Masih soal perusahaan e-commerce di kawasan Asia Tenggara, kali ini tentang Zalora yang sedang menjadi primadona. Seperti dikutip dari sge, Zalora yang sudah tersedia di delapan pasar di kawasan Asia membukukan kerugian sebesar 70 juta Euro (hampir 900 miliar Rupiah) sepanjang tahun 2012. Semua informasi laporan dan proyeksi keuangan Zalora dipublikasi oleh Manager Magazin [dalam bahasa Jerman].
Dalam laporan keuangan untuk investor yang seharusnya bersifat rahasia ini, Zalora terus menerus mengalami kerugian setiap bulan meskipun secara total sepanjang tahun 2012 memperoleh pemasukan 48 juta Euro. Biaya gaji pegawai dan pemasaran menyumbang porsi besar untuk kerugian perusahaan yang fokus di penjualan barang fashion dan lifestyle ini. Tidak ada pembagian informasi keuangan untuk masing-masing negara.
Tentu saja informasi ini cukup mengagetkan, sekaligus memverifikasi, bahwa perusahaan e-commerce memang banyak “membakar uang” di tahun-tahun awal berdirinya untuk memastikan posisinya aman secara jangka panjang. Tren rugi ini diproyeksikan bakal berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, di mana kemudian tahun 2015 Rocket Internet sebagai pemiliknya memprediksikan Zalora baru membukukan untung.
Hal ini tentu sejalan dengan analisis saya sebelumya di mana perusahaan e-commerce di Indonesia harus memproyeksikan profit secara jangka panjang dan harus “kuat modal” untuk menanggung rugi di awal.
Rugi besar ini bisa menjadi suatu legitimasi langkah Multiply untuk menutup usahanya, setelah investornya lebih memilih hengkang dan memperkuat investasinya di bisnis iklan baris Tokobagus. Zalora sendiri selain di Indonesia juga hadir di pasar Singapura, Malaysia, Filipina, Taiwan, Thailand, Vietnam dan Hong Kong.
Zalora sendiri telah memperoleh pendanaan dari J.P Morgan dan Tengelmann yang jumlah mencapai puluhan juta dollar.