Dark
Light

Strategi Gramedia Digital Nusantara Gabungkan Kultur Startup dan Korporasi

1 min read
August 23, 2018
Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya
Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya

Setelah melebur menjadi Gramedia Digital Nusantara pada tahun 2016 lalu, layanan Scoop yang berangkat dari kultur perusahaan startup masih mencoba untuk menggabungkan dua kultur yang berbeda, yaitu perusahaan yang sudah mapan (Gramedia) dan startup.

Kepada DailySocial, Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya mengungkapkan, proses penggabungan ini tidak selalu berjalan dengan mudah, sarat dengan bentrokan dari sisi kebiasaan, cara kerja hingga tim yang terlibat di dalamnya.

“Proses integrasi memang benar-benar lumayan sulit, karena kita datang dari startup dan berhadapan dengan perusahaan yang telah berdiri selama 48 tahun lebih hadir di Indonesia. Jadi memang terdapat culture clash, people clash, SOP dan cara kerja yang clash,” kata Kelvin.

Sebagai pimpinan yang memiliki latar belakang startup, Kelvin berupaya untuk bisa melakukan integrasi tersebut dengan cara pembuktian hingga melakukan MVP (Minimum Viable Product). Dengan menerapkan proses tersebut, Kelvin dan tim mengklaim bisa memberikan hasil yang terbaik agar bisa melancarkan proses integrasi.

Fokus ke misi utama

Hadirnya Gramedia Digital Nusantara, menurut Kelvin, untuk membantu percepatan transformasi digital di Gramedia Group. Menyesuaikan fokus utama, keterlibatan antara pegawai yang berasal dari korporasi dan pegawai yang berasal dari startup bisa menjadi kolaborasi yang solid guna mempercepat pertumbuhan bisnis.

“Misi besar kita adalah untuk Gramedia. Jadi kita mempunyai tugas besar untuk melakukan transformasi digital untuk toko buku Gramedia. Perusahaan dibuat untuk mempercepat transformasi digital di grup,” kata Kelvin.

Salah satu langkah yang telah diterapkan untuk bisa membawa kultur startup ke perusahaan adalah memisahkan kantor Gramedia Digital, menjalankan bisnis secara independen, dan melakukan konsolidasi dengan grup. Cara ini, menurut Kelvin, bisa membawa perusahaan ke arah yang tepat dengan menciptakan keseimbangan tersebut.

“Baiknya buat kami yang memiliki latar belakang dari startup adalah, kemampuan untuk bergerak dengan cepat, sementara perusahaan seperti Gramedia cenderung untuk lebih hati-hati dan kurang berani untuk mengambil langkah yang agresif. Di situlah peranan kami untuk bisa menggabungkan proses kerja tersebut,” kata Kelvin.

Berikut wawancara lengkap dengan Kelvin Wijaya soal strategi dan tantangan Gramedia Digital mengonversi konsumen yang terbiasa mengonsumsi konten secara gratis menjadi konsumen berbayar.

Application Information Will Show Up Here
hardcore-mobile-gamer-butuh-smartphone-gaming-atau-cukup-smartphone-flagship-1
Previous Story

Hardcore Mobile Gamer, Butuhkah Smartphone Gaming?

xiaomi-umumkan-pocophone-f1
Next Story

Xiaomi Umumkan Pocophone F1, Smartphone Snapdragon 845 Paling Terjangkau

Latest from Blog

Don't Miss

Snack Video Punya 43 Juta Pengguna di Indonesia, Siap Ungguli para Pesaingnya

Siapa yang saat ini tidak mengakses aplikasi berbasis video pendek?
Pembaruan YouTube 1

YouTube Punya Desain Baru, Hadirkan Fitur Precise Seeking Dan Pinch To Zoom

Bagi sebagian orang, YouTube merupakan pusat hiburan dan edukasi. Hal