Di dua bulan terakhir ini, sudah terdeteksi sejumlah gerakan perusahaan cloud computing (komputasi awan) di Indonesia. Yang pertama adalah Joyent Cloud yang berpartner dengan Anise Asia — yang berbasis di Malaysia. Joyent Cloud dan Anise Asia beberapa waktu lalu mengadakan seminar yang mencoba memberi informasi tentang keunggulan cloud computing dan mitos-mitos yang menyelimutinya. Joyent Cloud merupakan salah satu pionir layanan cloud computing dan saat ini digunakan oleh sejumlah layanan besar, termasuk LinkedIn.
Berikutnya adalah Amazon Web Services yang memberi dukungan terhadap meetup yang digagas oleh e27 dan StartupLokal lalu. Yang terbaru adalah CBN yang mengembangkan cloud computing data center yang dibantu oleh teknologi switching dari Brocade. Untuk ranah lokal, selain CBN Anda tentu masih ingat bahwa Biznet telah lebih dahulu mengembangkan layanan cloud computing-nya.
Ini merupakan fenomena perkembangan teknologi. Dulu perusahaan-perusahaan besar berlomba-lomba membuat data center sendiri supaya bisa mengelolanya sendiri — dengan alih-alih menghemat biaya. Dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, pembaruan teknologi setiap tahun tentunya kurang feasible dan malah membuat pengeluaran menjadi membengkak. Yang jadi pertanyaan, dengan menggunakan cloud computing, apakah mengurusi sistem menjadi semakin mudah atau malah bertambah kompleks?
Yang menjadi issue untuk beralih ke cloud computing biasanya adalah masalah budget dan reliabilitas. Apakah dengan mengalihkan semua sistem ke cloud, biaya yang dikeluarkan setiap bulannya bakal menjadi lebih murah, atau malah semakin mahal? Lalu bagaimana dengan reliabilitas? Anda tentu masih ingat kasus crash-nya Amazon Web Services yang mengakibatkan terhentinya sejumlah layanan seperti Foursquare, Reddit ataupun Quora. Apa jaminan bahwa layanan cloud computing tidak mengalami crash dan menghambat produktivitas?
Francis Lee, CTO APAC di Joyent, mengatakan bahwa sesungguhnya biaya untuk menggunakan layanan cloud computing bukan berarti lebih murah ketimbang membuat data center sendiri. Tapi Anda perlu ingat bahwa untuk membuat data center sendiri Anda harus menganggarkan capital expenditure (capex) yang tidak sedikit — bangunan, infrastruktur, dan perangkat komputer itu sendiri, semuanya memiliki depresiasi yang memerlukan biaya perawatan. Dengan cloud computing, yang Anda pikirkan hanyalah biaya operasional (opex – operational expenditure) setiap bulannya tanpa pusing bagaimana meningkatkan kemampuan performa komputasi tahun depan.
Bagaimana dengan reliabilitas? Ini yang tricky dan merupakan titik keunggulan dari tiap-tiap layanan cloud computing. Masing-masing dari layanan ini menggunakan teknologi terkustomisasi yang berbeda-beda. Ada yang bahkan menjadikan suatu data center sebagai suatu entitas tersendiri yang perlu diatur menggunakan sistem operasi khusus. Tips memilihnya adalah berhubungan dengan kualitas performa yang dihasilkan dan apa yang layanan tersebut siapkan untuk meminimalisasi kemungkinan crash.
Selain itu, perusahaan juga harus mengerti bahwa menyerahkan seluruh perangkat di tangan layanan cloud computing bukan berarti si pemilik bisa berleha-leha dan tak mau tahu soal penggunaan sistemnya. Pembuat layanan cloud computing yang baik pasti dari awal sudah mengajak pihak perusahaan untuk sama-sama membangun desain arsitektur sistem komputasi yang disewanya demi menjamin security dan optimalisasi sistem. Pembelajaran soal teknologi baru dalam hal ini mutlak diperlukan.
Nah, kembali ke pertanyaan semula, akankah layanan cloud computing menjadi tren di Indonesia tahun 2012? Saya pribadi cenderung pro untuk penetrasi layanan cloud computing yang lebih luas di Indonesia tapi teknologi ini belum akan menjadi tren sepenuhnya di tahun 2012. Tahun depan akan menjadi fase edukasi di mana berbagai perusahaan sudah mulai tergerak untuk mengetahui lebih lanjut tentang layanan ini dan pro-kontranya. Bakal lebih banyak perusahaan yang melakukan trial untuk mengetahui apakah menggunakan layanan cloud adalah lebih baik di berbagai sisi ketimbang memelihara data center sendiri.
Dibutuhkan satu atau dua studi kisah sukses dari migrasi sistem perusahaan besar, terutama di lingkup lokal, untuk mendorong percepatan adaptasi cloud computing di Indonesia. Saya estimasikan cloud computing baru mulai mendapat kepercayaan dari konsumen di tahun 2013, atau selambat-lambatnya 2014. Dengan demikian, fase setahun dua tahun ke depan merupakan fase penting bagi layanan cloud computing untuk membuktikan kepada publik Teknologi Informasi di tanah air bahwa mereka memang memiliki kelebihan.
biasanya analisa Amir K ini kurang tepat.
Dulu rasanya beliau menganalisa bahwa tahun ini adalah tahun berkurangnya trend blackberry. nyatanya sampai akhir tahun ini, blackberry tetao merajai di indonesia
halo anonim, soal tren blackberry, sudah merasa tahun ini makin berkurang hype-nya dan makin digemarinya Android low-end? Samsung sudah klaim pangsa pasar Android naik 5 kali lipat dari 6% ke 29% tahun ini saja. Coba cek statement Anda lagi 🙂
Plus jika Anda baca lagi, tren cloud computing tidak akan hadir di Indonesia tahun depan — setidaknya hingga 2013/2014.
Menitipkan sejumlah data berharga pada pihak ketiga adalah hal yang berbahaya. Saya sendiri tidak menolak cloud computing. Hanya bersikap sinis untuk saat ini sambil mencari bagaimana menyimpan data yang sangat aman.
Kemudian coba kita lihat apa yang terjadi pada RINOA Project di India? Pada akhirnya layanan cloud computing yang dimiliki beberapa produsen ponsel menyetujui sebagai alat mata-mata militer India pada warganya sendiri. Inikah titik klimaks layanan data berbasis awan?
mengapa cloud computing baru sekarang diperbincangkan di indonesia,???
khan cloud computing da lama sekali…
coz cloud computing bisa memberikan pelayanan baru bagi masyarakat luas….
Loeboyte.blogspot.com