Tiga tahun lalu, sebuah perusahaan bernama Light sempat mencuri perhatian ketika merilis kamera saku yang dibekali 16 lensa yang berbeda. Lalu pada pertengahan tahun 2018, Light kembali menjadi buah bibir saat mengumumkan rencananya untuk membawa teknologi multi-kamera rancangannya ke ranah smartphone.
Lanjut ke ajang Mobile World Congress 2019, visi besar Light itu akhirnya terwujud. HMD Global menjadi perusahaan pertama yang mengimplementasikan teknologi multi-kamera Light pada produk bikinannya, spesifiknya Nokia 9 PureView yang mengemas lima kamera sekaligus. Sayangnya, ulasan demi ulasan yang beredar mengenai Nokia 9 Pureview menyimpulkan bahwa tidak ada yang terlalu istimewa dari kamera milik smartphone tersebut.
Apa yang kelima kameranya lakukan pada dasarnya tidak lebih dari teknik image stacking, dan seperti yang Ars Technica jelaskan secara mendetail, ini sebenarnya sudah bisa dicapai via software. Bedanya tentu saja adalah kelengkapan datanya; kalau mengandalkan software, data depth map yang ditangkap tidak akan bisa selengkap yang diambil oleh kelima kamera Nokia 9 PureView.
Dalam fotografi smartphone, informasi kedalaman (depth) sendiri paling sering digunakan untuk memberikan efek bokeh buatan. Google, lewat seri Pixel-nya, telah membuktikan kalau efek bokeh buatan ini bisa tetap bagus walaupun cuma mengandalkan software. Lalu yang jadi pertanyaan, apakah teknologi multi-kamera rancangan Light ini punya tempat di industri smartphone?
Berhubung biaya produksi yang dibutuhkan cukup tinggi dan berujung pada harga jual perangkat yang mahal — Nokia 9 PureView dihargai $700, padahal spesifikasinya setara ponsel flagship keluaran setahun sebelumnya – saya kira jawabannya jelas tidak. Teknologi ini mungkin akan lebih cocok diterapkan di bidang yang betul-betul membutuhkan informasi depth yang amat presisi, bidang otomotif misalnya.
Benar saja, kepada Android Authority, Light menyampaikan bahwa mereka tak lagi terlibat dalam industri smartphone. Halaman utama situs Light kini menunjukkan bahwa mereka sedang membangun platform 3D depth perception untuk industri otomotif, lebih tepatnya untuk dimanfaatkan dalam sistem kemudi otomatis (self-driving).
Ini sebenarnya bukan pertama kali Light menyampaikan ketertarikannya untuk terjun ke ranah otomotif. Saat prototipe smartphone multi-kameranya menjadi bahan pembicaraan di tahun 2018 lalu, Light juga sempat menyinggung soal potensi pengaplikasian teknologi rancangannya di bidang otomotif, spesifiknya untuk menjadi ‘indera penglihatan’ mobil tanpa harus mengandalkan bantuan sensor-sensor khusus.
Singkat cerita, Light pada akhirnya memutuskan untuk pivot. Nokia 9 PureView tampaknya bakal menjadi smartphone pertama sekaligus terakhir yang dibekali teknologi multi-kamera besutan Light, sebab sejauh ini tidak ada informasi lebih lanjut terkait kemitraan antara Light dan Xiaomi yang diumumkan tahun lalu.
Pivot masih jauh lebih bagus daripada harus benar-benar gulung tikar, dan ini sejatinya sudah bisa dibilang cukup umum buat perusahaan yang mengembangkan teknologi kamera. Lihat saja Lytro, salah satu pelopor teknologi kamera light-field yang pada akhirnya harus tutup meski teknologinya terdengar menjanjikan.
Sumber: Android Authority.