Dark
Light

Mengatasi Krisis Talenta “Engineering” dan Manajemen Tim di Kredivo

3 mins read
August 14, 2019
Talenta Engineer Kredivo
Co-Founder dan CTO Kredivo Alie Tan / DailySocial

Sebagai tindak lanjut dari artikel DailySocial sebelumnya, Indonesia mengalami krisis talenta digital karena lulusan yang tersedia tidak sepadan dengan permintaan yang ada di industri. Kali ini kami berkesempatan untuk menggali lebih jauh dari sisi praktisnya, bersama Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan.

Kesehariannya, Alie bertugas menentukan teknologi apa saja yang dipakai Kredivo mengikuti kebutuhannya. Memastikan ketika perusahaan berencana ekspansi dan akuisisi pengguna dalam jumlah besar; apakah teknologi yang ada sudah mumpuni untuk melakukan hal tersebut.

Begitu pula dari sisi inovasi produk, bagaimana eksekusinya apakah benar-benar berasal dari masalah di lapangan. Di samping itu, Alie juga bertanggung jawab untuk perekrutan talenta khususnya di engineer, sebagai backbone dari startup fintech.

“Karena cari talenta engineer itu susah-susah gampang, untuk itu saya terjun ke sana. Cari mana yang cocok dengan culture kita,” terangnya.

Bagaimana cerita lebih detailnya? Berikut rangkumannya.

Memadukan teknik rekomendasi dan rekrut eksternal

Alie menceritakan saat ini tim engineer di Kredivo berjumlah 40 orang, dari keseluruhan karyawan mencapai 400 orang. Sebanyak 99% tim engineer di Kredivo berasal dari dalam negeri.

Dalam merekrut timnya, dia sangat mengandalkan rekomendasi dari lingkungan karyawan dan komunitas. Rasio diterimanya talenta lewat cara ini lebih tinggi daripada metode yang lain, meski semuanya tetap melalui proses seleksi lebih lanjut.

Alasannya karena secara psikologis orang yang merekomendasikan calon talenta itu cenderung punya kemiripan satu sama lain, entah dalam cara bekerja dan sebagainya. Kecil kemungkinan rekomendasi tersebut menghasilkan talenta yang suka bermalas-malasan.

“Buat kami, mayoritas talenta di sini masuk karena referensi dari karyawan kami, entah satu komunitas atau sekantor dulunya di sini,” kata Alie.

Namun karena referensi itu sifatnya terbatas, perusahaan juga mencari talenta dengan cara eksternal. Misalnya buka booth atau menjadi pembicara di kampus-kampus untuk menarik minat mereka.

Bicara kualitas lulusan, menurutnya justru tidak kalah dengan lulusan luar negeri. Hanya saja jumlah suplainya yang tidak banyak, menyebabkan ketimpangan yang tajam dari sisi permintaannya.

Merebaknya istilah startup di Indonesia sebenarnya baru dimulai beberapa tahun belakangan. Karenanya, tiba-tiba talenta di bidang engineer dibutuhkan dalam waktu cepat, sementara kondisi di lapangan belum bisa memenuhinya.

“Jadi bukan karena skill isunya, tapi lebih ke culture shock. Beda dengan di luar negeri, startup itu sudah ada lebih dulu daripada Indonesia.”

Tahun ini perusahaan berencana untuk melipatgandakan jumlah talenta engineer hingga 80 orang.

Kerja di startup bukan karena gaji, tapi karena ilmunya

Alie juga menekankan bahwa startup itu adalah fase awal sebuah perusahaan. Fase ini memang cukup menantang dan menjadi ajang untuk menggenjot kemampuan, karena di sinilah banyak ilmu yang bisa diambil.

Segala “kemewahan” yang disediakan manajemen untuk karyawan, seperti area bermain, kasur tidur, bean bag, dan sebagainya adalah cara untuk menekankan bahwa work life balance itu sangat penting dalam keseharian.

“Masih banyak orang salah paham startup itu apa, kerjanya senang-senang, gaji besar. Aslinya startup itu kerja mati-matian. Ada hiburan dalam kantor itu hanya tools di rekrutmen, agar mereka merasa dihargai oleh kantornya.”

