Dark
Light

Peneliti Manfaatkan Google Glass dalam Terapi Penderita Autisme

1 min read
August 7, 2018

Google Glass tidak cocok untuk konsumsi umum. Anggapan tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi, sebab Google sendiri telah merancangnya ulang sebagai produk enterprise. Kendati demikian, Glass masih punya potensi untuk membantu mengatasi keperluan-keperluan khusus, seperti misalnya membantu anak-anak penderita autisme bersosialisasi dengan lebih baik.

Temuan itu didapat berdasarkan hasil pengujian tim peneliti di Stanford University. Mereka mengembangkan sebuah aplikasi smartphone berteknologi facial recognition yang bisa digandengkan dengan Glass, kemudian mengujinya bersama 14 penderita autisme dengan rentang usia 3 – 17 tahun selama 10 minggu.

Subjek percobaan itu bukannya mengenakan Glass setiap saat, melainkan minimal hanya tiga sesi setiap minggu, dengan durasi masing-masing sesi selama 20 menit. Hasilnya cukup positif; sebagian besar anak-anak yang ikut dalam program terapi ini terbukti bisa mempertahankan kontak matanya secara lebih baik, serta mampu mengenali bermacam ekspresi wajah orang lain.

Jadi, kamera milik Glass akan merekam wajah setiap orang yang ditemui sang anak, lalu meneruskan informasi tersebut ke smartphone. Aplikasinya yang telah dilatih menggunakan ratusan ribu foto wajah kemudian bertugas menebak ekspresi wajah orang yang tertangkap kamera, kemudian meneruskan kembali informasinya ke Glass – bisa dalam bentuk audio atau emoticon kecil yang tampil di ujung kanan atas pandangan sang anak.

Google Glass facial recognition app for autism

Aplikasinya ini dapat mengenali delapan jenis ekspresi: senang, sedih, marah, jijik, kaget, takut, sombong dan tenang. Masing-masing ekspresi diwakili oleh emoticon yang berbeda, dan seluruh proses ini berlangsung secara real-time sehingga sang anak bisa langsung bereaksi sesuai kondisinya.

Usai tiap sesi, anak-anak beserta orang tuanya bisa meninjau ulang rekaman video interaksi mereka. Videonya juga dilengkapi timeline warna-warni (sesuai emoticon ekspresi wajahnya tadi) yang mengindikasikan kapan kombinasi Google Glass dan aplikasi ponsel ini berhasil mengidentifikasi tiap-tiap ekspresi wajah.

Meski hasilnya bagus, para peneliti belum bisa memastikan apakah yang memberikan pengaruh positif selama terapi berlangsung hanyalah Google Glass, dan bukan faktor-faktor yang lain. Untuk memastikan hal itu, dibutuhkan percobaan lain yang juga mencakup anak-anak yang menjalani program terapi secara tradisional, alias tanpa bantuan Google Glass.

Sumber: Science News.

hyperx-cloud-adalah-headset-gaming-terjangkau-untuk-konsol-playstation-4-berlisensi-sony
Previous Story

HyperX Cloud Adalah Headset Gaming Terjangkau untuk Konsol PlayStation 4 Berlisensi Sony

Next Story

[Panduan] Menggunakan Google Camera Mod Tanpa Root di ASUS Max Pro M1

Latest from Blog

Don't Miss

Huawei Resmi Perkenalkan Inovasi Teknologi Kesehatan Terbaru, TruSense System

Huawei memang menjadi salah satu brand teknologi yang terus menghadirkan

Kontribusi Penjualan AirPods ke Pemasukan Apple

Ketika Apple memperkenalkan AirPods pada 2016, banyak orang yang mencemooh