berhasil meraih sukses dengan The SimCity dan sekuelnya. Sayangnya, game lain buatan Maxis gagal meraih kesuksesan yang sama. Mereka mengalami kerugian besar, yang memaksa mereka untuk mencari perusahaan yang bersedia mengakuisisi mereka.
Setelah akuisisi: Kesuksesan The Sims mendorong Maxis untuk membuat expansion dan sekuel dari game tersebut. Setelah itu, mereka menghabiskan waktu lama untuk membuat Spore. Sayangnya, Spore gagal memenuhi ekspektasi para gamers. Setelah itu, Will Wright, game designer dan co-founder Maxis, memutuskan untuk keluar.
Maxis meluncurkan game SimCity baru. Namun, game tersebut penuh dengan masalah, yang berujung pada angka penjualan yang mengecewakan. EA lalu memutuskan untuk menutup Maxis Emeryville dan mengalokasikan staf dari studio itu ke EA Mobile. Sementara itu, Maxis fokus untuk membuat The Sims 4 dan expansion dari game tersebut.
EA mengakuisisi Westwood Studios (1998), senilai US$123 juta
Sebelum akuisisi: Westwood meluncurkan beberapa game PC klasik, seperti The Legend of Kyrandia dan Dune 2. Namun, game yang melambungkan nama mereka adalah seri Command and Conquer. Selain itu, mereka juga meraih sukses dengan Blade Runner.
Setelah akuisisi: Westwood terus mencoba untuk mengembangkan game-game Command and Conquer. Sayangnya, Command and Conquer: Renegade kurang laku di pasar. Selain itu, game MMO yang mereka buat, Earth and Beyond, juga dianggap gagal. Tak lama setelah itu, EA membubarkan Westwood.
Microsoft mengakuisisi Ensemble Studios (2001), dengan nilai yang tidak diketahui
Sebelum akuisisi: Ensemble berhasil membangun momentum dengan mengembangkan seri game RTS, Age of Empires. Sekuel dan expansion dari game itu juga cukup sukses. Kesuksesan mereka dengan Age of Empires dan sekuelnya membuat Ensemble dipercayakan untuk membuat Star Wars: Galactic Battlegrounds, game RTS yang didasarkan pada franchise Star Wars. Game itu dirilis di 2001, bersamaan dengan keputusan Microsoft untuk mengakuisisi Ensemble. Galactic Battlegrounds memang tidak sepopuler Age of Empire, tapi, angka penjualannya cukup memuaskan.
Setelah akuisisi: Ensemble merilis Age of Mythology, yang berhasil memenangkan hati para fans game RTS. Setelah itu, mereka meluncurkan expansion The Titans. Age of Empires 3 yang mereka buat juga dianggap sukses. Game itu memiliki dua expansions, yaitu The WarChiefs dan The Asian Dynasties. Setelah itu, Ensemble dipercayakan untuk membuat game RTS berdasarkan franchise Halo. Game yang dinamai Halo Wars itu dirilis hanya untuk Xbox. Walau Halo Wars mendapatkan pujian dari para kritikus dan cukup laku di pasar, Microsoft memutuskan untuk menutup Ensemble.
Activision mengakuisisi Treyarch (2001), senilai US$20 juta
Sebelum akuisisi: Treyarch mengembangkan beberapa game bola basket dan hoki. EA menjadi publisher dari game-game tersebut. Selain itu, mereka juga membuat Die by the Sword, action game yang memungkinkan pemain untuk mengendalikan tangan dominan karakter. Namun, game itu kurang menjual.
Setelah akuisisi: Activsion menugaskan Treyarch untuk membuat game berlisensi, yang didasarkan pada intellectual property (IP) yang telah ada. Contohnya, Spider-Man, Minority Report: Everybody Runs, dan Kelly Slater’s Pro Surfer. Setelah itu, Treyarch dilibatkan dalam pembuatan game Call of Duty, yaitu Big Red One dan Call of Duty 3. Kemudian, mereka juga sempat membuat beberapa game Spider-Man dan game 007: Quantum of Solace. Namun, dimulai dengan Call of Duty: World at War, Treyarch lalu fokus untuk membuat game Call of Duty. Dan kebanyakan game COD yang mereka memang sukses.
