E-learning bukan sebuah hal yang baru. Saat ini varian platform belajar itu sudah begitu banyak, pun demikian dengan startup atau perusahaan yang mencoba membisniskanya. Penetrasinya yang tidak se-booming teknologi lainnya –misalnya e-commerce ataupun layanan online lainnya—membuat banyak yang mengira bahwa platform ini kurang “sexy” untuk dijadikan sebagai sebuah revenue stream.
Menurut hasil penelitian dari elearningindusry.com, negara dengan tingkat pertumbuhan adopsi e-learning adalah India (55%), disusuk Tiongkok (52%), Malaysia (41%), dan Romania (28%). Indonesia sendiri berada di urutan ke 8 dengan pertumbuhan sebesar 25% setiap tahunnya. Angka ini lebih besar dari rata-rata Asia Tenggara sebesar 17,3%.
Terdapat sebuah pergeseran unik dari bisnis di sektor pendidikan ini, e-learning mulai mengarah ke kalangan B2B (Business-to-Business). Sebagai contoh, instansi publik di Amerika Serikat 77% memanfaatkan e-learning untuk program pelatihan korporasi demi meningkatkan keterampilan pekerjanya. Di sisi industri, pangsa pasar online corporate training meningkat 13% per tahun.
[Baca juga: Riset DailySocial tentang Pengguna Kursus Online di Indonesia]
Perusahaan dari skala kecil, menengah, hingga besar mulai memandang pentingnya dan keuntungan dari adanya e-learning. Menurut data dan statistik dari The 2014 Training Industry Report, sebesar 29% perusahaan secara global baik kecil, menengah, dan besar berminat membeli perangkat lunak dan jasa e-learning. Selain itu, sebesar 41% perusahaan berminat untuk membeli jasa Learning Management System (LMS).
Di Indonesia sendiri bisnis e-learning mulai berkembang. Berbagai bentuk layanan disuguhkan. Salah satunya yang menyediakan berupa SaaS adalah Squline. Pihaknya menyediakan jasa pendidikan bahasa asing secara online berbasis Learning Management System (LMS) dengan memanfaatkan teknologi seperti video call, materi dan tugas-tugas online, penjadwalan belajar, evaluasi dari pengajar serta laporan belajar untuk murid.
Menanggapi dengan tren e-learning yang sekilas tampak “loyo”, CEO Squline Tomy Yunus mengungkapkan:
“Kami melihat dan menganalisis data serta statistik yang ada terkait bisnis e-learning di Indonesia secara seksama dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan, survei, dan penelitian telah menunjukkan bahwa industri e-learning tidak melambat. Faktanya semakin banyak individu, perusahaan dan institusi beralih ke e-learning karena mereka menyadari keefektifan dan kenyamanannya.”
[Baca juga: Startup Pendidikan Squline Fokus Tambah Pengguna Korporasi]
Terkait dengan model B2B yang kini berkembang di sektor ini, Tommy turut menceritakan, “Untuk bisnis, kami telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti asuransi, migas, retail, institusi pendidikan dan pelatihan, hingga BUMN. Oleh karena itu, kami menargetkan perluasan pasar business to business (B2B) sebesar 13% per tahun sesuai dengan tren pasar e-learning untuk perusahaan secara global.”
Dari testimoni pengguna Squline sendiri, sistem belajar secara online dianggap sebagai cara efektif bagi murid-murid. Hal ini juga didukung berdasarkan data bahwa belajar melalui e-learning membutuhkan waktu 40-60% lebih sedikit dibandingkan sistem belajar offline. Selain itu, dengan metode e-learning peserta menjadi lebih efektif belajar dengan menguasai hampir 5x lebih banyak materi dibandingkan dengan kelas offline dengan durasi waktu belajar yang sama.