Platform social commerce KitaBeli mengumumkan telah mendapatkan pendanaan tambahan untuk putaran seri A. Sejumlah investor yang berpartisipasi termasuk Vidit Aatrey dan Sanjeev Barnwal (founder Meesho, India), Kopi Kenangan Capital, dan Banana Capital. Perolehan ini berselang sekitar 6 bulan dari pendanaan seri A $10 juta yang dibukukan perusahaan pada Maret 2021 lalu.
Dana tambahan akan digunakan untuk mempercepat ekspansi ke lebih banyak kota, serta membangun SKU bagi konsumen guna menciptakan one-stop-shop untuk berbagai kebutuhan e-commerce di luar perkotaan besar.
KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore. Dengan konsep ‘group buying’, platform mereka menjual kebutuhan sehari-hari seperti FMCG, produk segar, kecantikan, elektronik, dan lain-lain. Fokus utamanya di pasar kota tier-2 sampai 4 — melihat daftar di situsnya, saat ini mereka telah beroperasi di 13 kota, mulai dari Solo, Medan, Kediri, Depok, Madiun, Yogyakarta, dll.
Vidit dari Meesho mengatakan bahwa kombinasi model bisnis yang dijalankan KitaBeli potensial untuk bertumbuh di pasar Indonesia. KitaBeli menggabungkan pendekatan ‘group buying’ ala PinDuoDuo dan menggabungkan dengan pendekatan komunitas lokal.
Cara kerjanya, melalui aplikasi KitaBeli, pengguna atau tokoh masyarakat yang menjadi ‘team leader’ dapat membagikan informasi mengenai katalog/harga produk di lingkaran sosial mereka. Kemudian, orang-orang dapat turut memesan barang tersebut melaluinya. Dengan harga bersaing, pendekatan jaringan offline ini dinilai akan efektif.
“Kami memiliki keyakinan kuat bahwa strategi KitaBeli dalam memiliki hubungan pelanggan akhir adalah faktor pembeda utama yang membedakannya dalam ruang kompetitif,” kata Turner Novak dari Banana Capital.
Berbondong melayani kota kecil
Menurut data yang disampaikan, saat ini Indonesia menjadi pasar utama untuk e-commerce di Asia Tenggara. Namun demikian penetrasi layanan di negara tersebut masih kurang dari 10% dari total GMV ritel yang ada. Artinya masih ada potensi pasar signifikan yang belum digarap.
Sementara basis konsumen di kota tier 2-4 telah menyumbang 75% dari total $175 miliar dalam GMV ritel. Penetrasi pengguna e-commerce di kota-kota ini bisa dikatakan minim dan memberikan ruang gerak untuk digitalisasi selanjutnya.
Atas dasar tersebut, startup social commerce berbondong-bondong hadir meramaikan pasar dengan berbagai pendekatannya masing-masing. Bulan ini saja sudah ada dua startup social commerce yang umumkan pendanaan, yakni Dagangan untuk seri A senilai 163 miliar Rupiah dan Evermos untuk seri B 427 miliar Rupiah. Dengan dana segar yang didapat, keduanya juga berkomitmen untuk melakukan penetrasi lebih dalam ke kota-kota kecil di seluruh Indonesia.
Pendekatan social commerce juga dinilai cocok untuk mengedukasi pengguna baru yang sebelumnya tidak terlalu akrab dengan e-commerce. Cara kerjanya memadukan antara jaringan online dan offline, memanfaatkan komunitas masyarakat, baik sebagai perantara pembelian maupun reseller. Konsumen akhir akan berhubungan dengan orang di sekitarnya untuk pembelian [offline], sementara orang tersebut akan melakukan pemesanan dengan proses bisnis yang sepenuhnya ditangani pemilik platform [online].