Microsoft mengakuisisi Rare (2002), dengan nilai US$375 juta
Sebelum akuisisi: Dengan membuat game berlisensi untuk NES, Rare dapat membangun reputasi dengan cukup cepat. Rare lalu berkolaborasi dengan Nintendo untuk membuat Donkey Kong Country, yang disambut dengan hangat oleh para gamers. Rare lalu meluncurkan beberapa sekuel dan spinoff dari game itu untuk GameBoy.
Sejak saat itu, mereka terus membuat game untuk konsol Nintendo, seperti Killer Instinct, Blast Corps, dan Goldeneye 007. Mereka juga membuat game 007 lain, yaitu Perfect Dark. Banjo-Kazooie adalah game lain dari Rare yang berhasil meraih sukses. Menariknya, walau Rare menelurkan banyak game populer untuk konsol-konsol Nintendo, perusahaan Jepang tersebut tak pernah mengakuisisi Rare.
Setelah akuisisi: Rare kesulitan untuk membuat game yang digemari oleh pemain Xbox. Mereka sempat meluncurkan game Banjo dan game orisinal untuk Xbox, seperti Grabbed by the Ghoulies, tapi game-game dianggap kurang sukses. Mereka lalu merilis Perfect Dark: Zero dan Kameo: Elements of Power untuk Xbox. Kedua game itu dianggap cukup sukses, tapi tidak sepopuler game-game lama yang mereka buat bersama Nintendo.
Setelah itu, Rare ikut serta dalam proyek terkait Xbox, termasuk Xbox Avatars, Project Spark, dan Kinect Sports. Sea of Thieves merupakan salah satu game orisinal dari Rare yang cukup sukses. Game itu juga populer di kalangan gamers PC. Kemudian, mereka membuat game action-adventure baru, yaitu Everwild.
Warner Bros. mengakuisisi Monolith Production (2004), nilai akuisisi tidak diketahui
Sebelum akuisisi: Monolith membuat game dengan genre dan style yang beragam sebagai eksperimen. Mereka meraih sukses dengan game first-person shooter, yang dinamai Blood. Setelah itu, mereka membuat sekuel dan expansions dari game tersebut, termasuk mecha anime yang terinspirasi dari game FPS itu, Shogo: Mobile Armor Division.
Sejak saat itu, Monolith memutuskan untuk fokus pada genre FPS. Dua game mereka — The Operative: No One Lives Forever dan Alien Versus Predator 2 — juga sangat laku di pasar. Faktanya, No One Lives Forever begitu sukses sehingga Monolith membuat sekuel dari game itu, yaitu No One Lives Forever 2: A Spy in H.A.R.M.’s Way, yang juga cukup populer. Setelah itu, Monolith terus membuat game FPS yang disambut dengan baik oleh para gamers, seperti Tron 2.0. Kemudian, Monolith bekerja sama dengan Warner Bros. untuk membuat The Matrix Online.
Setelah akuisisi: The Matrix Online mendapatkan sambutan yang beragam: sebagian memuji game tersebut, sebagian mencelanya. Warner Bros. lalu menjual lisensi dari game itu ke Sony Online Entertainment. Dan Monolith kembali membuat game FPS, yaitu F.E.A.R. Game tersebut mendapatkan pujian dari para kritikus berkat fitur slow motion dan AI musuh yang cerdas.
Sementara itu, game Condemned dan sekuelnya dianggap cukup sukses di Xbox. Condemned bahkan di-porting ke PC. Namun, penjualan dari game itu tidak terlalu baik, sehingga Monolith tidak lagi fokus pada seri tersebut.Ketika Monolith meluncurkan F.E.A.R 2, angka penjualan game itu cukup fantastis. Namun, game free-to-play competitive FPS dari Monolith, Gotham City Imposters, kurang laku di pasar. Setelah itu, Monolith kembali meraih sukses dengan membuat Middle-earth: Shadow of Mordor dan sekuelnya, Shadow of War.
