Esports bisa jadi salah satu industri yang bergeliat kencang selama masa pandemi ini. Sifat alaminya yang merupakan industri digital membuat esports tetap bertahan, bahkan mungkin melesat, walau pandemi menghalangi kehadiran event tatap muka. Karenanya tidak heran apabila beberapa brand mungkin akan memilih menggunakan esports sebagai salah satu sarana pemasaran mereka.
Pekan lalu saya sempat membedah definisi serta bentuk skema ekosistem esports dari dua game yang besar di Indonesia. Pada kesempatan kali ini saya mencoba mengajak Anda berkenalan dengan aspek lain lagi dari esports yaitu format kompetisinya.
Format Kompetisi Esports di Indonesia
Format kompetisi di esports sebenarnya menggunakan format yang cukup umum dan juga digunakan dalam pertandingan olahraga. Secara garis besarnya, ada dua format pertandingan di dalam esports yaitu sistem grup dan sistem gugur (atau disebut juga sistem bracket).
Sistem grup membagi tim ke dalam grup-grup tertentu yang biasanya akan dipertandingkan dengan metode round-robin. Lebih jelas soal round-robin akan saya jelaskan nanti. Sementara sistem bracket adalah format pertandingan bercabang yang mungkin lebih umum disebut sebagai turnamen.
Format kompetisi di esports juga dibedakan lagi berdasarkan game yang dipertandingkan. Ada game MOBA seperti Mobile Legends yang mempertandingkan tim vs tim berisi 5 orang. Ada juga game Battle Royale yang mempertandingkan banyak tim beranggotakan 4 orang secara sekaligus dalam satu waktu.
Sistem Grup – Round Robin
Apabila Anda tergolong penggila bola, Anda seharusnya sudah mengerti soal format round-robin yang dipertandingkan secara grup. Dalam sistem grup, seluruh tim yang tergabung ke dalam kompetisi dibagi ke beberapa grup. Free Fire Master League bisa jadi contohnya, yang membagi total 18 tim peserta ke dalam 3 grup masing-masing berisi 6 tim. Nantinya grup tersebut bisa dipertandingkan dengan berbagai cara. Namun demikian salah satu metode yang umum adalah round-robin.
Dalam metode round-robin, peserta di dalam suatu grup akan dipertandingkan dengan seluruh anggota grup lainnya. Apabila satu tim sudah menghadapi semua peserta grup, maka pertandingan dianggap telah menyelesaikan satu kali round robin atau disebut juga sebagai single round-robin. Sistem single round-robin bisa dilakukan sebanyak dua kali yang disebut sebagai sistem double round-robin. Dalam sistem tersebut satu tim akan menghadapi seluruh peserta di dalam grup sebanyak dua kali.
Kompetisi yang menggunakan sistem tersebut adalah liga kasta utama MLBB, MPL. Liga MPL berisikan 8 tim yang dipertandingkan dengan sistem double round-robin. Pada sistem tersebut, satu tim harus berhadapan dengan seluruh anggota grup (7 tim) sebanyak dua kali. Karenanya masing-masing tim punya totap match sebanyak 14 kali.
Penyelenggara terkadang juga menerapkan home and away system di dalam sistem double round-robin. Dalam olahraga, home and away system fungsinya untuk menentukan di mana pertandingan dilakukan. Misalnya Persija melawan Persip. Apabila Persija menjadi tim kandang (home) maka pertandingan dilakuan di Jakarta. Apabila Persija menjadi tim tandang (away) maka pertandingan dilakukan di Bandung.
Dalam esports, perbedaan home and away biasanya diberikan dalam bentuk keuntungan tertentu kepada tim yang menjadi tim kandang (home). Pada MOBA misalnya, tim home mendapat kesempatan untuk menentukan siapa yang mengambil hero lebih dulu atau bermain di sisi mana.
Menang atau kalah tidak membuat tim peserta menjadi gugur di dalam sistem round-robin. Sebagai gantinya, kemenangan atau kekalahan diganjar oleh poin sebagai patokan performa tim. Format poin dalam format round-robin esports biasanya mengikuti poin yang umum di dalam round-robin olahraga, menang mendapat 3 poin, kalah 0 poin, seri (apabila ada) 1 poin.
Sistem Gugur – Single Elimination, Double Elimination, Gauntlet System
Selain format grup, format lain dalam pertandingan esports adalah sistem gugur atau yang juga disebut sistem bracket. Berbeda dengan sistem grup, tim yang kalah akan dipulangkan dari pertandingan pada format pertandingan ini. Mirip seperti round-robin, ada dua bentuk sistem gugur. Ada single elimination ada double elimination.
