Dark
Light

Industri Telekomunikasi Mobile Seharusnya Bisa Mengantisipasi Meningkatnya Tren Layanan OTT

1 min read
May 14, 2013

Bulan Februari lalu, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengumumkan rencana untuk membangun dan mengimplementasikan platform messaging mereka sendiri yang akan menggantikan teknologi SMS yang kian usang. Langkah tersebut jelas merupakan reaksi dari banyaknya aplikasi yang berfungsi menggantikan salah satu layanan utama dari telko. Telkomsel dan Indosat secara terpisah telah mengumumkan rencana mereka untuk mengembangkan aplikasi serupa.

Aplikasi seperti Line, Skype, Viber, dan Facebook Messenger dilihat oleh pemain industri sebagai aplikasi yang akan mengalahkan layanan dasar bagi kebanyakan telko. Meski banyak telko bekerjasama dengan aktif dengan perusahaan-perusahaan messaging untuk melayani konsumen, secara internal mereka tetap mencari jalan untuk menyetir konsumen untuk masuk ke jaringan layanan mereka kembali.

Layanan komunikasi mobile hari ini sudah jauh melebihi layanan telepon dan SMS. Pengguna bisa terkoneksi dengan teman, keluarga, dan kolega melalui email, video calls, pesan audio dan video, update status, dan VoIP. Tidak ada satupun fitur-fitur tersebut yang menjadi layanan standard di perangkat mobile, karena fitur-fitur tersebut dikembangkan dan dikelola oleh banyak perusahaan berbeda dan berjalan di atas infrastruktur yang dimiliki telko.

Kenyataan bahwa layanan-layanan tersebut digunakan menggantikan layanan telepon dan SMS mulai mengkhawatirkan industri telko. Dalam beberapa bulan belakangan, lima aplikasi teratas di Google Play Indonesia merupakan aplikasi komunikasi: KakaoTalk, WeChat, WhatsApp, Line dan Facebook. Di iPhone App Store pun beberapa aplikasi tersebut juga masuk secara konsisten di daftar top 10 sejak Maret lalu.

Berkat Samsung, Android akhirnya mampu menduduki posisi puncak untuk pasar smartphone di Indonesia mengalahkan BlackBerry yang kini ada di posisi kedua. Fitur paling populer di BlackBerry tentu saja BBM (BlackBerry Messenger). Akses ke BBM dan Facebook merupakan faktor krusial yang membuat jutaan pengguna asal Indonesia memilih BlackBerry. Meskipun dengan perpindahan posisi ke Android, aplikasi messaging tetap menjadi alasan popularitas dengan pengguna yang juga mencari alternatif pengganti BBM.

Konsumen Indonesia menginginkan cara untuk berkomunikasi satu sama lain dengan bebas. Mereka tidak mempermasalahkan biaya langganan, namun menghindari metode “pay-per-use” yang menyebabkan platform messaging seperti BBM dan mendongkrak penjualan smartphone BlackBerry selama beberapa tahun dan juga WhatsApp sebagai aplikasi alternatif pengganti BBM. Ketika pengguna mobile mulai lebih sering menggunakan BBM ketimbang telepon/SMS, seharusnya telko sudah bisa melihat peringatan tersebut.

Mungkin seharusnya telko sudah melihat tren ini lebih dulu dan mulai bergerak mengantisipasi dengan berbagai cara, namun salah satu figur industri baru-baru berkata bahwa hampir tidak mungkin bagi telko untuk bergerak begitu cepat dan mengantisipasi tren layanan OTT (Over The Top). “Akan menjadi lebih mudah bagi mereka untuk bekerjasama dengan penyedia layanan OTT dan mengijinkan pemain besar untk masuk ke dalam ekosistem telko ketimbang melawannya”, katanya.

This mobile channel is brought to you by Samsung Developer Competition 2013. SDC ’13 is an app competition for Android apps that leverage Samsung’s mobile technologies. For more information please visit http://techne.dailysocial.net/sdc

Previous Story

Bos Baru Android Siap Jadi Bintang di Google I/O?

Next Story

Tempo Media Group Menghadirkan Tempo Store Sebagai Katalog Bagi Penikmat Sejarah Berita Jurnalistik

Latest from Blog

Don't Miss

Indosat Microsoft

Indosat Gandeng Microsoft untuk Maksimalkan AI dalam Transformasinya Menjadi TechCo

Indosat Ooredoo Hutchison atau yang lebih dikenal sebagai Indosat tentunya

WhatsApp Kembangkan Fitur AI untuk Membuat Avatar

Rencana Meta dalam mengintegrasikan AI generatif ke dalam berbagai produknya