Industri game adalah salah satu industri yang kebal terhadap pandemi. Faktanya, industri game global justru tumbuh selama pandemi virus corona. Tidak heran, mengingat semakin banyak orang yang menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game karena harus diam di rumah. Di Indonesia, nilai industri game pada 2021 diperkirakan mencapai US$1,9 miliar , menurut data dari Statista.
Ke depan, industri game Indonesia juga diperkirakan masih akan tumbuh. Dalam lima tahun ke depan, Compound Annual Growth Rate (CAGR) industri game Indonesia diperkirakan akan mencapai 9,58%. Jadi, pada 2025, industri game Indonesia diduga akan bernilai US$2,8 miliar. Masalahnya, jumlah perusahaan game di Indonesia tidak banyak.
Hari Sungkari, yang baru diangkat sebagai penasehat Agate, menyebutkan bahwa pada 2018, nilai industri game di Indonesia mencapai US$1,6 miliar. Sementara pangsa pasar yang dikuasai oleh developer lokal hanyalah 0,6%. Alasannya, karena jumlah perusahaan game di Indonesia yang memang sangat sedikit, sekitar lebih dari 25 perusahaan. Dan jumlah talenta pembuat game di Indonesia pun tidak banyak. Dari 270 juta orang yang ada di Indonesia, jumlah orang yang bekerja di industri game hanyalah sekitar 2 ribu orang. ada di kisaran dua ribu orang.
Kemudian, Hari membandingkan industri game Indonesia dengan industri game Vietnam. Nilai industri game Vietnam hanya mencapai US750 juta. Namun, perusahaan game lokal menguasai 58% dari pangsa pasar tersebut. Memang, di Vietnam, jumlah perusahaan dan talenta yang bekerja di industri game juga lebih banyak dari di Indonesia. Di Vietnam, ada lebih dari 150 perusahaan game dengan jumlah pekerja di bidang game mencapai lebih dari 20 ribu orang.
Berdasarkan survei yang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) adakan, salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh developer game Indonesia adalah biaya produksi game. Sekitar 67,8% developer di Indonesia masih menggunakan dana pribadi. Alhasil, developer pun tidak bisa membuat game yang membutuhkan biaya produksi terlalu besar. Sekitar 29,23% dari developer Indonesia memiliki biaya produksi kurang dari Rp10 juta per tahun.
Agate lalu mengambil inisiatif untuk membuat Agate Skylab Fund. Melalui program Skylab Fund, Agate menawarkan dana untuk para developer game lokal. Tidak tanggung-tanggung, investasi yang Agate tawarkan melalui Skylab Fund berkisar dari US$100 ribu sampai US$1 juta. CEO Agate, Arief Widhiyasa menjelaskan, tujuan mereka mengadakan program Skylab Fund adalah untuk mendorong pertumbuhan industri game Indonesia. Dengan adanya program pendanaan ini, Agate berharap, developer Indonesia akan bisa membuat game yang lebih besar dari kebanyakan game lokal yang ada di pasar sekarang.
Dalam presentasinya, Arief mengelompokkan perusahaan game ke dalam enam level. Yang menjadi tolok ukur dalam pengelompokkan tersebut adalah jumlah pemasukan yang didapat oleh perusahaan setiap tahun. Sebagian besar developer Indonesia adalah di level 4 sampai 6, dengan penghasilan sekitar US$10 ribu sampai lebih dari US$1 juta per tahun. Sebagai perbandingan, Valve ada di Tier 3, dengan pemasukan lebih dari US$10 juta per tahun dan Sega ada di Tier 2, dengan pemasukan lebih dari US$100 juta per tahun. Sementara perusahaan seperti Nintendo dan Sony ada di Tier 1 dengan pemasukan lebih dari US$1 miliar per tahun.
“Kebanyakan game developer kita ada di Tier 4 sampai 6. Kami melakukan riset untuk tahu bagaimana caranya agar kita bisa naik kelas. Berdasarkan AGI, pertumbuhan organik industri game Indonesia adalah 25%. Jika selama 10 tahun ke depan, industri game lokal terus tumbuh secara organik, kita cuma akan naik ke Tier 3,” ujar Arief. Dia menyebutkan, Agate Skylab Fund merupakan usaha agar para developer Indonesia bisa masuk ke Tier 1.
Selain pendanaan, melalui Skylab Fund, Agate juga akan menawarkan mentorship, networking, dan unity. Arief menjelaskan, saat ini, Skylab Fund ditujukan untuk membantu developer-developer lokal yang punya ambisi untuk membuat game besar. “Apakah game konsol atau game mobile, free-to-play atau premium, yang penting mimpinya besar,” ujarnya.
Sumber header: Good News from Indonesia