Siang ini (Selasa, 08 Oktober 2019), Federasi Esports Indonesia (FEI) telah resmi diumumkan. Bertempatkan di AYANA, Midplaza, Jakarta, Federasi Esports Indonesia mengungkap, bahwa mereka hadir untuk menjawab permasalahan yang dihadapi para pelaku industri esports.
Ini menjadi perkumpulan esports kedua yang terbentuk pada tahun ini. Sebelumnya ada Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI), yang diumumkan dan diresmikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (MENKOMINFO), Rudiantara, pada 16 Juli 2019 lalu.
Dengan ini, total sudah ada 3 perkumpulan esports di Indonesia, Indonesia Esports Association (IESPA), AVGI, dan FEI sebagai yang termuda . Dalam gelaran konfrensi pers, Andrian Pauline Husen, CEO RRQ yang menjabat sebagai Ketua Umum FEI, menjabarkan apa yang menjadi visi serta alasan membentuk satu perkumpulan esports baru lagi.
FEI digagas oleh beberapa elemen pelaku Industri esports, termasuk event organizers, talent, dan para pemilik tim atau klub esports di Indonesia. Bersama dengan elemen pelaku industri esports lainnya, AP, sapaan akrab Andrian Pauline, mengatakan bahwa FEI berdiri dengan karena ingin menjawab permasalahan para pelaku esports.
“Federasi Esports Indonesia hadir menjawab permasalahan para pelaku esports khususnya di level paling bawah, yaitu player, caster, media. Mereka sejauh ini belum ada yang menaungi. Selama ini mungkin mereka perlu ada perbaikan tapi mau ke mana mereka meminta bantuan? Mau dibantu seperti apa? Hal ini yang menurut saya yang perlu dibenahi dan yang menjadi peran utama FEI.” AP menjawab soal alasan pembentukan FEI.
Satu yang juga cukup menggelitik mungkin adalah soal dualisme peran seorang Andrian Pauline di dalam perkumpulan ini, yang mana ia adalah CEO tim RRQ, yang juga menjadi Ketua Umum Federasi Esports Indonesia. Menanggapi hal ini, AP juga menjawab.
“Memang beberapa tahun terakhir ini, muncul kesadaran di antara para owner tim esports, bahwa kami (tim-tim esports di Indonesia) nggak bisa begini terus. Maka dari itu kita mengawali dengan komitmen untuk mengatur kita sendiri lewat FEI ini, supaya bisa memberi contoh kepada yang lain.” AP mengatakan dalam sesi pemaparan.
Lebih lanjut soal ini, AP juga menjelaskan soal langkah terdekat yang akan dilakukan FEI. “Langkah terdekat yang akan dilakukan FEI adalah melakukan standarisasi kontrak pekerja esports, baik itu pemain, ataupun talent.”
Bertambahnya perkumpulan esports, tentunya juga menambah kompleksitas baru. Bagaimana nantinya Federasi Esports Indonesia dapat bersinergi dengan dua asosiasi lainnya? AP juga menjawab perihal ini.
“Saya hanya bisa bilang bahwa FEI hadir untuk mewadahi permasalahan yang ada di bawah, di level para pelaku industri esports. Kalau bicara sinergi, Pak Eddy Lim (IESPA) dan Pak Angki (AVGI) juga hadir dalam acara ini yang menjadi bukti keterbukaan kami. Kami (FEI) mengedepankan asas inklusifitas, kami selalu terbuka, jadi kalau kami diminta bantuan oleh asosiasi lain, tentunya kami akan membantu sesuai dengan kapasitas kami.” AP mengatakan kepada redaksi Hybrid.
Semakin besar ekosistem esports di Indonesia, semakin banyak dan beragam juga masalah yang dihadapi. Semoga perkumpulan baru ini bisa menjawab permasalahan tersebut dan dapat bekerja secara bersinergi tanpa terjadi tumpang tindih kebijakan antar perkumpulan.