Di tengah perkembangan esports di Indonesia, regenerasi masih jadi salah satu masalah yang menghantui. Ada beberapa hal yang membuat pencarian talenta baru di esports tidak mudah. Salah satunya adalah ketiadaan liga amatir atau semi-amatir. Inilah yang coba diselesaikan oleh JD.ID High School League (HSL). Seperti namanya, HSL ditujukan untuk siswa SMA/SMK amatir. HSL menggunakan sistem liga. Jadi, sebelum musim dimulai, akan diadakan babak kualifikasi untuk menentukan 20 SMA/SMK yang akan berlaga di liga. Sama seperti liga sepak bola, empat tim dengan nilai paling rendah akan terdegradasi dan digantikan oleh empat tim terbaik dari babak kualifikasi. HSL Season 1 dianggap cukup sukses sehingga JD.ID memutuskan untuk melanjutkan HSL ke Season 2.
JD.ID merupakan title sponsor dari HSL. Itu artinya, nama e-commerce tersebut bisa disandingkan dengan HSL. Selain itu, logo JD.ID juga akan tampil di semua atribut HSL. Lalu, apa keuntungan yang didapatkan oleh JD.ID? Henry Yacob, Head of Gaming and Computer Accesories JD.ID menjelaskan, umur JD.ID masih relatif muda jika dibandingkan dengan e-commerce lain di Indonesia. Dan saat ini, persaingan e-commerce di Indonesia sudah sangat ketat. “HSL memiliki konsep pertandingan di seluruh Indonesia, melibatkan guru dan orangtua. Kalau pertandingan profesional, biasanya hanya di satu kota. Buat kami, ini adalah marketing,” kata Henry. Dengan mengadakan HSL, JD.ID berharap untuk meningkatkan awareness masyarakat dengan akan keberadaan mereka sebagai e–commerce.
Henry menjelaskan, JD.ID tidak berharap, pengadaan HSL akan meningkatkan penjualan, khususnya terkait perangkat gaming. “Saat awal mengadakan HSL, kami tidak membuat target penjualan harus naik di bagian gaming,” ujarnya. Namun, dia mengaku bahwa ada korelasi antara penyelenggaraan HSL dengan meningkatnya penjualan perangkat dan aksesori gaming. “Target memang tidak ada, tapi impact-nya tetap terasa,” ungkapnya. Dia juga mengatakan, HSL merupakan cara JD.ID untuk menunjukkan bahwa gaming merupakan salah satu fokus mmereka saat ini. “Salah satu fokus JD.ID adalah gaming. Tidak sekadar jualan barang. Kita mau investasi untuk membangun ekosistem gaming di Indonesia,” kata pria berkacamata ini.
Target utama HSL adalah siswa SMA/SMK, yang Henry akui belum memiliki buying power. Namun, HSL juga melibatkan orangtua dan guru. Selain itu, JD.ID juga menggandeng warung internet atau iCafe untuk mengadakan pertandingan. Henry merasa, walau peserta HSL tak memiliki buying power, orangtua mereka dan pihak iCafe memiliki buying power. Selain itu, setelah siswa beranjak ke universitas, mereka juga akan memiliki buying power. Dengan mengadakan HSL, JD.ID berharap, mereka akan meninggalkan kesan di benak para peserta, membuat mereka mau berbelanja di JD.ID.
Sama seperti Season 1, game yang diadu dalam HSL adalah Dota 2. Dalam konferensi pers yang diadakan pada, Kamis, 17 Oktober 2019, Christian Suryadi, Business Development Director, JD.ID HSL menjelaskan, alasan mereka memilih Dota 2 sebagai game adalah untuk memudahkan pengawasan murid. Berbeda dengan turnamen esports profesional, tujuan utama HSL adalah untuk mengedukasi orangtua dan guru tentang esports, menginformasikan mereka bahwa esports tak melulu memberikan dampak buruk seperti yang ditakutkan. Karena Dota 2 hanya bisa dimainkan di PC, maka lebih mudah bagi pihak sekolah untuk memastikan bahwa siswa tidak bermain saat dalam kelas dengan mengatasnamakan latihan.
“Bermain esports perlu pengendalian waktu,” kata Christian. “Makanya, kita mau melibatkan orangtua dan guru untuk mengawasi para murid. Jika tim sekolah mau bertanding, guru pendamping juga harus datang.” Dia mengatakan, HSL ditujukan untuk menunjukkan sisi positif dari esports, seperti melatih kerja sama tim dan cara pikir strategis. Pertimbangan lain Dota 2 dipilih sebagai game adalah karena game esports di PC dianggap lebih stabil. Namun, dia menekankan, pertimbangan utama tetaplah kemudahan pengawasan.