Startup yang bergerak di bidang teknologi pendidikan, atau sering juga disebut dengan edtech, menyimpan potensi yang cukup besar. Hanya saja industri edtech masih terus berusaha keras mengambil peluang-peluang yang ada di dunia pendidikan Indonesia. Permasalahan-permasalah seperti keterbatasan materi, kelas belajar yang belum banyak hingga manajemen pendidikan masih menjadi masalah utama yang juga berarti masih ada kesempatan untuk memberikan solusi. Dalam dua tahun terakhir startup pendidikan tumbuh, namun tidak secepat industri-industri lain yang sama-sama memanfaatkan teknologi.
Layanan Edtech sejatinya dibagi menjadi beberapa jenis atau kategori. Contohnya adalah penyedia materi belajar secara online, platform teknologi yang menjembatani guru dengan murid, solusi untuk komunikasi dan kolaborasi guru-murid-orang tua, atau platform bertanya untuk mempermudah mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Secara umum, tiap kategori memiliki hambatan yang sama.
Masih harus mengedukasi masyarakat
Sama seperti banyak bisnis baru di banyak sektor lain, tugas pertama kali yang harus dihadapi layanan edtech adalah mengenalkan solusi yang mereka tawarkan kepada para calon pengguna. Baik itu perusahaan, institusi sekolah, atau lembaga pendidikan (B2B) atau guru, siswa dan orang tua (B2C). Semua punya permasalahan untuk mengenalkan ke masing-masing calon pengguna.
Untuk bisnis B2B, kemampuan masuk ke sekolah, universitas atau lembaga-lembaga belajar menjadi hal pertama. Selanjutnya mereka harus bisa meyakinkan layanan mereka berkualitas dan memiliki sejumlah fitur yang memang dibutuhkan. Di sejumlah kota kemungkinan sekolah, universitas, atau lembaga belajar sudah memiliki platform belajar yang dikembangkan sendiri. Jika produk edtech yang ditawarkan merupakan platform belajar harus ditemukan pembeda. Untuk kasus ini, edukasinya adalah tentang keunggulan yang ditawarkan.
Sementara bagi mereka yang menargetkan mendigitalisasi proses pendidikan yang masih konvensional, tugasnya lebih berat lagi. Ada beberapa aspek yang jadi penghambat, misalnya para pengajar yang sudah nyaman belajar dengan cara lama atau mereka yang belum seutuhnya menguasai untuk penggunaan teknologi. Siswa dan orangtua di sini berperan sebagai pengikut, sehingga guru memegang peranan penting untuk kesuksesan segmen ini.
Sektor B2C memiliki tantangan yang berbeda. Misalnya, ada yang memaknai layanan atau aplikasi yang baik adalah yang bisa membantu mengerjakan PR atau layanan edtech yang baik adalah layanan yang membantu mereka memahami sebuah masalah. Masih banyak pula yang beranggapan bahwa pendidikan yang baik adalah mereka yang bisa mengantarkan masuk ke sekolah favorit di jenjang yang lebih tinggi.
Perbedaan cara pandang siswa atau orang tua tentang keberhasilan pendidikan ini juga menjadi area yang harus disikapi. Pengadaan uji coba, seminar atau usaha lainnya bisa membuka pandangan masyarakat terhadap solusi teknologi pendidikan.
Konten dan cara belajar
Hadirnya teknologi membawa sejumlah perubahan dari segi cara belajar. Kelas jarak jauh, konten-konten pelajaran on demand berbentuk video pun mulai banyak ditemukan. Permasalahan muncul ketika konten atau metode belajar yang ditawarkan oleh para penyedia layanan edtech hanya bekerja untuk sebagian orang karena model dan cara belajar masyarakat umumnya berbeda-beda. Untuk itu mengenali model belajar sangat penting.
Saat ini ini ada banyak bentuk konten atau cara belajar, misalnya dengan video on demand yang sudah disusun per bagian sesuai dengan kurikulum, tatap muka langsung dengan guru atau pun grup/kelas, atau penyajian materi/proses belajar yang lainnya. Yang masih kurang adalah pembiasaan, termasuk kesadaran bahwa belajar bukan soal apa yang harus dihadapi di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi bisa banyak hal.
Dulu sebelum layanan transportasi online dan belanja online dikenal di masyarakat, banyak orang yang merasa takut atau ragu bertransaksi. Kini pasar yang semakin savvy menjadi momentum para penyedia edtech untuk bisa mengubah dan mengarahkan cara belajar memanfaatkan teknologi dan bersinergi bersama.