Pemanfaatan teknologi Virtual Reality (VR) ternyata tidak hanya terbatas untuk industri game saja. Hal ini dibuktikan langsung oleh startup studio VR asal Australia, Opaque Media Group.
Opaque mengembangkan VR untuk segmen niche seperti luar angkasa, penerbangan, dan kesehatan yang bisa dimanfaatkan untuk dukung program pelatihan. Dengan demikian, demo simulasi akan terasa lebih terasa nyata dan lebih memberikan dampak secara langsung.
Dalam kunjungan DailySocial beserta media lainnya yang diundang Kedutaan Besar Australia dalam rangka Digital Indonesia Media Visit, kami bertemu dengan Manajer Studio Opaque, Mitchell Manganaro.
Manganaro bercerita, startup yang didirikan sejak 2012 ini awalnya ingin membawa teknologi VR agar tidak melulu soal game saja. Setelah brainstorming bersama tim, akhirnya diputuskan untuk membuat simulasi soal dunia kesehatan bertemakan MRI, demensia, alzheimer, dan autisme.
Ambil contoh, MRI VR Preparation dipakai untuk memberikan gambaran kepada pasien sehingga mereka bisa lebih siap. Sementara Virtual Dimentia Experience digunakan agar perawat bisa memberikan pelayanan untuk pasien demensia.
“Kemudian dari situ kami melanjutkan brainstorming, sektor mana lagi yang bisa dikembangkan. Akhirnya memilih luar angkasa, dari situ kami mulai buat demo, kemudian mendapat tanggapan bagus sekarang juga dihadirkan untuk publik,” terang dia, Rabu (28/11).
Earthlight: Skywalk menjadi permainan eksplorasi VR di luar angkasa pertama dari Opaque, dirilis pada tahun 2015. Konten ini memungkinkan simulasi realistis sebagai astronot yang di International Space Station (ISS).
Pengguna diajak merasakan sensasi microgravity sembari menyelesaikan tugas yang diberikan lewat instruksi, seperti memanjat tangga atau melepas sekrup. Durasinya memakan waktu kurang lebih 30 menit.
Opaque menggabungkan Oculus Rift dan Kinect 2 dengan plugin Kinect 4 Unreal mereka sehingga menghasilkan Unreal Engine 4. Pengalaman yang ditawarkan terasa nyata, melihat luar angkasa tanpa batas dengan video 4K 360 derajat.
Lewat game VR ini, membuat Opaque akhirnya dilirik NASA dan akhirnya menimbulkan kolaborasi antar keduanya. NASA menggunakan Earthlight untuk melatih calon astronotnya. Manganaro menyebut kolaborasi antar keduanya masih berlanjut, hingga game franchise dari Earthlight yang kedua dirilis.
“Space agency suka dengan konten yang kita buat karena menggambarkan habitat seperti aslinya. Selain dengan NASA, kami akan buka kemungkinan perluas pemanfaatan Earthlight di sekolah untuk mengenalkan luar angkasa kepada para pelajar.”
Mendapat feedback yang bagus dari NASA, sambungnya, membuat Opaque percaya diri untuk merilisnya secara publik. Game ini tersedia di SteamVR, PlayStation VR, dan Oculus Rift dengan tambahan perangkat game tambahan.
Manganaro menambahkan sejak dibuka untuk publik pada awal tahun ini, Earthlight telah dimainkan oleh lebih dari ratusan ribu gamers.
Adapun tim Opaque itu sendiri, tidak hanya ada di Melbourne saja, tapi sudah merambah ke Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jerman. Bila ditotal ada sekitar 20 orang.
Buat menggaet lebih banyak pengguna, Manganaro membuka kemungkinan untuk melakukan lokalisasi bahasa yang dipakai game saat memberi instruksi. Bahasa Indonesia masuk jadi pertimbangan tim Opaque, meski belum ada target kapan rencana tersebut akan direalisasikan.
“Kami lihat ada potensi pemain yang besar game VR di Indonesia dan menarik apabila kami bisa turut serta,” pungkasnya.