Loot boxes, atau yang lebih familiar disebut gacha di Indonesia, akan mendatangkan revenue sebesar US$20,3 miliar (sekitar Rp287 triliun) sampai tahun 2025, menurut laporan dari Juniper Research yang kami kutip dari GamesIndustry.biz.
Selain itu, laporan tersebut juga menyebutkan bahwa 230 juta pemain — sekitar 5% dari total pemain — akan membeli judi gacha, yang sebagian besar datang dari mobile gaming.
Juniper Research juga menampilkan pemetaan geografis dari prediksi revenue dengan Asia dan Tiongkok yang akan memberikan sumbangsih terbesar. Anda bisa melihat pembagiannya di gambar di bawah ini.
Studi dari Juniper Research tadi juga memperkirakan gacha menyumbangkan pendapatan sebesar US$ 15 miliar di 2020, dengan peningkatan rerata sebesar 5% per tahunnya. Namun mereka juga memproyeksikan bahwa pertumbuhannya akan melambat di beberapa tahun ke depan karena konsumen kian jengah dengan gacha dan kebijakan pemerintah yang akan semakin membatasi pasar.
Judi skin juga jadi pembahasan dalam laporan itu. Juniper Research memperkirakan total pertaruhannya mencapai angka US$321 juta di 2025, dibandingkan US$221 juta di 2020.
EA adalah salah satu perusahaan yang kerap jadi pusat perdebatan soal gacha atau loot boxes. Mereka saat ini bahwa sedang menjalani 2 proses hukum — 1 di US dan 1 lagi di Kanada.
Saya sendiri juga sebenarnya setuju jika pendapatan publisher dari gacha harusnya akan melambat dari tahun ke tahun. Pasalnya, saya juga pernah menghabiskan uang sampai puluhan juta ke game-game gratisan. Sepanjang perjalanan karier saya mengurus user dari 2008, saya cukup yakin bahwa setiap pengguna akan bertambah pintar dari waktu ke waktu — hanya saja ada yang cepat dan lambat sadar. Anda bisa membaca lebih lengkap tentang analisa saya dalam di artikel, Mengurai Masalah Game Pay-to-Win: Definisi, Motivasi, dan Konsekuensi.