Berdasarkan Surat Keputusan Pemegang Saham tertanggal 29 April 2020, Haryati Lawidjaja resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (CEO) LinkAja. Bergabung sejak Juni 2019, ia sebelumnya menjabat sebagai COO dan Plt. CEO menggantikan Danu Wicaksono yang kini berlabuh di Good Doctor Indonesia.
Tugas ini tentu tidak mudah di tengah persaingan ketat platform digital e-money di Indonesia. Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Haryati menyampaikan visi dan strateginya untuk perusahaan.
“Saya bersama talenta terbaik LinkAja fokus untuk mendorong inklusi keuangan dan ekonomi melalui pembangunan ekosistem keuangan digital yang melayani kebutuhan masyarakat & UKM di Indonesia […] Kami optimistis di tahun 2024 LinkAja sebagai salah satu katalis Gerakan Nasional Non-Tunai dapat turut serta membantu pemerintah mencapai inklusi keuangan nasional sebesar 90 persen,” ujarnya.
Kuatkan kolaborasi
Strategi yang digalakkannya untuk memperkuat posisi adalah melalui kerja sama strategis dengan berbagai pihak, baik dengan lembaga perbankan maupun non-perbankan, dengan tetap terus mengupayakan inovasi produk. Kerja sama yang dijalin melibatkan berbagai aspek dalam roda perekonomian nasional, termasuk pemerintahan.
“Kami berkolaborasi dengan pemerintah daerah melalui berbagai program, di antaranya digitalisasi 451 pasar tradisional di seluruh Indonesia, layanan retribusi di 34 kota, pengembangan lebih dari 200 ribu merchant lokal (UKM), hingga kemudahan pembayaran di 94 transportasi lokal,” imbuh Haryati.
Ia menambahkan, sejak awal diluncurkan layanannya fokus pada penyediaan layanan keuangan digital untuk kelas menengah/aspiran dan para pelaku UKM. Inilah yang diklaim membedakan LinkAja dengan platform sejenis.
“LinkAja fokus pada pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat, mulai e-commerce, komunikasi, perjalanan, kesehatan, asuransi, investasi, donasi, hiburan, pembelian BBM, pembayaran tagihan, hingga berbagai program pemerintah seperti penyaluran batuan sosial dan kredit ultra mikro; hingga pasar tradisional,” terang Haryati.
Perkembangan bisnis
Edukasi masyarakat terkait platform keuangan digital masih menjadi pekerjaan rumah setiap pemain fintech di Indonesia. Hal yang sama dirasakan LinkAja. Adanya kerja sama lintas sektor diharapkan dapat memberikan dampak signifikan untuk membantu perusahaan dalam mengedukasi pengguna.
Keberhasilan edukasi pengguna ini, menurut Haryati, berdampak langsung pada peningkatan traksi bisnis, “Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah transaksi sebanyak 5 kali lipat sejak beroperasi pada bulan Februari 2019 hingga akhir tahun 2019. Sebanyak 83% pengguna LinkAja tersebar di luar Jakarta, dengan 40% pengguna di antaranya berada di luar pulau Jawa seperti kota-kota di Sumatra dan Sulawesi.”
“Saat ini, kami telah memiliki lebih dari 45 juta pengguna yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan dominasi usia berusia 25 – 35 tahun (per Q1 2020),” terang Haryati.
Sebelumnya, pada Desember 2019 lalu, LinkAja menunjuk Ikhsan Ramdan sebagai CFO. Salah satu fokusnya untuk melakukan fundraising Seri B di tahun 2020. Ketika kami menanyakan perkembangan rencana tersebut, Haryati enggan memberikan komentar.
Kemudian terkait rencana kerja samanya dengan Facebook untuk membawa Facebook Pay di Indonesia, ia juga belum bisa menyampaikan detail. Seperti diketahui sebelumnya, Facebook Pay ingin bermanuver di Indonesia dengan menghadirkan fitur kirim dana melalui platform Facebook, Messenger, hingga WhatsApp. Pihak Facebook disebut tengah bernegosiasi dengan regulator, sedangkan GoPay, LinkAja, dan Ovo disebut digandeng jadi mitra strategis.
Rencana ekspansi
Untuk tahun ini, LinkAja masih fokus pada pasar domestik dengan tetap membuka kesempatan kerja sama strategis dengan pemain regional dan global untuk mengekspansikan produknya.
“Salah satu kendala platform uang elektronik, termasuk LinkAja, adalah akses terhadap layanan keuangan yang masih terbatas, terutama bagi masyarakat yang berada di daerah dan pelosok. Untuk itu, saat ini kami fokus untuk terus melakukan edukasi berkesinambungan dan menyediakan kemudahan akses terhadap pembayaran elektronik, terutama untuk segmen ultra mikro dan mass market di pelosok.”
Di skala regional, sambungnya, LinkAja merupakan satu-satunya uang elektronik di Indonesia yang melayani remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura yang ingin mengirimkan uang ke keluarga di tanah air.
Belum lama ini, fitur Syariah juga diresmikan perusahaan dan diharapkan bisa merangkul 1 juta pengguna.Hal yang membedakan fitur syariah ini dengan layanan konvensional adalah institusi penyimpanan dana (floating fund) memakai jasa bank syariah.
Tren ke depan
Pasca pandemi ini, Haryati cukup percaya diri bahwa layanan digital akan terdampak baik pada peningkatan penggunaan layanan. Kondisi new normal mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang pada akhirnya mempercepat digitalisasi di berbagai sektor industri. Dengan demikian, hal ini akan memperluas dan mempercepat kebutuhan edukasi keuangan digital dan akses keuangan digital di tengah masyarakat.
“Contohnya digitalisasi pasar tradisional, yang menjadi tantangan bagi LinkAja untuk terus melakukan inovasi produk, maupun edukasi secepat mungkin agar bisa beradaptasi dan memberi solusi berarti pada kondisi new normal ini.”
Haryati juga menyampaikan, masyarakat akan semakin terbiasa dengan transaksi digital. Dengan tingkat inklusi dan juga literasi keuangan masyarakat yang makin meningkat, kebutuhan terhadap beragam transaksi akan meningkat. “Kami optimistis bahwa LinkAja, yang dimiliki secara mayoritas oleh BUMN, dioperasikan oleh tenaga kerja nasional terbaik, serta infrastruktur yang berlokasi di Indonesia akan segera menjadi national champion di bidang layanan keuangan digital.”
“Dengan melahirkan talenta-talenta terbaik di industri digital, kami akan terus meningkatkan kualitas pelayanan, berinovasi untuk membangun dan mengembangkan layanan dan ekosistem yang relevan bagi masyarakat Indonesia. Meningkatkan relevansi LinkAja terhadap masyarakat Indonesia terutama kalangan menengah/aspirant, massal dan ultra mikro,” tutupnya.