5 Developer Game Lokal yang Hadir di IGDX 2022

Sejumlah developer Indonesia hadir di IGDX 2022

Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan teknis dan bisnis dari developer game Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Telekomunikasi mengadakan Indonesia Game Developers Exchange (IGDX) 2022. Berikut lima developer lokal yang hadir di acara tersebut. ````````````````````````````````````

Eternal Dream Studio

Salah satu developer game lokal yang hadir di IGDX Business adalah Eternal Dream Studio, kreator dari visual novel When The Sun Shines Over Us alias Menggapai Matahari.

Hybrid.co.id mendapatkan kesempatan untuk mewawancara CEO Lucky Putra Dharmawan. Dia bercerita, dia mendirikan Eternal Dream pada 2017. Walau tidak mengerti game, dia tetap nekat untuk terjun ke industri game. Selama 2 tahun -- dari 2017 sampai 2019 -- Lucky merasa, dia hanya "meraba-raba dalam gelap".

Kabar baiknya, Eternal Dream mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam program inkubasi dari Telkom. Sebagai bagian dari program itu, Lucky harus tinggal di Bandung selama tiga bulan. Di sini, dia tidak hanya mendapatkan teman sesama developer, tapi juga mentor. Selama masa inkubasi, Eternal Dream mencoba untuk membuat otome game. Namun, Lucky merasa, game itu tidak bagus.

Setelah masa inkubasi selesai, tiga dari lima anggota tim Eternal Dream memutuskan untuk keluar. Kabar baiknya, mereka mendapatkan tawaran kerja sama dari Niji Games, yang menawarkan untuk membantu dalam proses publishing dan bahkan pembuatan art dari game. Hanya saja, Niji menyarankan agar Eternal Dream tidak membuat otome game biasa. Karena, pihak Niji menganggap, saat ini, sudah ada banyak otome game di pasar.

Sebagai gantinya, Eternal Dream didorong untuk visual novel game dengan tema yang lebih serius. Alhasil, Eternal Dream memutuskan untuk membuat game bertema mental health.

Eternal Dream mulai membuat visual novel Menggapai Matahari pada Juni 2020. Mereka merilis game itu pada Oktober 2021. Lucky mengatakan, tujuan utama mereka merilis game tersebut adalah untuk mendorong tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan mental.

"Waktu kita rilis Menggapai Matahari, ekspektasiku nggak tinggi," kata Lucky. Dia memperkirakan, total downloads dari game itu tidak akan melebihi 10 ribu downloads. Namun, ternyata, game visual novel tersebut diunduh sebanyak 300 ribu kali. "Menurutku, angka itu cuma bonus. Goals-ku untuk raise awareness tentang mental health sudah tercapai," ujarnya.

Dia mengatakan, ada fans yang mengirimkan email, mengucapkan terima kasih karena telah membuat game tersebut. "Buat aku, itu adalah rewards tertinggi."

Pendopo Studio

Pendopo Studio adalah salah satu developer asal Yogyakarta. Saat ini, mereka sedang mengembangkan game berjudul Rendezvous.

Berbeda dengan Menggapai Matahari yang mengambil setting lokasi di SMA, Rendezvous mengambil setting waktu di masa depan, untuk lebih tepatnya, pada tahun 2064. Sementara setting lokasi yang diambil adalah Surabaya, yang dinamai Neo-Surabaya. Tema dari game buatan Rendezvous ini adalah cyberpunk.

Dalam IGDX 2022, Puspanegara DS, CEO dan Co-founder Pendopo Studio, mengungkap, Rendezvous merupakan pixel art game dengan grafik 2,5D. DiIa menjelaskan, alasan mengapa Pendopo memutuskan untuk membuat game 2,5D adalah karena artstyle ini memiliki ciri khas unik yang membuatnya terlihat hidup.

Rendezvous mengambil setting lokasi di Surabaya pada masa depan. | Sumber: Steam

Untuk masalah genre, Rendezvous mengusung narative puzzle adventure. Tokoh utama dari Rendezvous adalah Setyo, mantan agen intelijen yang memutuskan untuk bekerja sebagai seorang security technician di Bay City.

Dia memutuskan untuk kembali ke Neo-Surabaya setelah dia mendengar bahwa adiknya -- satu-satunya keluarga yang tersisa -- terlibat dengan grup Cyberrunner paling berbahaya di Neo-Surabaya.,

GameChanger Studio

Berasal dari Banten, Jawa Barat, GameChanger Studio dikenal sebagai kreator dari My Lovely Daughter dan My Lovely Wife. Roderick M. Irawan, CTO GameChanger Studio, mengatakan, saat ini, mereka sedang mengembangkan game ketiga di seri My Lovely, yaitu My Lovely Empress.

Dirilis pada 2018, My Lovely Daughter bercerita tentang seorang alchemist yang ingin menghidupkan kembali anak perempuannya. Untuk itu, sang alchemist harus membuat dan membesarkan puluhan homonculus. Namun, pada akhirnya, semua homonculus itu akan dibunuh oleh sang alchemist demi memajukan proses riset untuk menghidupkan kembali sang anak yang telah mati.

My Lovely Daughter buatan GameChanger Studio. | Sumber: Steam

Roderick mengungkap, lebih dari 50% pemain My Lovely Daughter berasal dari Tiongkok. Alasannya, karena cerita game ini terasa "relatable" dengan para orang tua yang harus tunduk dengan peraturan satu anak dari pemerintah.

