Tidak semua media sosial berfungsi sama. Guna menjangkau audiens yang berpeluang dikonversikan menjadi pengguna setia, startup harus memahami platform dan pendekatan yang beragam pula. Setelah Twitter tahun lalu memperkenalkan fitur native video sebagai pilihan baru untuk para pelaku usaha maupun startup, lantas apakah teks dan gambar akan ditinggalkan seiring perkembangan video?
Country Manager Twitter Indonesia Roy Simangunsong justru berpendapat bahwa perpaduan di antaranyalah yang akan menciptakan konten kreatif yang nantinya menarik para pengguna Twitter.
Roy mengatakan pada kami, sekitar 44-45% pengguna Twitter Indonesia tweeting maupun melihat tweet video per hari. Sebagai contoh, brand yang mengadopsi video di Twitter sendiri dikatakan meningkat lebih dari 100%. Konten video yang tersedia di platform Twitter bisa dalam bentuk native Twitter video, Vine, ataupun siaran langsung dari Periscope. Seharusnya skema yang serupa dapat diimplementasi oleh startup dengan daya saing yang juga sama potensinya.
“Potensinya sangat besar. Video memiliki respon yang lebih baik daripada teks atau foto yang statis. Sebagai brand tantangannya ialah bagaimana menciptakan konten video yang persuasif. Karena berbeda dengan di televisi, panjang video kini bukan lagi tolak ukur,” kata Roy ketika ditemui.
Roy mengutip sebuah riset yang mengatakan kecenderungan orang menonton video tidak lagi dalam rata-rata durasi 30 detik. Saat ini, yang optimal adalah video dengan durasi di bawah 10 detik. Menawarkan waktu yang lebih singkat, memaksa startup untuk lebih kreatif menciptakan konten yang mampu menggerakkan hati, serta relevan.
“Yang pasti [dari video singkat tersebut] harus diingat adalah norma manusia itu sendiri, yakni ‘what really matters to them’. Karena apa yang ditaruh di TV, tidak selalu berhasil di ranah digital,” tambahnya.
Roy memaparkan keakraban masyarakat Indonesia pada media sosial adalah hal yang sangat menarik para pelaku bisnis, untuk memasarkan produk secara langsung maupun berinteraksi membentuk komunitas.
“Banyak hal yang cukup inovatif terjadi di Twitter,” papar Roy. Ia memberikan beberapa contoh brand seperti Samsung yang meluncurkan produknya dalam conversational video, hal yang mirip juga dijalani bersama Downy. Dan beberapa kampanye unik lainnya. “Twitter itu seperti kanvas bagi mereka untuk melakukan banyak hal terhadap konsumennya.”
Perpaduan konten yang terdiri dari teks, gambar, GIF (graphics interchange format), video dan live-streaming yang dirangkai dengan baik dinilai mampu akan melibatkan audiens dalam sebuah alur cerita yang ditunggu, menariknya hal tersebut bisa berangkat dari momen terkini. Lihat saja betapa cepatnya meme/GIF tentang Rangga dan Cinta dalam hitungan menit semenjak trailer perdana film AADC 2 diluncurkan.
“Apa saja yang bisa dilakukan dengan GIF? Bisa saja dari banyak meme yang dikurasi menjadi satu gambar bergerak. Atau video dari live moment,” ucapnya.
Interaktivitas yang tinggi inilah, yang membuat Roy cukup yakin bahwa Twitter masih menjadi pilihan pelaku usaha maupun startup untuk melakukan pengeluaran pemasaran digitalnya. Karena ada perbincangan yang tercipta.