Solusi berbasis teknologi untuk sektor finansial (fintech) saat ini cukup menjadi perhatian industri. Berbagai jenis layanan hadir mulai menggantikan sistem transaksi tradisional yang sebelumnya ada, salah satu yang paling gencar dikembangkan adalah platform berbasis Peer-to-Peer (P2P) Lending. Pemainnya mulai berkembang, beberapa di antaranya adalah Amartha dan Modalku. Dari berbagai inisiatif fintech tersebut, UMKM menjadi salah satu pangsa pasar yang banyak menjadi sasaran.
Dalam sebuah diskusi panel bertajuk “Inovasi Microlending untuk Mewujudkan Keuangan Inklusif” yang digagas oleh Amartha dan CodeMargonda, keterkaitan platfrom P2P Lending dibahas tentang bagaimana marketplace tersebut (umumnya layanan P2P Lending berupa marketplace) menghubungkan pengusaha UMKM dengan penyedia modal beserta penjamin keamanannya.
UMKM, fintech, regulasi, dan akses permodalan melalui jagat maya
Diskusi diawali perwakilan pengusaha yang dibawakan Didi Diarsa. Apa yang ia sampaikan mencoba mendefinisikan ulang bagaimana sektor UMKM bertumbuh di era teknologi saat ini. Sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional yang didominasi oleh kalangan pemuda, UMKM memiliki potensi signifikan untuk bertumbuh. Dengan kapabilitas community-sharing yang dimiliki, bersama dukungan teknologi seperti media sosial dan layanan fintech, tak diragukan lagi bahwa UMKM akan segera beranjak pangsa pasarnya ke level regional.
Salah satu dukungan yang dinilai menjadi pendorong utama UMKM untuk berkembang adalah akses permodalan. Menurut Lead Economist World Bank Vivi Alatas, modal tersebut akan menjadi sangat berarti ketika dibungkus dengan yang namanya “growth mindest”. Bukan sekedar memberikan dana, tapi juga memberikan edukasi untuk menyelesaikan berbagai isu pengembangan bisnis seperti proses memulai yang rumit, kendala perizinan, hingga pengalaman bisnis yang terbatas.
Dua hal tersebut di atas menjadi sebuah titik poin yang sebenarnya bisa dimasuki pemain P2P Lending untuk memberikan fasilitas kepada UMKM. Nilai plus yang dihadirkan adalah membantu akselerasi bisnis UMKM yang sedang dirintis tersebut.
Fintech menawarkan beragam solusi bisnis siap terap, membantu UMKM memulai proses transaksi (baik untuk kebutuhan bisnis internal ataupun hubungannya dengan pembayaran oleh konsumen). Fintech tumbuh di Indonesia untuk memberi jasa keuangan, tidak hanya sebagai sebuah bisnis, tapi ada kepedulian di dalamnya. Dipaparkan Head of Bank Indonesia Fintech Office Junanto Herdiawan, BI sendiri kini sedang membahas terkait perlindungan konsumen, investor hingga memonitor kondisi fintech yang berkembang saat ini.
Adanya regulasi yang disusun antar lembaga diharapkan meminimalkan kemungkinan penyelewengan proses keuangan dengan teknologi tersebut. Disinggung juga bahwa potensi fintech di Indonesia kisarannya akan segera menyentuh angka $14,5 miliar.
Jaminan keamanan dan pengawasan oleh OJK untuk transparansi fintech
Sisi keamanan menjadi sorotan penting dari proses bekerjanya layanan fintech, terlebih yang memberikan dukungan kepada UMKM. Menjawab hal ini, pihak BI menjawab bahwa bank masih akan dijadikan pertahanan karena fintech dinilai belum bisa sepenuhnya menjadi platform (untuk pemberian modal penuh pada UMKM), sehingga kolaborasi dengan bank perlu dilakukan. Hal ini dinilai turut akan memberikan jaminan keamanan. BI dan OJK sendiri masih berdiskusi intensif terkait hal ini.
Teknisnya Junanto mengatakan bahwa untuk pemrosesan kebutuhan tersebut sistem harus jelas, seperti data dan tempat penyimpanan data yang jelas. BI dan OJK pun sudah mengatur terkait dengan hal tersebut. Hal tersebut dirasa penting, karena hasil akhir fintech adalah perubahan perilaku dalam bertransaksi.