Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengumumkan empat anggotanya, yakni Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan Kimo telah mengantongi izin usaha dari OJK sebagai perusahaan fintech lending. Bila ditotal, ditambah Danamas, baru ada lima startup sudah berizin dari total 113 anggota AFPI yang sudah berstatus terdaftar.
“Kami mengapresiasi kepada empat anggota kami yang berhasil memperoleh izin OJK setelah melalui serangkaian proses panjang demi memastikan industri fintech lending dibangun dengan infrastruktur yang kuat,” terang Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede, Kamis (16/5).
Dia melanjutkan, keempat startup ini mencerminkan semua bisnis model yang diterapkan oleh fintech lending. Investree bergerak di sektor produktif UKM dan supply chain, Amartha fokus untuk pembiayaan mikro usaha perempuan. Dompet Kilat menyasar sektor konsumtif dengan layanan pinjaman kilat, dan Kimo bergerak pembiayaan untuk penjual pulsa.
Untuk mempercepat anggota AFPI lainnya memperoleh izin usaha, asosiasi akan membuat working group khusus mengenai perizinan. Jadi setiap startup yang sudah berizin didorong untuk berbagi catatan apa saja yang harus dipenuhi anggota, sesuai dengan segmen usahanya masing-masing.
Dengan demikian, mereka akan semakin cepat memenuhi ketentuan dari OJK, citra positif industri pun lambat laun akan semakin positif di mata masyarakat.
Co-Founder dan CEO Investree Adrian A Gunadi menerangkan, perusahaan butuh waktu dua tahun untuk memenuhi ketentuan dari OJK, sama seperti Amartha. Dalam prosesnya, ada serangkaian ketentuan baik dari tata kelola dan manajemen risiko yang harus betul-betul dijaga perusahaan.
Di antaranya adalah memenuhi ISO 27001, aturan ini belum tentu diberlakukan buat startup berbasis teknologi lainnya. Lisensi ini tidak sederhana dan mencakup banyak hal yang harus dipatuhi perusahaan, apalagi buat startup yang bergerak di jasa keuangan, misalnya tentang kerahasiaan data pengguna.
Kemudian, dari sisi integrasi sistem harus menyesuaikan dengan apa yang OJK minta, perangkat untuk monitor agar sejalan dengan APU PPT (anti pencucian uang) harus sempurna, auditor pun harus masuk ke dalam daftar rekanan OJK saat audit.
“Apapun [ketentuan] yang harus integrasi ke sistem itu harus didahulukan dan harus memenuhi aturan OJK. Bahkan ada beberapa rencana pengembangan produk harus di-hold demi OJK,” terangnya.
Dari sisi perusahaan, pasca memperoleh izin usaha tentunya menambah kepercayaan diri untuk lebih gencar melakukan kemitraan dari berbagai kalangan baik dari pemerintah maupun swasta. Pasalnya, banyak perusahaan dari industri keuangan yang butuh mitra dengan status izin resmi dari regulator demi meyakini para konsumennya.
“Buat kami apa yang sudah direncanakan tahun ini tetap akan dijalankan. Mulai melebarkan sayap lebih agresif dengan cari mitra baru akan dilakukan pada tahun depan karena kami sudah percaya diri lewat izin resmi,” tambah Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.
Secara industri, fintech lending per April telah menyalurkan pinjaman sekitar Rp33 triliun. Dirinci lebih dalam, Amartha diklaim telah menyalurkan lebih dari Rp1 triliun untuk 230 ribu pengusaha dengan tingkat keberhasilan bayar (TKB) 98,26%.
Sementara, Dompet Kilat menyalurkan lebih dari Rp10 miliar pinjaman untuk 20 ribu konsumen aktif, TKB-nya 97%. Investree menyalurkan lebih dari Rp2 triliun untuk 4 ribu peminjam. Terdapat 66 ribu pemberi pinjaman dengan TKB 90,99%.
Terakhir, Kimo telah menyalurkan pinjaman Rp1 triliun sejak berdiri di 2016 dan memiliki 10 ribu mitra penjual pulsa.
TKB adalah kewajiban dari OJK untuk seluruh entitas p2p lending yang terdaftar untuk menampilkan tingkat keberhasilan pengembalian pada hari ke-90 di situsnya. Maksudnya untuk meningkatkan transparansi sekaligus membantu calon pemberi pinjaman untuk mengetahui risiko penempatan dananya.