Dark
Light

Mengharapkan “Unicorn” dari Startup Budidaya Indonesia

3 mins read
August 12, 2021
Startup agritech dan aquatech di Indonesia mulai menunjukkan taring / Depositphotos.com
Startup agritech dan aquatech di Indonesia mulai menunjukkan taring / Depositphotos.com

Sempat dipandang sebelah mata, sektor pertanian dalam ekosistem startup digital kini mulai tunjukkan potensi luar biasa. Bahkan saat pandemi, beberapa layanan terkait bisnis budidaya mendapati traksi yang luar biasa.

Menurut laporan bertajuk “Driving the Growth of Agritech Ecosystem in Indonesia” yang disusun DSInnovate bersama Crowde, diungkapkan sejumlah potensi dan tantangan dalam industri pertanian di Indonesia. Pertama dari sisi hulu, yakni sistem produksi oleh petani, per tahun 2018 tercatat ada sekitar 33,4 juta petani di seluruh Indonesia. Kedua, dari total tersebut 4,5 juta di antaranya telah memiliki akses ke internet.

Temuan ini menjadi menarik, artinya dengan pengembangan infrastruktur pita lebar yang terus dikebut oleh pemerintah dan aksesibilitas ke perangkat akses internet yang semakin terjangkau, dapat menjadi medium yang baik bagi sektor produksi ke sisi hulu untuk terhubung ke pasar. Startup agritech pun dapat berperan penting dalam memberikan edukasi  — beberapa telah melakukan, dengan implikasi dibukanya kanal distribusi produk pertanian yang lebih efisien.

Masih dari laporan yang sama, terungkap beberapa permasalahan mendasar yang dialami oleh industri pertanian tanah air. Meliputi peningkatan produktivitas, akses ke permodalan, regenerasi, dan akses pasar. Soal produktivitas termasuk distribusi pupuk dan langkah preventif yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan potensi lahan didasarkan kondisi cuaca.

Berjalan di arah yang sama

Dimulai dari akar permasalahan tersebut, founder mencoba menghadirkan solusi yang efisien untuk memberikan efisiensi pada proses bisnis pertanian. Dari model bisnis yang sudah ada sejauh ini, kami mencoba memetakan ke dalam peta solusi di bawah ini.

Gambaran proses bisnis hulu ke hilir startup budidaya di Indonesia / DailySocial

Ada alasan yang cukup masuk akan kenapa pada akhirnya para startup memilih untuk melakukan pendekatan dari ujung ke ujung. Yakni menghadirkan efisiensi dari proses keseluruhan – termasuk di sisi variabel biaya, waktu, hingga kualitas produk. Langkah pertama yang harus dilakukan tentu pemilik platform perlu melakukan edukasi dan meyakinkan mereka bahwa dengan demokratisasi teknologi banyak potensi yang bisa didapat. Caranya beraneka ragam, dan yang akan diterima dengan baik adalah pendekatan solutif.

Dalam kesempatan wawancara dengan Co-Founder Tanihub Ivan Arie Sustiawan satu tahun setelah bisnisnya meluncur, ia menjelaskan perannya sebagai perantara jual-beli. Setiap transaksi pembelian akan dibayarkan terlebih dulu oleh Tanihub ke penjual berdasarkan tagihan atas penyerahan produk pangan ke pembeli, dan pembeli akan membayar tagihan ke TaniHub sesuai syarat dan ketentuan pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Kebanyakan klien yang membeli lewat marketplace Tanihub adalah pemilik usaha yang biasanya membeli bahan pokok dengan jumlah besar. Proses pengadaan kadang membutuhkan waktu panjang untuk pencairan dana kepada petani. Di titik ini para petani bimbang, jika menjual cepat ke tengkulak mereka mendapati harga yang lebih murah; sementara menjual ke bisnis aksesnya sulit dan butuh waktu yang lama. Di situlah Tanihub masuk.

Seiring dengan penerimaan proses bisnis, eskalasi produk pun dilakukan. Dengan kepastian produknya diserap oleh platform, startup menawarkan pendanaan (modal) untuk membantu perluasan produksi, bahkan hingga pengemasan dan logistik (warehouse) untuk menangani proses distribusi.

Sektor perikanan relatif sama

Menyasar segmen pembudidaya yang sudah akrab dengan ponsel pintar dan internet, eFishery menghadirkan solusi pakan ternak otomatis berbasis IoT dengan jaminan lebih terukur dan hemat – berdampak pada nilai ekonomi. Proses edukasi dilakukan dengan cara bersama-sama mendampingi petani ikan untuk meningkatkan produksi mereka.