Microsoft membeli Lionhead Studios (2006), nilai akuisisi tidak diketahui
Sebelum akuisisi: Game pertama Lionhead — Black & White — sangat sukses. Mereka lalu mengembangkan enam proyek sekaligus. Salah satu proyek yang jadi fokus mereka adalah Fable, yang juga sangat sukses. Black & White 2 dan The Movies dirilis beberapa tahun kemudian. Namun, keduanya tidak sesukses game pertama. Hal ini memperburuk keadaan finansial Lionhead.
Setelah akuisisi: Lionhead merilis Fable 2, yang mendapatkan reviews yang baik dan cukup laku di pasar. Mereka lalu membuat Fable 3 dalam waktu 18 bulan. Kritikus mengaku kecewa dengan kualitas dari game itu. Dan angka penjualan dari Fable 3 juga tidak sesuak harapan.
Lionhead lalu fokus pada berbagai proyek Kinect, termasuk Milo & Kate, yang akhirnya dibatalkan. Studio Head, Peter Molyneux dan beberapa staf senior dari Lionhead memutuskan untuk keluar. Lionhead kemudian mulai mengembangkan Fable Legends, yang merupakan live game pertama mereka. Proyek itu dibatalkan dan Lionhead ditutup.
EA mengakuisisi Bioware (2007), senilai US$775 juta
Sebelum akuisisi: Bioware sukses membangun reputasi sebagai salah satu developer game RPG terbaik di dunia. Dengan membuat Baldur’s Gate dan sekuelnya, Star Wars: Knights of the Old Republic, dan Mass Effect, Bioware membuktikan bahwa mereka bisa membuat game dengan genre dan desain yang beragam.
Setelah akuisisi: Para pendiri Bioware keluar. Game Dragon Age terbaru tetap memiliki karakter yang unik, tapi ceritanya tak lagi sedalam game sebelumnya. Trilogi Mass Effect mendapatkan sekuel yang diterima dengan cukup baik, walau game terakhir dari trilogi itu memunculkan kontroversi di kalangan para fans. Ketika Bioware meluncurkan Mass Effect Andromeda, banyak fans yang kecewa, karena kualitas game itu tidak sebaik trilogi Mass Effect.
Game berikutnya dari Bioware tidak lagi mengusung genre RPG, tapi mecha action, yaitu Anthem. Hanya saja, penerimaan dari game itu juga tidak terlalu baik. Para kritikus mengatakan, dunia dan cerita dari Anthem terasa hampa. Sekarang, Bioware telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang membuat Dragon Age 4.
EA mengakuisisi PopCap Games (2011), senilai US$750 juta
Sebelum akuisisi: PopCap berhasil membuat beberapa game kasual yang sederhana, tapi elegan dan menyenangkan untuk dimainkan. Mereka merilis game-game mereka di berbagai platform, mulai dari mobile, konsol, sampai PC. Beberapa game dari PopCap yang cukup sukses antara lain Bejeweled, Peggle, Peggle Nights, dan Plants vs. Zombies. Semua game itu meninggalkan kesan yang kuat di benak gamers karena tidak dilengkapi dengan microtransactions.
Setelah akuisisi: PopCap meluncurkan Plants vs Zombies 2: It’s About Time. Kali ini, game itu hanya diluncurkan untuk mobile. Sayangnya, game itu memiliki desain free-to-play yang penuh dengan microtransactions. Peggle 2 tidak dirilis di PC. Dan Peggle Blast, yang diluncurkan di mobile, juga memiliki sistem microtransactions yang mengganggu, seperti Plants vs. Zombies 2. Alhasil, reputasi game-game itu pun anjlok.
Plants vs. Zombies kini menjadi game third-person shooter di Garden Warfare yang dirilis di PC. Seri Garden Warfare diterima dengan cukup baik, walau desain game tersebut tidak lagi sederhana layaknya game-game yang PopCap buat sebelum akuisisi.
Microsoft mengakuisisi Mojang (2014), senilai US$2,5 miliar
Sebelum akuisisi: Minecraft merupakan game terpopuler di dunia. Hanya saja, mengingat Mojang bukanlah perusahaan sebesar Microsoft, mereka mengalami sedikit kesulitan untuk melakukan ekspansi ke banyak platform sambil terus meluncurkan update untuk Minecraft. Namun, game itu tetap dimainkan oleh banyak orang.
