Brick adalah startup pengembang layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), kapabilitasnya memungkinkan pelaku fintech atau perusahaan teknologi untuk mendapatkan insight lebih dalam terkait kesehatan keuangan para penggunanya. Tujuannya untuk membawa aplikasi finansial yang lebih personal dan inklusif.
Hari ini (17/3), Brick mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor, meliputi pemodal ventura dan angel. Dari kalangan pemodal ventura ada Better Tomorrow Ventures, Prasetia Dwidharma, 1982 Ventures, Antler, dan Rally Cap Ventures. Sementara angel investor yang terlibat meliputi Shefali Roy (TrueLayer), Kunal Shah (Cred), Reynold Wijaya (Modalku), Quek Siu Rui (Carousell), dan pendiri Nium, Xfers, Aspire, BukuWarung, ZenRooms, CareemPay.
Startup ini didirikan oleh Gavin Tan (CEO) dan Deepak Malhotra (CTO) pada awal 2020. Keduanya memiliki pengalaman mengembangkan startup teknologi dan keuangan. Dalam keterangannya Gavin menjelaskan, “Kami melihat langsung kurangnya infrastruktur modern yang dibutuhkan untuk memberikan pengalaman fintech yang diminta pelanggan. Karena itu, kami memulai Brick untuk memberdayakan perusahaan fintech generasi berikutnya dengan infrastruktur yang mudah diterapkan, hemat biaya, dan inklusif.”
Lebih lanjut dijelaskan, Brick mengklaim telah kompatibel dengan lebih dari 90% rekening bank besar yang ada di Indonesia dan bekerja dengan lebih dari 250 pengembang, 35 perusahaan teknologi dan klien perusahaan fintech di Indonesia. Saat ini Brick juga tengah mengikuti program akselerasi Sembrani Wira yang digelar oleh BRI Ventures.
Dari gambaran yang diberikan kurang lebih proses implementasinya seperti ini. API disematkan pada aplikasi fintech yang dikembangkan mitra bisnis, untuk menjembatani layanan tersebut dengan sistem pembayaran yang digunakan dalam aplikasi. Data didapat dari proses agregasi sistem pembayaran yang digunakan pengguna akhir (bank, digital wallet, e-commerce dll). Beberapa data yang digunakan seperti identitas, akun, transaksi, saldo, pendapatan, aset finansial, hingga pembayaran kredit.
Mengawali debutnya di Indonesia, Brick berambisi untuk membawa layanan ini di Asia Tenggara dan akan menggunakan dana yang terkumpul untuk meningkatkan skala platform, meningkatkan cakupan, dan memperluas ke pasar berikutnya. Akhir tahun ini, mereka juga akan meluncurkan API baru untuk perusahaan telekomunikasi, dompet seluler, platform e-commerce, dan produk keuangan inovatif lainnya.
Layanan fintech API terus bermunculan
Layanan fintech berbasis API memang terus bermunculan di Indonesia, ini sejalan dengan regulasi standar API yang sudah mulai disosialisasikan Bank Indonesia sejak tahun lalu. Regulator menginginkan adanya ekosistem finansial yang lebih terbuka, memungkinkan masing-masing pemain (digital dan konvensional) untuk dapat saling mendukung dalam peningkatan literasi finansial masyarakat di Indonesia.
Misi dari hampir seluruh startup fintech yang ada di Indonesia memang mengentaskan kesenjangan di tengah masih banyaknya kalangan undeserved dan unbankable. Setidaknya saat ini ada lebih dari 400 perusahaan fintech di Indonesia — dan jumlah terus bertambah dari waktu-waktu. Dan salah satu strategi yang harus mereka lakukan untuk memenangkan pasar adalah dengan menghadirkan sistem teknologi yang lebih komprehensif.
Tujuan layanan fintech berbasis API membantu mereka (termasuk perusahaan digital yang ingin menghadirkan fitur finansial) meningkatkan kapabilitas teknologi secara lebih sederhana. Alih-alih mengembangkan dari nol dan membutuhkan waktu dan sumber daya relatif lebih besar, dengan menggunakan sistem API prosesnya akan jauh lebih singkat. Terlebih untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan opsi pilihan kanal pembayaran yang hendak disuguhkan kepada pengguna.
Adapun startup yang bermain dengan konsep tersebut sudah ada beberapa, seperti Ayoconnect, Finantier, Xendit, Midtrans, Brankas, dan lain sebagainya. Masing-masing mencoba menyuguhkan proposisi unik dengan kapabilitas tertentu.