Sebelum Fujifilm X-T2 diluncurkan dua tahun lalu, tidak ada kamera dari lini X-Series yang jago perihal video. Pernyataan ini bukan semata karena X-T2 adalah yang pertama menawarkan opsi perekaman dalam resolusi 4K, tetapi memang hasil rekaman videonya tergolong jelek untuk standar kamera mirrorless.
Kondisinya sudah berubah drastis sekarang. Fujifilm X-H1 yang dirilis di bulan Februari kemarin sejatinya didedikasikan bagi kalangan videografer selagi masih menawarkan kualitas foto khas lini X-Series. Formula ini terus dimatangkan sampai akhirnya lahir Fujifilm X-T3.
Kalau hanya mengamati fisiknya secara sepintas, sulit rasanya membedakan antara X-T3 dan pendahulunya. Fujifilm memang tidak banyak mengubah desainnya, kecuali memperbesar ukuran kenop-kenop di panel atas serta tombol-tombol di panel belakang. Yang berubah signifikan adalah jeroan alias bagian dalamnya.
X-T3 merupakan kamera pertama yang mengemas sensor X-Trans 4; masih APS-C, tapi kini beresolusi 26 megapixel dan sudah menganut desain backside-illuminated demi semakin meningkatkan performanya di kondisi minim cahaya. Native ISO terendah yang bisa dipilih sekarang ISO 160, bukan lagi ISO 200 seperti pada sensor X-Trans generasi sebelumnya.
Sensor ini hadir bersama chip X-Processor 4 yang berinti empat (quad-core) dan menjanjikan kinerja tiga kali lebih cepat dari sebelumnya. Prosesor baru ini juga merupakan salah satu alasan terbesar mengapa X-T3 semakin cekatan untuk urusan perekaman video.
Selain menawarkan resolusi maksimum 4K 60 fps, X-T3 juga sanggup menghasilkan output video 10-bit 4:2:0 langsung ke SD card yang terpasang (menggunakan codec H.265/HEVC) atau 10-bit 4:2:2 ke external recorder via HDMI. Barisan angka ini mungkin terdengar membingungkan bagi konsumen secara luas, tapi sangat penting di mata videografer.
Sepintas kapabilitas video X-T3 terdengar lebih superior ketimbang X-H1, akan tetapi X-H1 masih lebih unggul soal satu hal, yaitu image stabilization 5-axis. Kalau merekam tanpa bantuan tripod atau gimbal, X-H1 yang memang video-oriented pasti dapat menghasilkan video yang lebih bagus ketimbang X-T3.
Sistem autofocus-nya juga ikut disempurnakan, kini mengandalkan 2,1 juta phase detection pixel dengan coverage 100% (jumlah total titik fokusnya 425). Fujifilm mengklaim kinerja sistem AF milik X-T3 1,5 kali lebih cepat dari X-T2, plus mampu mengunci fokus pada tingkat pencahayaan serendah –3EV (X-T2 cuma sampai –1EV). Lebih lanjut, fitur Eye Detection AF di X-T3 dapat diaktifkan dalam mode AF-C maupun ketika merekam video.
Untuk memotret tanpa henti, X-T3 mencatatkan angka 11 fps menggunakan shutter mekanis, atau 20 fps dengan shutter elektronik. Andai perlu lebih ngebut lagi, pengguna bisa mengaktifkan mode “Sports Finder” yang akan meng-crop gambar sebesar 1,25x, tapi mendongkrak kecepatannya menjadi 30 fps.
Beralih ke aspek pengoperasian, X-T3 dibekali viewfinder elektronik (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,75x, serta yang cukup langka, refresh rate setinggi 100 fps tanpa harus mengandalkan bantuan aksesori opsional vertical grip seperti sebelumnya. Tidak seperti pendahulunya, X-T3 kini dilengkapi layar sentuh, dan layar ini masih bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri.
Soal konektivitas, X-T3 pun juga lengkap. Jack headphone maupun mikrofon semuanya ada, demikian pula HDMI dan USB-C, serta Wi-Fi dan Bluetooth. Baterainya diklaim bisa bertahan sampai 390 jepretan, sedikit lebih awet ketimbang kamera mirrorless full-frame Nikon dan Canon yang diumumkan baru-baru ini.
Fujifilm berniat memasarkan X-T3 mulai 20 September mendatang seharga $1.500 (body only) atau $1.900 bersama lensa XF 18–55mm f/2.8–4. Seperti biasa, pilihan warna yang tersedia ada dua: serba hitam atau kombinasi silver dan hitam.
Sumber: DPReview.