Kisruh terkait pembiayaan melalui bank syariah beberapa waktu lalu menunjukkan pemahaman masyarakat tentang cara kerja prinsip syariah yang masih minim. Hal ini menjadi ironi di negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia.
Penetrasi perbankan syariah di negeri ini memang rendah. Hanya 6,51% jika dibanding perbankan konvensional. Tak heran jika Kementerian BUMN menggabungkan 3 anak BUMN menjadi sebuah bank syariah berkapitalisasi besar demi meningkatkan daya saing.
Kendati begitu, potensi meningkatkan tren perbankan syariah memang ada. Semangat publik untuk memahami pengelolaan dana publik secara syariah menunjukkan tren kenaikan. Kesempatan ini yang dimanfaatkan platform fintech syariah ALAMI Group bersama BPRS Hijra Alami (selanjutnya disebut Bank Hijra), hasil rebrand BPRS Cempaka Al Amin yang sudah diakuisisi.
Bank Hijra tengah mempersiapkan peluncuran aplikasi dalam waktu dekat. Berkaitan dengan hal ini, DailySocial berkesempatan mewawancarai CEO ALAMI Dima Djani.
Di balik keputusannya memilih BPR ketimbang bank umum, Dima tidak menjelaskan lebih jauh. Pertanyaan kami mengenai kemungkinan menaikkan level izin BPRS Hijra sebagai bank umum juga tidak dijawab.
Dia menuturkan aksi korporasi ini adalah bagian proses membantu perluasan akses layanan keuangan syariah agar lebih mudah dan kompetitif kepada seluruh lapisan masyarakat. Proses akuisisi dan penambahan modal dilakukan secara bertahap. Kini sudah mencapai lebih dari Rp50 miliar.
Kegiatan usaha BPR sejatinya lebih sempit daripada bank umum. Mereka hanya bisa menyalurkan kredit (tidak boleh punya kartu kredit dan nilai plafon kredit umumnya terbatas hingga miliaran Rupiah), tabungan, dan deposito berjangka. Jangkauan nasabah BPR juga lebih terbatas pada tingkat provinsi.
OJK sendiri mengklasifikasikan izin pendirian bank hanya dua, yakni bank umum dan BPR. Aturan-aturan terkait bank digital masih terus dipersiapkan dan diharmonisasi regulator. Rencananya POJK khusus bakal terbit tahun ini.
Digital menjadi kata kunci yang dilirik ALAMI. Selain Bank Hijra, pemain perbankan digital yang mengusung semangat syariah adalah Bank Aladin Syariah.
Dima menjelaskan, pada tahap awal Hijra akan memulai sinergi dengan ALAMI Group berbekal sosialisasi OJK mengenai panduan sinergi antara fintech p2p lending dengan BPR. Bentuk sinergi akan dimulai dari financing channeling dan akan dilanjutkan dengan cross selling produk-produk keuangan syariah lainnya.
OJK menerbitkan panduan tersebut untuk meningkatkan kualitas penyaluran pembiayaan fintech lending dengan dukungan jaringan BPR yang luas dan tersebar di seluruh Indonesia. Skema kerja sama yang dapat dikerjakan kedua belah pihak adalah channeling dan referral.
Dima menuturkan, nasabah existing ALAMI akan menjadi target utama akuisisi konsumen Bank Hijra pada tahap awal. Mereka bisa membuka membuka tabungan dengan mudah dan sistemnya akan terus ditingkatkan agar proses integrasinya lebih seamless.
“Sebagai gambaran, kalau di Indonesia, p2p lending ALAMI memberikan tingkat imbal hasil paling tinggi untuk yang sifatnya fixed income seperti bank deposito syariah, sukuk negara, dan P2P syariah. Rerata imbal hasilnya setara 14%-16%,” kata Dima.
Kondisi tersebut diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon nasabah dan memantik lebih banyak minat nasabah perbankan konvensional yang selama ini mengharapkan nilai lebih pada produk perbankan syariah. “Hijra bisa menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut.”
ALAMI memiliki 40 ribu pendana terdaftar pada akhir tahun lalu. Selain mengincar nasabah existing, pihaknya menargetkan segmen urban yang sudah mulai melek keuangan syariah.
Nasabah Hijra nantinya akan jauh lebih mudah mengakses fitur pembiayaan yang ada di ALAMI. Selain itu, fitur lainnya yang wajib ada dalam sebuah bank dipastikan bakal hadir, seperti kemudahan membuka rekening, transfer, terintegrasi di ekosistem tertentu, dan customer service yang mudah dan cepat. “Kami sedang berfokus di sini.”
Selain consumer banking, Bank Hijra juga mengincar segmen SME banking yang dilengkapi fitur membantu orang-orang yang terdampak pandemi untuk membuka usaha. Segmen tersebut besar pangsa pasarnya karena Indonesia punya jutaan UMKM yang diklaim siap hijrah ke segmen digital syariah.
Menjawab tantangan
Dima percaya industri perbankan syariah tetap dapat bersaing dengan implementasi teknologi dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kronis yang menghantui selama bertahun-tahun.
Pertama, mengenai bunga kredit lebih tinggi dibandingkan konvensional. Jika ditarik ke belakang, adanya biaya yang lebih tinggi untuk bank syariah karena terbatasnya infrastruktur dan literasi keuangan syariah.
Masyarakat cenderung ragu untuk menaruh dananya di bank syariah karena mereka tidak mengerti apa yang akan didapatkan.
“Faktanya, sekitar 50% dari total liabilitas di bank syariah merupakan deposito. [..] Maka dari itu, biaya pinjaman mereka menjadi lebih mahal daripada bank konvensional. Itu pertama. Dan kedua adalah inefisiensi. Kami tidak melihat [penggunaan] teknologi di bank [syariah]. Jadi kedua faktor ini menciptakan harga [biaya kredit] yang relatif lebih tinggi.”
Kedua, kurang berkembangnya industri atau produk syariah. Menariknya, selama delapan tahun terakhir, dengan kekuatan media sosial dan minat generasi muda permintaan pasar akan produk syariah meningkat secara signifikan.
“Memberikan edukasi yang mudah dipahami oleh masyarakat dan menyajikan teknologi yang memudahkan pada produk yang diberikan akan menjadi strategi ALAMI dalam menghadapi tantangan ini.”
Berikutnya adalah tantangan positioning. Bagaimana Bank Hijra menjadikan syariah tidak sekadar produk pelengkap, tetapi juga sesuatu yang driven. “Jadi orang melihat bukan hanya label, tetapi ada aksinya. Jadi pandangan masyarakat beda. Sekarang masyarakat yang apatis melihat bank syariah.”
Memasuki tahun keempat, kinerja ALAMI diklaim semakin moncer. Pada kuartal I 2021, pertumbuhan pengguna ALAMI naik 1.000% secara year-on-year (yoy) dan total penyaluran sebesar Rp200 miliar. Kualitas penyaluran diklaim baik dengan rasio macet atau gagal bayar masih berada di angka 0%.
Perusahaan telah berkolaborasi dengan eFishery dan BukaPengadaan untuk memperlebar jangkauan penyaluran kredit. Selain pendana individu, ALAMI didukung jajaran pendana institusi, seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), BPR Syariah, dan tujuh BPR lainnya.