Dalam single elimination, tim yang kalah akan langsung gugur dari turnamen berjalan. Sementara dalam double elimination, tim yang gugur diberi kesempatan untuk bertanding sekali lagi di dalam posisi baru yang disebut sebagai losers-bracket. Dalam esports, pertandingan double elimination tergolong lebih umum dilakukan ketimbang single elimination. Dalam konteks lokal, liga MPL kembali menjadi contoh kompetisi yang menggunakan sistem double elimination. “Loh, kenapa MPL juga menggunakan sistem bracket?” Pertanyaan tersebut akan saya jelaskan lebih lanjut pada poin setelah ini.
Selain dua sistem tersebut, ada juga sistem knockout lain yang bernama gauntlet system. Gauntlet system mirip seperti single elimination, kalah berarti gugur. Bedanya adalah, bentuk bracket gauntlet system berbentuk horizontal sementara single elimination berbentuk vertikal. Pada praktiknya, gauntlet system sempat digunakan pada babak grand final di salah satu musim Arena of Valor Star League.
Contoh Single Elimination: Ada 4 tim. Maka pertandingannya adalah 1 vs 2, 3 vs 4. Pertandingan selanjutnya adalah tim 1 (pemenang pertandingan 1 vs 2) melawan tim 4 (pemenang dari 3 vs 4). Pemenang dari tim 1 vs 4 akan menjadi juara turnamen
Contoh Double Elimination: Ada 4 tim. Formatnya sama. Tapi yang kalah diturunkan ke losers bracket berisikan yang kalah dari 1 vs 2 melawan yang kalah dari 3 vs 4.
Contoh Gauntlet System: Ada 4 tim. Pertandingan pertama adalah tim 1 vs 2. Tim yang kalah gugur, tim yang menang akan menghadapi tim 3. Pemenang dari pertandingan tersebut selanjutnya akan bertemu dengan tim 4. Tim yang berhasil mengalahkan tim 4 akan menjadi juara turnamen.
“Best-of” System
Dalam olahraga sepak bola atau bola basket, satu pertandingan biasanya dibagi ke dalam beberapa babak. Sepak bola menggunakan dua babak selama 45 menit (total 90 menit), bola basket menggunakan 4 quarter selama 12 menit (total 48 menit). Namun esports berbeda. Esports menggunakan sistem “best-of” di dalam satu pertandingan. Kalau dibandingkan dengan olahraga, sistem best-of bisa dibilang mirip dengan sistem “set” di dalam badminton.
Best-of 3 dan best-of 5 adalah seri pertandingan yang umum digunakan dalam esports. Pada best of 3, kedua tim bertanding sebanyak 3 game (game adalah sebutan untuk satu pertandingan di dalam seri best of 3). Tim yang berhasil memenangkan dua game akan mendapat poin (sistem grup) atau melaju ke babak berikutnya (sistem gugur). Jumlah game harus dimenangkan bertambah seiring dengan jumlah seri best-of yang diterapkan. Tim harus menang 3 game dalam best-of 5, harus menang 4 game dalam best-of 7, dan seterusnya.
Dalam esports, best-of 3 biasanya digunakan dalam fase awal pertandingan, entah itu babak grup, atau ronde awal dari sistem gugur. Sementara babak utama seperti semi-final atau final biasanya menggunakan seri best-of 5 atau lebih. Best of 5 biasanya lebih umum untuk final, namun best of 7 juga beberapa kali digunakan terutama pada turnamen game mobile yang durasinya cenderung lebih pendek.
Durasi pertandingan best-of juga bervariasi tergantung dari jenis game yang dipertandingkan. Grand Final Dota 2 The International misalnya, mempertandingkan best-of 5 dengan durasi total (pertandingan dan acara livestream) mencapai 7 jam lebih. Saya ingat pernah nonton grand final The International yang game pertamanya dimulai pukul 12 malam dan baru menyelesaikan game ke-5 sekitar pukul 9 pagi. Sementara Grand Final M2 MLBB World Championship cuma sekitar 5 jam lebih walaupun bertanding dalam seri best-of 7.
Multi-Stage Tournaments
Pada penjelasan di atas saya menyertakan liga MPL pada sistem grup dan sistem gugur. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena sistem yang diterapkan adalah sistem multi-stage tournaments. Dalam sistem tersebut, sebuah kompetisi menyertakan beberapa sistem (biasanya 2) di dalam satu seri kompetisi.
MPL menyertakan dua sistem di dalam satu liga. Sistem grup yang disebut sebagai babak Regular Season dan sistem gugur/bracket yang disebut sebagai babak Playoff. Sistem seperti ini juga digunakan di dalam olahraga. Contohnya seperti liga Champion atau liga NBA yang menerapkan sistem serupa (Group Stage dengan sistem grup dan Playoff dengan sistem knockout).
Battle Royale System
Seluruh format yang saya jelaskan di atas adalah format pertandingan esports antara tim melawan tim. Format-format pertandingan tersebut umum digunakan untuk game MOBA seperti Mobile Legends ataupun game team-based FPS seperti VALORANT.
