Comeback Polaroid bulan lalu mendapat respon yang cukup positif dari publik. Hal ini tampaknya menginspirasi produsen kamera lawas lain untuk mengambil langkah serupa, salah satunya adalah Yashica. Pabrikan asal Jepang yang merupakan pionir teknologi shutter berbasis elektronik itu baru saja memperkenalkan kamera yang super-unik.
Namanya Yashica digiFilm Y35. Desainnya sengaja dibuat semirip mungkin dengan Yashica Electro 35 yang populer di tahun 60-an. Secara mendasar ia merupakan sebuah kamera digital, akan tetapi embel-embel “digiFilm” mengindikasikan keunikan tersendiri daripadanya.
Y35 mengemas sensor CMOS 1/3,2 inci beresolusi 14 megapixel, plus lensa fixed 35mm f/2.8. Dengan sensor sekecil itu, kualitas gambar jelas bukan aspek yang diunggulkannya. Pada kenyataannya, Y35 memang tidak mengincar titel kamera dengan hasil foto terbaik.
Yang ingin disuguhkannya justru adalah pengalaman memotret menggunakan kamera analog, tapi dengan kepraktisan teknologi digital. Jadi, dengan kata lain, cara menggunakan Y35 sebenarnya sangat mirip seperti kamera analog, tapi semua hasil jepretannya merupakan foto digital.
Kalau kamera analog membutuhkan rol film untuk beroperasi, Y35 membutuhkan digiFilm, yang pada dasarnya merupakan rol film palsu. Namun sebelum Anda menggaruk-garuk kepala, ketahuilah bahwa digiFilm merupakan bagian terpenting dari keseluruhan kamera ini.
digiFilm sederhananya berfungsi untuk menyetel pengaturan kamera, spesifiknya tingkat ISO, aspect ratio dan mode warna. Jadi ketimbang mengakses menu via layar seperti pada kamera digital biasa, pengguna Y35 harus menukar satu digiFilm dengan yang lain secara fisik untuk mengubah pengaturan-pengaturan tersebut – Anda juga tak akan menemukan layar di belakang Y35.
Seperti kasusnya di kamera analog, mengganti tingkat ISO di Y35 hanya bisa dilakukan dengan mengganti digiFilm yang terpasang. Total ada 4 jenis digiFilm yang menemani Y35 pada awal debutnya ini: ISO 1600 High Speed, ISO 400 Black & White, ISO 200 Ultra Fine, dan 120 Format (ISO 200, tapi dengan aspect ratio kotak yang dioptimalkan untuk Instagram).
Satu-satunya parameter yang dapat diatur pengguna secara langsung adalah shutter speed; bisa 1 detik, 1/30, 1/60, 1/250 atau 1/500 detik lewat sebuah kenop di panel atasnya – atau pengguna bisa juga mengaktifkan mode otomatis kalau perlu. Juga seperti kamera analog, Y35 beroperasi menggunakan sepasang baterai AA biasa.
Agar pengalaman fotografi analog yang disuguhkan jadi lebih autentik lagi, Y35 bahkan juga dilengkapi film winder di sebelah tombol shutter-nya. Jadi setiap kali selesai menjepret, pengguna harus menggeser tuas ini secara manual terlebih dulu agar dapat memotret kembali, sama persis seperti di kebanyakan kamera analog.
Tidak cuma itu, pengguna Y35 bahkan tidak memiliki opsi untuk menghapus foto yang diambilnya. Satu-satunya cara adalah memindah hasil jepretannya terlebih dulu dari SD card yang terpasang, atau bisa juga dengan menancapkan kabel micro USB dan menyambungkannya ke komputer.
Yashica digiFilm Y35 pastinya tidak akan bisa menggantikan kamera analog sejati, tapi menurut saya ini merupakan cara cerdas untuk mengenang atau setidaknya mengenali fotografi analog, tanpa harus meluangkan waktu ekstra yang diperlukan untuk proses pencucian film.
Hal lain yang perlu dicatat, pengembang digiFilm mungkin sudah bukan lagi Yashica yang dunia kenal dulunya, sebab Yashica sebagai perusahaan telah beberapa kali berpindah tuan (dijual) dalam beberapa dekade terakhir. Terlepas dari itu, Anda yang tertarik dapat memesannya lewat situs crowdfunding Kickstarter seharga HK$1.168 (± Rp 2 jutaan), sudah termasuk 4 jenis digiFilm itu tadi.
Sumber: PetaPixel.