Penerimaan tersebut disambut baik oleh mereka dengan menambahkan layanan yang lebih menyeluruh, mulai layanan permodalan untuk pengadaan alat (eFisheryFund) hingga kanal distribusi produk (eFisheryFresh) menggandeng berbagai aplikasi online grocery.

Salah satu eFisheryPoint di kawasan pesisir Pantai Jatimalang, Purworejo / DailySocial

Langkah awalnya selalu dimulai dengan proses manual. Untuk memperkuat edukasi, kedua startup tersebut bahkan mendirikan unit di banyak titik untuk menangani proses transaksi dan produksi – seperti diketahui bahwa kalangan petani/pembudidaya termasuk penyumbang statistik unbankable, transaksi langsung menjadi prioritas.

Dukungan investor

Tahun 2021 seperti menjadi berkah tersendiri bagi startup yang bersinggungan dengan para petani/pembudidaya ikan. Pendanaan tahap lanjut diberikan untuk membantu ekspansi bisnis dan produk – beberapa juga untuk memvalidasi dan penetrasi layanan. Bahkan hingga tahun ini sudah ada beberapa startup yang mencapai valuasi ratusan juta dolar dari segmen ini.

Alih-alih terhambat, pandemi justru menjadi ajang pembuktian bagi para startup budidaya. Transaksi moncer tentu menjadi salah satu pertimbangan mengapa investor mau mempercayakan dananya kepada para founder tersebut.

Statistik DailySocial mencatat, sepanjang 3 tahun terakhir pendanaan ke startup budidaya sangat minim secara kuantitas.

Perusahaan Pendanaan Terakhir Tahun Est. Valuasi*
Tanihub Seri B 2021 $218 juta
Aruna Seri A 2021 $103 juta
eFishery Seri B 2021 $88 juta
Sayurbox Seri B 2021 $45 juta
Chilibeli Seri A 2020 $31 juta
Eden Farm Pra-Seri A 2021 tidak diketahui
Segari Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Dropezy Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Kedai Sayur Pendanaan Awal 2019 tidak diketahui
Etanee tidak diketahui tidak diketahui tidak diketahui

*berdasarkan data yang diinput ke regulator

Jajaran investor yang mendukung pendanaan pun juga cukup meyakinkan, karena melibatkan pemodal ventura lokal dan global dalam porsi signifikan dalam putaran-putaran pendanaan tertentu.

Investor lokal:

  • MDI Ventures
  • Intudo Ventures
  • AC Ventures
  • East Ventures
  • Northstar
  • BRI Ventures, dan lain-lain.

Investor global:

  • Openspace Ventures
  • Vertex Ventures
  • Prosus Ventures
  • 500 Startups
  • Wavemaker Partners
  • Sequoia Capital, dan lain-lain.

Mungkin sektor budidaya saat ini belum menghasilkan GMV yang signifikan dari transaksi yang ditorehkan. Namun lambat laun, dengan penetrasi layanan yang menyeluruh dan pasar yang semakin teredukasi, tidak mustahil bahwa aplikasi pertanian (khususnya B2C) akan menjadi the new e-commerce untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok. Sebuah hipotesis yang diyakini para investor terhadap vertikal ini.

Head of Southeast Asia Investments Prosus Ventures Sachin Bhanot, saat berinvestasi ke Aruna, mengungkapkan, “Setelah membangun rantai pasokan dan infrastruktur teknologi yang kuat dengan pengetahuan dan keahlian industri yang mendalam, kami percaya Aruna memiliki posisi unik dalam melayani permintaan global yang terus meningkat terhadap produk perikanan berkelanjutan, seraya mendukung mata pencaharian nelayan lokal.”

Dengan kepercayaan investor dan pasar yang semakin baik, bukan tidak mungkin jika beberapa tahun mendatang kita akan menyambut unicorn baru di vertikal agritech dan aquatech.


Gambar Header: Depositphotos.com

Previous Story

Profil Perjalanan Karir Xepher dan Whitemon, 2 Pemain Indonesia Pertama di The International

Next Story

Samsung Singkap Galaxy Z Fold3, Z Flip3, dan Galaxy Buds2, Semuanya Lebih Murah dari Pendahulunya

Latest from Blog

Don't Miss

Semakin Banyak Developer Game yang Tertarik dengan Blockchain Game

Belakangan, semakin banyak developer game yang tertarik dengan blockchain game.
(Ki-ka) Partner Tunnelerate Ayunda Afifa, Bharat Ongso, Ivan Arie Sustiawan, and Riswanto / Tunnelerate

Co-Founder dan eks-CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan Ingin Bangkitkan “Founder” Startup Lokal Melalui Perusahaan Modal Ventura Tunnelerate

“Someday I would like to give back to the community.”