Pada November 2019, Excel Esports, tim yang berlaga di League of Legends European Championship, mempekerjakan psikolog Fabian Broich sebagai Head of Performance. Dalam wawancara dengan Lara Lunardi, dia menjelaskan tugasnya di Excel. Dia bercerita, dia pernah mengenyam pendidikan di psikologi olahraga dan memiliki pengalaman sebagai pemain olahraga profesional, walau dia tidak tahu banyak tentang dunia esports. Meskipun begitu, dia justru menganggap, ketidaktahuannya menguntungkan.
“Saya sesekali bermain video game, tapi saya tidak tahu keadaan dunia esports profesional, jadi saya mulai bekerja untuk tim tanpa memiliki bias apapun, yang justru menguntungkan saya. Saya bisa menjadi lebih dekat dengan para atlet esports karena saya bisa melihat bagaimana kehidupan mereka dan sering bertemu dengan mereka, sementara dalam tim sepak bola, para atlet hanya latihan selama satu atau dua jam, dan Anda tidak bisa bertemu dengan mereka terlalu sering karena mereka selalu sibuk,” kata Broich, seperti dikutip dari Inven Global.
Tugas utama Broich sebagai Head of Performance adalah untuk memastikan para pemain tidak memiliki masalah di luar game. “Memastikan para pemain baik-baik saja, mendapatkan tidur cukup, nutrisi yang baik, dan fokus pada kegiatan fisik dan keadaan mental mereka agar mereka bisa memberikan performa terbaik,” ujarnya.
Broich mengatakan, prioritas utamanya dalam memastikan kesehatan mental para pemain adalah menciptakan keadaan yang kondusif. Setelah itu, fokus lainnya adalah pada jadwal tidur pemain. Menurutnya, porsi tidur pemain penting karena selain latihan, tidur juga menghabiskan banyak waktu para pemain. Dia mengungkap beberapa hal lain yang harus dia perhatikan antara lain tingkat stres pemain dan kemampuan pemain untuk mengatasi tekanan. Dia harus membantu pemain untuk mengatasi sumber stres eksternal, seperti komentar negatif di media sosial.
Salah satu dampak negatif yang muncul pada pemain esports setelah mereka sukses rasa sombong. Terkait hal ini, Broich mengatakan bahwa sebagai pemain profesional, seseorang memang seharusnya memiliki rasa percaya diri tinggi. “Tentu saja Anda harus sangat percaya diri, jika Anda tidak percaya pada diri Anda sendiri, Anda tidak akan sukses. Dan itulah yang membedakan para pemain profesional dengan satu sama lain, karena mereka biasanya ada di level yang sama. Jadi, orang yang merasa paling percaya diri dan fokus untuk meningkatkan performa mereka, itulah pemain yang akan bisa bertahan di liga profesional atau bahkan naik level,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dia tidak hanya ingin meningkatkan performa pemain, tapi juga membiarkan mereka untuk berkembang sebagai manusia. “Kami tidak ingin melihat pemain sebagai produk, kami ingin melihat pertumbuhan mereka sebagai manusia,” dia berkata. “Di lingkungan profesional seperti ini, banyak orang yang narsis, tapi selama narsisme itu masih dalam tahap wajar, Anda memang perlu sedikit narsis untuk bisa sukses.”
Really enjoyed having the pre-game @LEC talk with @LaureBuliiV tonight.
Being able to share what we are doing at @EXCEL and share a few insights of a sports psychologist in esports. Hopefully there was something to learn from for the viewers.#ThriveTogether pic.twitter.com/ttaq4ad6yw
— Fabian Broich (@SportsPsycFaBro) February 1, 2020
Broich bercerita, kebanyakan pemain hanya melihat diri mereka sebagai seorang pemain profesional yang bertugas untuk memenangkan tim. “Tentu saja, kita ingin bisa menang, tapi kami juga fokus pada pertumbuhan pemain karena kami percaya, pemain yang memiliki gaya hidup sehat akan bisa memberikan performa terbaik,” katanya. Namun, dia juga mengaku bahwa mereka harus bisa menunjukkan hasil sesuai harapan dari organisasi esports tempat pemain bernaung.
Ketika membandingkan esports dengan olahraga tradisional, salah satu hal yang Broich bahas adalah tentang bagaimana para pemain biasanya belum mengetahui tentang dinamika tim, bahwa kemenangan tim tidak sepenuhnya tergantung pada mereka. “Mereka belajar untuk mendekatkan diri dan mereka sadar bahwa mereka memiliki peran yang berbeda-beda dan mereka harus dapat bekerja sama, serta mereka juga belajar bahwa terkadang, mereka tak selalu menjadi fokus semua orang. Mereka adalah pemain yang baik, tapi biasanya tidak ada pemain yang mencoba untuk saling mendekatkan diri dengan satu sama lain. Jadi, itu yang jadi fokus saya sekarang,” ujarnya.
Sekilas, menjadi pemain profesional terlihat mudah. Tugas mereka hanyalah “bermain”. Namun, studi ilmiah menunjukkan bahwa pembekalan mental untuk para atlet esports juga penting. Di Indonesia, salah satu tim yang memiliki psikolog adalah BOOM Esports.