Dark
Light

Melepas Label Pasar Modal Si “Anak Bawang” Lewat Fintech

4 mins read
December 16, 2016
Melepas Label Pasar Modal Si "Anak Bawang" Lewat Fintech / Pixabay

Pamor pasar modal sebagai salah satu layanan jasa keuangan (LJK) memang masih kalah dibandingkan institusi lainnya, seperti bank ataupun asuransi, sebagai alternatif tempat untuk berinvestasi. Tak heran label “anak bawang” hingga kini masih terus melekat di tubuh pasar modal.

Dari hasil survei edukasi keuangan terbaru yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga September 2016 terjadi kenaikan tingkat penetrasi dan inklusi mengenai pasar modal, masing-masing sebesar 5%-6% dan 1,1%, dari sebelumnya 3,79% dan 0,11% di tahun 2013.

Meski ada kenaikan tipis, pamor produk pasar modal masih tetap kalah dibandingkan produk jasa keuangan lainnya, perbankan (21,8%), asuransi (17,08%), pegadaian (14,85%), pembiayaan (9,8%), dan dana pensiun (7,13%).

Hasil survei tahunan Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) di Februari 2016 mengenai tingkat persepsi masyarakat terhadap investasi menyebutkan sebanyak 66% mengatakan bahwa mereka tahu mengenai investasi, sementara sisanya menjawab tidak tahu.

Mirisnya, ketika ditelusuri lebih dalam, tentang instrumen mana yang mereka pilih untuk berinvestasi, sebanyak 92% responden bilang mereka memilih tabungan dan deposito.

Bila hasil kedua survei ini didalami lebih jauh, Head of Technology & Innovation MAMI Tubagus Ilham menjelaskan hasil survei ini memperlihatkan meskipun tingkat literasi masih rendah, masyarakat Indonesia memiliki keinginan untuk berinvestasi.

Hanya saja instrumennya masih belum tepat bila ingin berinvestasi untuk masa depan, karena tingkat pengembalian dari deposito tidak setinggi reksa dana atau saham mengingat tingkat risikonya yang berbeda.

Menurutnya, strategi awal harus lewat edukasi lewat media sosial. Pendekatannya bukan langsung memberi tahu risiko bila berinvestasi di reksa dana atau saham, melainkan pengetahuan dasar tentang pengertian investasi itu sendiri.

Ilham menjelaskan strategi edukasi ini dilakukan oleh MAMI lewat akun Twitter sejak 2014. Sejak saat itu, pihaknya mencatat sebanyak 385 orang dari seluruh Indonesia yang menghubungi call center MAMI menunjukkan minatnya untuk mulai investasi.

Lokasinya tersebar dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Manado, hingga Papua. Lebih luas dari kantor cabang MAMI yang sementara ini masih terpusat di Jawa dan beberapa kota di Sumatera.

“Masyarakat Indonesia perlu pendekatan yang berbeda. Pengetahuan investasinya masih sangat konvensional. Makanya, kami lakukan edukasi lewat pemanfaatan teknologi Twitter,” ucapnya saat menghadiri acara diskusi Indonesia Fintech Forum Vol.3, kemarin (15/12).

Setelah proses edukasi, tahap berikutnya yang dilakukan adalah membuat aplikasi reksa dana KlikMAMI di April 2016. Aplikasi ini memungkinkan proses pembelian reksa dana bisa dilakukan secara full online, hingga data masuk ke bank kustodian tanpa harus ada proses tatap muka.

Lewat fintech seperti ini, sambungnya, sangat membantu pihaknya untuk menjangkau calon investor dari manapun. Di satu sisi, sangat membantu MAMI mengurangi beban pembukaan kantor, atau sumber daya manusia. Pihaknya mencatat, hingga kini jumlah investor yang membeli reksa dana lewat aplikasi mencapai 2.700 orang.

“Saat kami ingin launch KlikMAMI, benchmark yang kami anut adalah aplikasi layanan e-commerce. Harus sama feel-nya, seperti berbelanja online. Proses harus fully online dan menggandeng Midtrans agar pembelian reksa dana bisa connect ke semua bank.”

Sosialisasi sudah bagus, distribusi jadi tantangan tertinggi

OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak beberapa tahun belakangan cukup aktif menggalakkan edukasi demi meningkatkan literasi pasar modal. Selain menerbitkan POJK yang bertujuan memudahkan pelaku usaha, juga aktif mendirikan Galeri Investasi kini jumlahnya sudah menyentuh angka 235 unit galeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Pengembangan BEI Hosea Nicky Hogan memaparkan jumlah investor pasar modal dalam negeri terus meningkat. Bisa dilihat dari jumlah single investor identification (SID) jadi 490 ribu per Juli 2016, dibandingkan tahun sebelumnya 430 ribu.

Meski demikian, kenaikan ini tidak bisa dibilang banyak bila dibandingkan dengan tingkat populasi masyarakat Indonesia. Maka dari itu, lanjut Nicky, kuncinya adalah pemerataan distribusi pemasaran lewat pemanfaatan fintech.

“Fintech bisa bantu pasar modal untuk terus lakukan perbaikan, dengan keyakinan investasi di reksa dana atau saham bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.”

Ucapan Nicky turut diamini Tubagus. Menurutnya, edukasi yang dilakukan BEI dan OJK sudah cukup tinggi, sekarang tinggal memanfaatkan fintech sebagai jalur distribusi pemasaran untuk investasi.

