Organisasi di Indonesia berpotensi mengurangi kerugian akibat serangan siber hingga senilai IDR 29 triliun selama lima tahun ke depan. Potensi penghematan inilah yang menjadi latar belakang peluncuran program “Indonesia BerdAIa untuk Keamanan Siber” oleh Google Cloud.
Inisiatif ini, yang merupakan bagian dari acara Bisnis Amerika Serikat untuk Indonesia (BISA), bertujuan memperkuat pertahanan digital sektor ekonomi utama di Indonesia dengan solusi, keahlian, dan pelatihan keamanan siber berbasis Artificial Intelligence (AI).
Fondasi utama dari program ini adalah peluncuran Data Region Operasi Keamanan Google Cloud di Indonesia, yang di-hosting di pusat data Google Cloud Jakarta. Kehadiran data region baru ini memungkinkan organisasi di Indonesia,termasuk lembaga pemerintah dan perusahaan di industri yang teregulasi, untuk memanfaatkan platform Google Security Operations sambil tetap mematuhi persyaratan lokal terkait residensi data.
Fanly Tanto, Country Director, Indonesia, Google Cloud, mengatakan: “Kerugian finansial dan reputasi akibat pelanggaran data berakar dari tiga masalah keamanan yang paling mendasar: besarnya jumlah ancaman (threat overload),pekerjaan manual (toil), dan kesenjangan keahlian (talent gap) yang makin melebar. “Indonesia BerdAIa untuk Keamanan Siber” membantu organisasi mengatasi masalah-masalah ini. Dengan adanya platform operasi keamanan berbasis AI, threat intelligence yang dapat ditindaklanjuti dalam skala yang tak tertandingi, pakar dari Mandiant, dan aneka pelatihan mendasar, perusahaan dapat menerapkan pendekatan modern dalam mendeteksi, menyelidiki, dan merespons ancaman siber secara lebih cepat dan efektif. Program ini akan membekali perusahaan dengan panduan defender’s advantage untuk melindungi aset terpenting mereka.”
Melalui program ini, Google Cloud bersama ekosistem mitra Managed Security Service Provider (MSSP) seperti Accenture, Astra Graphia Information Technology (AGIT), Deloitte, Elitery, dan SQShield, akan memfasilitasi penerapan roadmap transformasi keamanan.
Proses ini mencakup penilaian mandiri, pengembangan strategi, penerapan platformGoogle Security Operations, perumusan KPI (seperti Mean Time to Detect dan Mean Time to Respond), serta pelatihan kesiapan siber bagi SDM melalui Google Cloud Skills Boost dan Mandiant Academy dengan akses bersubsidi.
Inti dari solusi ini adalah platform Google Security Operations, yang menyatukan kapabilitas SIEM (Security Information and Event Management) dan SOAR (Security Orchestration, Automation, and Response) serta didukung oleh agen AI berbasis Gemini for Security. Platform ini dirancang untuk mengatasi tiga masalah utama tim keamanan:
- Beban Ancaman Berlebih (Threat Overload): Ditangani oleh Alert Triage Agent yang secara otomatis mengumpulkan konteks, menganalisis perintah, memetakan peristiwa, dan memberikan penilaian pada setiap peringatan.
- Pekerjaan Manual (Toil): Dikurangi oleh Investigation Assistant yang dapat meringkas temuan dalam bahasa natural dan membantu analis membuat kueri penelusuran yang kompleks.
- Kesenjangan Keahlian (Talent Gap): Dijembatani dengan memberdayakan analis junior untuk melakukan fungsi lanjutan, dibantu oleh Playbook Assistant untuk mengotomatiskan alur kerja respons insiden.
Fanly menambahkan bahwa ini adalah bagian dari visi besar “SOC agentic Google Cloud”, di mana sistem multi-agen bekerja berdampingan dengan para profesional keamanan untuk menangani tugas rutin dan mengotomatiskan alur kerja.
Beberapa organisasi terkemuka seperti Astra International, Bukalapak, Dipo Star Finance, dan Kereta Api Indonesia termasuk di antara pengguna awal yang telah bergabung dalam program ini untuk mempercepat transformasi keamanan mereka.
Disclosure: Artikel ini disusun dengan bantuan AI dan dalam pengawasan editor.