Roderick juga menjelaskan, My Lovely Daughter memang mengangkat tema yang "dark". Walau GameChanger tidak menyampaikan pesan secara eksplisit, mereka menampilkan cerita tentang bahaya kekerasan pada anak.

Wisageni Studio

Sama seperti Pendopo, Wisageni adalah studio asal Yogyakarta. Berbeda dengan kebanyakan studio game, Wisageni fokus untuk melakukan pekerjaan dari developer atau publisher lain.

Vania Marita, Co-Founder Wisageni memperkirakan, 70% dari tim mereka bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan dari developer/publisher lain dan hanya 30% tim yang membuat game atas nama Wisageni.

"Kebanyakan pekerjaan kita adalah membantu developer atau publisher lain. Misalnya, mereka sudah punya IP dan mereka ingin membuat prequel atau sequel dari game itu, kita yang bertanggung jawab atas game tersebut," kata Vania. Terkadang, Wisageni juga hanya bertugas untuk mengerjakan elemen dari game buatan developer lain, seperti bagian backend atau update aset.

Didirikan pada 2015, Wisageni membuktikan bahwa model bisnis yang mereka gunakan dapat membuat mereka bertahan di industri game selama tujuh tahun. Tentu saja, ada perbedaan antara mengembangkan game sendiri dengan membantu developer lain dalam membuat game mereka. Salah satunya, kepemilikan atas intellectual property (IP).

Wisageni sedang mengembangkan game sendiri, berjudul KISS. | Sumber: Steam

"Kalau kita memiliki sebuah IP, ada harga tersendiri yang harus kita bayar," ujar Vania. "Kalau kita membuat IP orang lain, kita bekerja layaknya kontraktor. Istilahnya, mereka yang harus mengambil risiko."

Sebagai "kontraktor", maka Wisageni akan dibayar atas jasa yang mereka berikan, tanpa mempedulikan apakah game yang mereka bantu buat memang laku atau tidak di pasar. Meskipun begitu, terkadang, Wisageni akan mendapatkan kontrak untuk berbagi pemasukan.

Meski fokus untuk menyediakan layanan demi membantu developer lain, Wisageni juga tengah mengembangkan game sendiri. Game yang berjudul KISS: K-pop Idol StorieS - Road to Debut ini merupakan game manajemen idols.

Vania memperkirakan, Wisageni akan dapat menyelesaikan game tersebut pada Q2 2023. Game KISS akan tersedia untuk PC dan konsol. Sayangnya, Vania belum masih bisa menyebutkan tanggal rilis dari game tersebut. Dia menyebutkan, tanggal peluncuran game KISS akan ditentukan oleh publisher.

Mojiken Studio

Berkebalikan dengan Wisageni, Mojiken Studio justru fokus untuk mengembangkan IP mereka sendiri. Sejauh ini, studio asal Surabaya tersebut telah menghasilkan sejumlah game ternama, termasuk A Raven Monologue, Ultra Space Battle Brawl, She and the Light Bearer, When The Past Was Around, dan lain sebagainya. Di awal 2023 mendatang, mereka akan meluncurkan game baru mereka, A Space for the Unbound.

Eka Pramudita, CEO Mojiken Studio menceritakan, pada awalnya, Mojiken bukanlah game studio, tapi studio ilustrasi. Tidak heran, mengingat sebagian besar staf Mojiken memang merupakan lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV).

aSeiring dengan waktu, jumlah studio ilustrasi pun bertambah. Dan Mojiken merasa, mereka harus mengubah haluan perusahaan untuk bisa bertahan. Alhasil, mereka memutuskan untuk membuat game.

Meskipun begitu, Mojiken mengalami kesulitan teknis dalam pembuatan game, khususnya coding. "Hampir 90% staf di Mojiken adalah artist. Programmer kita cuma satu," kata Eka ketika dia menceritakan awal dari Mojiken. Alhasil, Mojiken pun kembali menjual jasa layanan ilustrasi.

"Lama-lama, kita kok tidak terasa seperti studio. Karena setiap anak punya proyek sendiri-sendiri," ujar Eka. "Kita jadi seperti co-working space." Untuk mengubah hal ini, Mojiken pun memutuskan untuk mengadakan Mojiken Camp.

Mojiken Camp berlangsung selama sekitar dua bulan. Selama periode waktu itu, semua staf Mojiken diharuskan untuk mencoba membuat sebuah game. "Dari sana, kita belajar ternyata game itu sangat bermacam-macam. Tidak hanya harus bunuh-bunuhan atau berlomba mengejar high score," ujar Eka. "Ternyata, game itu bisa digunakan sebagai media untuk berekspresi. Karena itu, game-game awal kita sangat eksperimental."

Menariknya, game-game "eksperimental" ini justru menarik perhatian media asing. Kemudian, Mojiken pun dilirik oleh Toge Productions. Keduanya lalu memutuskan untuk bekerja sama.

Awalnya, Mojiken dan Toge hanya membuat game mobile sederhana. Perlahan tapi pasti, hubungan antara Toge dan Mojiken pun semakin erat. Menganggap Mojiken bisa dipercaya, Toge pun menanamkan investasi di developer itu. "Kita terus bekerja sama dengan Toge sampai sekarang," kata Eka. "Kita kini bisa fokus untuk membuat game IP kita sendiri, untuk konsol dan Steam."