Tubagus mengatakan dalam proses pengajuan aplikasi pembelian reksa dana, sebelumnya pihaknya harus melakukan proses tatap muka. Potensi gagal belinya cukup besar karena konsumen harus mengisi data yang lengkap di hadapan tenaga pemasar.

“Bagi sebagian orang Indonesia, pembicaraan mengenai keuangan dengan pihak lain masih dianggap tabu. Makanya banyak yang gagal mau beli reksa dana ketika ditemui oleh tenaga pemasar karena mereka tidak mau jujur dengan penghasilannya. Padahal ini sangat mempengaruhi penghitungan besaran investasi yang harus dikeluarkan secara rutin. Berkat bantuan dari fintech, sekarang jadi sangat membantu untuk menjembataninya.”

Robo advisor sebagai komplementer

Ilustrasi robo advisor / Pixabay
Ilustrasi robo advisor / Pixabay

Kehadiran fintech bagi pasar modal bisa dikatakan sebagai angin segar. Selain proses distribusi yang kini bisa makin meluas, peranan perencana keuangan sebagai pihak advisor saat berkonsultasi dengan klien secara berangsur-angsur mulai terbantu karena banyak memiliki kemudahan yang ditawarkan, misalnya lewat kalkulator otomatis.

Kalkulator tersebut memudahkan klien saat simulasi penghitungan berapa besar investasi yang harus rutin dikeluarkan untuk membeli suatu pencapaian di masa depan.

Di satu sisi, kehadiran robo advisor memang menjadi ancaman. Namun bila melihat dari kacamata yang luas, ada segmen tertentu yang masih membutuhkan kehadiran tenaga pemasar untuk berkonsultasi yakni kalangan investor yang sudah mature. Sementara, robo advisor bakal lebih banyak diperuntukkan untuk anak muda karena banyak kemudahan yang bisa mereka rasakan.

“Kehadiran fintech untuk advisor investasi jadi komplementer untuk tenaga pemasar. Di satu sisi, cakupan konsumen jadi lebih luas dijangkau, tidak butuh kontak fisik, dan bisa dilakukan sendiri. Implikasinya terhadap profesi perencana keuangan jadi besar berkat adanya teknologi,” ucap Andoko, Perencana Keuangan dari Oneshildt Consulting.

DompetSehat luncurkan DS-GO

Untuk mendukung profesi perencana keuangan, analis kredit, konsultan pajak, dan agen asuransi, startup penyedia layanan perencanaan keuangan pribadi DompetSehat meluncurkan aplikasi DompetSehat-GO (DS-GO). Aplikasi ini bakal siap diunduh pada Januari 2017 mendatang.

DS-GO didesain untuk mengakomodir pemberian masukan dari berbagai profesi tersebut kepada pengguna DompetSehat. Proses penggunaannya sama halnya dengan media sosial Facebook, ada fitur friend request dengan memasukkan username atau email yang digunakan pengguna DompetSehat.

Setelah request pertemanan diterima pengguna, mereka bisa bebas memilih informasi mana saja yang ingin didiskusikan dengan perencana keuangan, di mana sebelumnya seluruh data sudah dimasukkan ke dalam aplikasi DompetSehat.

“DompetSehat itu aplikasi untuk end user, sementara DS-GO adalah aplikasi mirror untuk perencana keuangan, konsultan pajak, dan analis kredit membantu pekerjaan mereka. Aplikasi ini cuma bisa kasi advice saja lewat data yang sudah di-share pengguna, tidak untuk transaksi pembelian apapun,” terang Founder & CEO DompetSehat Ibnu Hajar Ulinnuha.

Ke depannya akan banyak pengembangan yang bakal disiapkan untuk mendukung investasi di Tanah Air. Salah satunya, aplikasi DompetSehat bakal bisa mengakomodir pembelian produk reksa dana dari perusahaan manajer investasi.

“Dari hasil advice dari perencana keuangan, bisa jadi pertimbangan pengguna DompetSehat untuk membeli produk reksa dana. Sudah perusahaan MI yang mau kerja sama dengan kami, rencananya akhir Januari 2017 baru bisa diumumkan,” pungkasnya.

Menurut Ibnu, hadirnya DS-GO yang bisa terintegrasi dengan DompetSehat dapat membantu mengakselerasi target nasabah reksa dana sebanyak 5 juta nasabah dalam lima tahun mendatang, sebagaimana yang telah dicanangkan OJK.

Previous Story

Uber Beacon Permudah Proses Penjemputan di Lokasi yang Ramai di Malam Hari

Next Story

Inilah Lucid Air, Sedan Elektrik yang Siap Merebut Takhta Tesla Model S

Latest from Blog

nubia V60 Design Hadir di Indonesia

ZTE Mobile Devices Indonesia secara resmi memperkenalkan smartphone terbarunya, nubia V60 Design di Indonesia. Smartphone ini dirancang dengan menghadirkan estetika dan teknologi,

Don't Miss

Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan
Startup fintech payment gateway Xendit merambah sektor perbankan dengan mendirikan PT Bank Perkreditan Rakyat Xen (BPR Xen) yang berlokasi di Depok

Xendit Rambah Perbankan, Dirikan Bank Perkreditan Rakyat Xen

Ekspansi bisnis startup unicorn di sektor fintech, Xendit, kini sudah