Battle Royale tidak dipertandingkan dengan metode tim melawan tim. Karenanya pembahasan format pertandingannya saya pisah tersendiri dengan istilah yang saya sebut sebagai “Battle Royale System”.
Game Battle Royale mempertandingkan 12 sampai 20 tim secara sekaligus. Semua tim bersaing di dalam satu game (lihat penjelasan istilah “game” di atas) untuk menjadi yang bertahan hidup paling akhir. Cara bertahan hidup bisa dilakukan dengan cara mengeliminasi kontestan lain secara agresif atau bertahan dari gempuran tim-tim bertanding.
Di Indonesia, dua game esports Battle Royale memiliki genre shooter. Karenanya cara untuk mengeliminasi kontestan lain adalah dengan menembakkan senjata ke arah musuh yang ada di dalam game. “Apakah ada game Battle Royale yang tidak bergenre shooter?” Tentu ada, jawabannya adalah Fall Guys.
Format pertandingan Battle Royale kurang lebih mirip seperti pertandingan atletik di Olimpiade. Memenangkan satu pertandingan tidak berarti menjadi juara umum, begitupun di dalam Battle Royale System. Selain itu, kalau ibarat lomba lari yang finish pertama dapat poin lebih besar. Battle Royale justru terbalik, yang bertahan paling akhir dapat poin paling besar (disebut juga Placement Point).
Tim yang bertahan hidup paling akhir disebut telah mendapat Chicken Dinner dalam PUBG Mobile atau Booyah dalam Free Fire. Besaran poin akan mengecil semakin dini sebuah tim tereliminasi di dalam fase sebuah game. Selain bertahan hidup, tim yang berhasil mengeliminasi tim lain juga akan mendapat poin. Poin dihitung berdasarkan jumlah pemain lawan yang berhasil dieliminasi oleh suatu tim yang disebut juga Kill Point.
Penjelasan di atas adalah penentuan pemenang di dalam satu game atau ronde. Battle Royale biasanya memainkan belasan hingga puluhan ronde di dalam satu turnamen. Pemenang utamanya ditentukan berdasarkan dari akumulasi poin yang mereka dapatkan dari hasil pertandingan ronde ke ronde. Grand Final PINC misalnya, mempertandingkan 16 tim ke dalam 14 seri ronde selama dua hari (7 ronde per hari).
Pertandingan Battle Royale juga bisa menggunakan sistem grup. Contohnya seperti Free Fire Master League yang saya sebut di atas. Sistem grup di dalam Battle Royale biasanya mempertandingkan peserta grup yang satu dengan yang lain. Dalam kasus FFML Season 3 misalnya, 6 tim dari grup A melawan 6 tim dari grup B bertanding dalam seri 6 ronde. Akumulasi poin dari 6 ronde pertandingan akan dikonversi menjadi poin grup untuk menentukan posisi suatu tim di dalam klasemen. Pertandingan akan terhitung satu kali round-robin apabila telah menghadapi seluruh grup yang ada di dalam suatu liga.
Multiple Slot System
Sistem terakhir adalah sistem yang ada dan dilakukan di dalam esports, walau sebenarnya berpotensi menciptakan ekosistem kompetisi yang tidak sehat. Sistem pertandingan dalam multi-slot system sebenarnya sama saja, bisa sistem grup atau sistem gugur. Tetapi dalam turnamen seperti ini, penyelenggara turnamen memperkenankan satu manajemen/kelompok/guild/clan untuk mengambil beberapa slot turnamen sekaligus di dalam satu kompetisi.
Sistem seperti itu bukanlah sistem yang baik karena memperbesar kemungkinan terjadinya matchfixing/pengaturan skor/pengaturan pemenang atau berbagai kecurangan lainnya. Namun sistem ini tetap kami sebut sebagai bagian dari pengetahuan soal sistem-sistem kompetisi yang memang sejatinya ada di dalam ekosistem esports Indonesia sejauh ini.
Seiring dengan meningkatknya profesionalitas esports, model seperti demikian pun menghilang sedikit demi sedikit demi menjunjung sportivitas dan integritas kompetisi esports. Namun beberapa turnamen tingkat komunitas atau grassroot masih menerapkan sistem ini. Biasanya turnamen dengan multi-slot system mengenakan sejumlah biaya (Pada zaman Dota 2 biasanya kisaran Rp50 ribu hingga Rp150 ribu) untuk mengikuti turnamen yang diselenggarakan oleh penyelenggara amatir. Sejauh yang saya tahu juga, penyelenggara amatir kadang sengaja menerapkan sistem multi-slot guna memenuhi target jumlah peserta agar ongkos modal produksi bisa tertutup.
Sumber Gambar Utama – YouTube Channel AURATV.