Setelah akuisisi: Pada awalnya, sempat ada kekhawatiran bahwa akuisisi Mojang oleh Microsoft akan membuat Minecraft menjadi game eksklusif untuk PC dan Xbox. Kabar baiknya, Minecraft tetap bisa dimainkan di mobile, PlayStation 4, dan Nintendo Switch. Mojang bahkan tetap memperhatikan versi Java Edition dari Minecraft. Satu hal yang berubah, Microsoft mendorong Mojang berkolaborasi dengan studio internal mereka yang lain untuk membuat spinoff dari Minecraft, seperti Minecraft Dungeon, mobile game Minecraft Earth, dan Minecraft untuk Hololens.
Sega mengakuisisi Relic Entertainment (2013), senilai US$23 juta
Sebelum akuisisi: Pada awalnya, Relic ada di bawah naungan THQ. Ketika itu, mereka berhasil membuat game-game RTS terbaik, termasuk seri Homeworld, Warhammer 40,000: Dawn of War serta expansions-nya, dan Company of Heroes. Kemudian, THQ bangkrut dan menjual Relic ke Sega. Sementara franchise Homeworld dijual terpisah dalam sebuah lelang, yang akhirnya dimenangkan oleh Gearbox.
Setelah akuisisi: Relic meluncurkan Company of Heroes 2. Game itu dikritik karena AI-nya yang kurang baik dan pacing game yang buruk. Relic lalu merilis Dawn of War 3, yang memiliki mekanisme yang cukup baik, tapi cerita yang mudah dilupakan. Relic kemudian mengembangkan Age of Empires 4, yang dirilis pada Oktober 2021.
EA mengakuisisi Respawn Entertainment (2017), senilai US$315 juta
Sebelum akuisisi: Respawn membuat dua game Titanfall, yang cukup populer. EA merupakan publisher dari kedua game Titanfall. Kedua game itu populer, walau tidak terlalu menguntungkan.
Setelah akuisisi: Didasarkan pada desain Titanfall, Respawn membuat Apex Legends, yang berhasil menemukan audiens yang tepat di masa keemasan genre battle royale. Selain itu, Respawn juga sukses dengan Star Wars Jedi: Fallen Order. Sekuel dari game itu segera dibuat. Setiap bulan, Respawn meluncurkan season baru untuk Apex Legends, demi mempertahankan jumlah pemain dari game tersebut. Kemudian, Respawn dapat membuka studio baru di Vancouver, Kanada.
Microsoft mengakuisisi ZeniMax Media (2020), senilai US$7,5 miliar
Sebelum akuisisi: ZeniMax merupakan perusahaan induk dari beberapa studio game yang berhasil membuat sejumlah franchise ternama. Contohnya, Bethesda Game Studio yang membuat The Elder Scrolls, Fallout, dan Starfield, id Software yang membuat Doom, Quake, dan Rage, Arkane Studios yang merupakan kreator di balik Dishonored dan Prey, MachineGames yang membuat seri Wolfenstein, Tango Gameworks dengan The Evil Within, dan ZeniMax Online Studios, yang membuat The Elder Scrolls Online.
Setelah akuisisi: Dengan akuisisi ZeniMax, jumlah studio internal Microsoft bertambah menjadi 23 studio, mengalahkan Sony, yang hanya memiliki 13 studio internal. Menurut laporan The Verge, setelah diakuisisi, Bethesda akan tetap menjadi perusahaan mandiri dan kepemimpinan perusahaan juga tidak berubah. Microsoft juga berjanji untuk tidak menghentikan dukungan untuk game-game seperti The Elder Scrolls: Online, yang berarti, game-game tersebut akan tetap tersedia di luar PC dan Xbox.
Namun, Microsoft juga mengungkap, Bethesda akan membuat beberapa game eksklusif untuk PC dan Xbox. Melalui akuisisi ini, Microsoft juga ingin memberikan pengalaman bermain game yang memuaskan untuk pelanggan Game Pass.