Seseorang akan digenjot sampai tingkat maksimal, mengerjakan berbagai pekerjaan di luar tugas utamanya, sebenarnya punya maksud yang baik, yakni ingin menanamkan jiwa kewirausahaan dan mental yang kuat apabila punya ambisi ingin jadi CEO.

Begitupula ketika ingin jadi CTO, caranya bukan dengan menguasai di bidang engineer saja. CTO harus paham bisnis juga karena tidak bisa selalu mengandalkan orang lain.

“Tujuan gabung ke startup itu, sebaiknya bukan karena uang tapi ilmunya. Makanya masuk ke startup yang masih awal banget, harus dimanfaatin jangan disia-siain.”

OKR untuk manajemen kerja dan transparansi

Kredivo sudah menerapkan cara bekerja dengan OKR sejak dua tahun lalu, seiring semakin bertambahnya jumlah karyawannya. DailySocial pernah menuliskan apa itu OKR dan tujuannya untuk dukung startup berinovasi.

Alie menjelaskan seluruh divisi dalam Kredivo sudah menerapkan OKR dan merasakan dampaknya dalam percepatan jalannya inovasi. OKR juga mendukung semangat perusahaan untuk transparan kepada seluruh karyawannya.

Contoh singkatnya, setiap bulan selalu ada rapat besar seluruh divisi. Semua orang akan diperlihatkan target perusahaan (objective) dan cara-cara untuk menembusnya (key results).

Perusahaan juga memperlihatkan status pencapaian saat ini secara lengkap untuk memberikan gambaran besar, agar mereka bisa kerja lebih mudah. Tim engineer diberi akses seluruh data tersebut.

“Biar mereka tahu sebenarnya perusahaannya itu seperti apa, ada tujuan kerja buat apa. Akses data kami berikan, tapi berharap ada kedewasaan bahwa data ini rahasia tidak bisa disebar. Kalau kinerja perusahaan turun kami kasih tahu sebabnya, lalu mengajak tim untuk kejar lagi dan bahas bareng-bareng, dari situ mereka bisa dapat ilmu.”

Setiap kuartal perusahaan menyusun OKR, bila ada target yang cukup berat maka akan di-set untuk per enam bulan.

Berangkat dari OKR, perusahaan jadi lebih mendorong adanya komunikasi antar tim, tidak hanya membicarakan soal pekerjaan juga soal pribadi. Apabila ini dibatasi, tentunya akan berdampak tidak baik, yang terburuknya sampai karyawan tiba-tiba resign.

“Kami mendorong kemampuan berkomunikasi itu harus selalu ditingkatkan karena ini adalah salah satu kunci kesuksesan. Tanpa itu kita semua tidak bisa seperti sekarang, kalau ada masalah dan diam saja itu bisa jadi masalah. Karena ini juga kami berhasil menekan turn over di tim engineer.”

Alie menutup, “Lalu dari komunikasi ini, kami berharap mereka bisa bawa budaya ini ke luar ketika resign dari Kredivo. Kami tidak berharap mereka kerja selamanya di sini, kalau mau coba di tempat lain silakan. Kalau mau buka startup kita sangat dukung, ada beberapa dari sini yang buka startup.”

Application Information Will Show Up Here
Bayar Tagihan PLN, PDM dan BPJS di LinkAja
Previous Story

[Panduan Pemula] Cara Bayar PDAM, PLN dan Beli Pulsa di Aplikasi LinkAja

Next Story

Spectacles 3 Resmi Dirilis, Unggulkan Sepasang Kamera Demi Mewujudkan Kapabilitas AR

Latest from Blog

Don't Miss

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan
Startup fintech payment gateway Xendit merambah sektor perbankan dengan mendirikan PT Bank Perkreditan Rakyat Xen (BPR Xen) yang berlokasi di Depok

Xendit Rambah Perbankan, Dirikan Bank Perkreditan Rakyat Xen

Ekspansi bisnis startup unicorn di sektor fintech, Xendit, kini sudah