Dark
Light

Verifone Resmikan Kantor Baru dan Strateginya Berbisnis di Indonesia

2 mins read
December 7, 2016
Irni Palar kini menjabat sebagai General Manager Verifone Indonesia / DailySocial

Perusahaan teknologi pembayaran elektronik asal California, Verifone, meresmikan kehadirannya di Indonesia dengan menunjuk Irni Palar sebagai General Manager Verifone Indonesia. Irni sebelumnya pernah bekerja untuk MasterCard sebagai Direktur & Country Manager MasterCard Indonesia.

Verifone memandang Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan terbesar dan tercepat dalam pembayaran. Tak hanya itu, Verifone ingin ikut terlibat dengan mitra lokal sebagai pihak acquirer untuk membangun industri pembayaran elektronik jadi lebih efisien.

“Dengan tim lokal, kami ingin mengembangkan komitmen Verifone dalam inovasi pembayaran dan memperkuat kemitraan lokal guna mendukung upaya negara membangun perekonomian non tunai yang fleksibel dan aman,” ujar Irni, Rabu (7/12).

Verifone merupakan perusahaan penyedia perangkat Point Of Sales (POS) atau lebih familiar dengan istilah Electronic Data Capture (EDC), resmi beroperasi sejak 30 tahun silam. Per tahun lalu, jumlah pendapatan Verifone secara global mencapai $2 miliar dengan total transaksi yang diproses 5,4 miliar transaksi. Telah resmi buka kantor di 42 negara dengan jumlah karyawan 5.700 dan lebih dari 150 negara sudah jadi mitra.

Sebagai gambaran (dikutip dari Lafferty Report 2015), jumlah mesin EDC yang beredar di Indonesia mencapai 1,05 juta unit, secara persentase perkiraan kenaikannya sebesar 25% secara year-on-year (YOY). Ada dua bank yang menjadi pemilik terbesar EDC yakni BCA dengan porsi 37% sementara Bank Mandiri sebesar 33%. Sisanya, BNI, BRI, dan lainnya.

Dari segi transaksi totalnya mencapai 313 miliar transaksi, porsi transaksi yang disumbangkan dari EDC milik BCA mencapai 37% dan Bank Mandiri sebesar 23%. Sementara dari segi volume transaksi totalnya mencapai Rp 25,98 miliar, dengan porsi dari BCA mencapai 36% dan Bank Mandiri sebesar 22%.

Kendati demikian, sambung Irni, dari hasil survei tersebut memperlihatkan adanya perbandingan hanya 1000 orang yang melihat 4,5 unit EDC bersebaran. Di samping itu, ada tiga tantangan yang masih menghantui pihak acquirer.

Pertama, merchant memiliki kecenderungan untuk bermitra dengan lebih dari satu acquirer sehingga rata-rata mereka memiliki lebih dari satu mesin EDC. Kedua, beberapa pihak acquirer telah menurunkan Merchant Discount Rate (MDR) dan silang subsidi dengan produk perbankan.

Terakhir, akibat menurunnya MDR menyebabkan margin yang didapat acquirer makin tipis. Pasalnya ada biaya Domestic Interchange yang diterapkan pihak penerbit kartu kredit sebesar 1,65%, sementara rata-rata MDR adalah 2,5%. Sehingga margin yang didapat pihak acquirer sebesar 0,85%.

“Artinya, masih ada potensi yang sangat luas untuk segmen pasar ini. Kami paham dengan pasar Indonesia dan ada teknologi yang tepat untuk diajak kerja sama dengan acquire supaya mereka lebih cepat untuk memperluas transaksi elektronik.”

Siap distribusikan mesin mPOS tahun depan

Saat ini, pangsa pasar Verifone di Tanah Air baru mencapai 30%. Kompetitor utama perusahaan adalah Ingenico, berbasis di Perancis yang telah lebih dahulu beroperasi di Indonesia. Pangsa pasar mereka diklaim mencapai 60%.

Untuk memperkuat pangsa pasarnya di Indonesia, rencananya tahun depan Verifone Indonesia akan memperkenalkan mesin EDC terbarunya yakni mPOS, diklaim sangat cocok untuk kondisi pembayaran elektronik di Indonesia. Irni bilang, dari segi harga lebih kompetitif dengan teknologi terkini dan mesin yang andal. Cocok untuk segmen pengguna UKM, logistik, dan layanan e-commerce.

Verifone juga siap menawarkan terobosan baru untuk fasilitas monitoring EDC. Ada kontrol unit yang diberikan oleh Verifone kepada bank untuk melacak kondisi mesin secara real time, sehingga tidak harus menunggu ada laporan dari pihak merchant.

“Harga satu mesin EDC memang tidak seberapa karena harga yang terus tergerus karena depresiasi. Tapi, biaya maintenance EDC-nya yang makin lama terus naik karena dipengaruhi oleh harga BBM dan Upah Minimum Regional (UMR). Makanya, penyebaran EDC belum begitu masif.”

Lagipula, sambung Irni, sudah ada model bisnis untuk penggunaan mPOS yang cukup tepat diterapkan oleh bank dan pemerintah. Salah satunya, untuk agen asuransi yang beredar di kota-kota terpencil di Indonesia dan bundling mPOS untuk setiap rekening bank yang dipergunakan oleh pengusaha UKM.

Sudah ada sejumlah kerja sama dengan perbankan dan operator telekomunikasi yang siap dilaksanakan oleh Verifone Indonesia. Beberapa bank yang mulai melirik potensi dari mPOS dengan Verifone adalah Bank CIMB Niaga, BNI, dan Bank Mandiri. Sementara untuk operator telekomunikasi yakni dengan Telkomsel dalam kaitannya pengembangan penggunaan T-Cash.

“Dengan operator telekomunikasi sudah MoU, targetnya mereka ingin distribusi 40 ribu sampai 50 ribu unit mPOS ke seluruh Indonesia. Ini masih tes trial mereka, tahun depan diharapkan sudah mulai jalan.”

Pihak Verifone Indonesia menargetkan produk mPOS-nya dapat tersebar sebanyak 100 ribu unit pada tahun depan.

Previous Story

Memperkenalkan Browser Push Notifications untuk Layanan E-Commerce

Next Story

Soal Bigo: Pemblokiran, Pembatasan Konten Negatif, dan Penambahan Konten Positif

Latest from Blog

Don't Miss

Pendanaan Awal Olsera

Startup POS Olsera Terima Pendanaan Awal 35,8 Miliar Rupiah dari Kejora-SBI Orbit Fund

Startup pengembang platform point-of-sales (POS) Olsera hari ini (07/1) mengumumkan
Belum ada pemain yang mendominasi pasar Point of Sales, berlomba-lomba memperkuat inisiatif "go digital" bagi UMKM / Deposit Photos

“Point of Sales” Sebagai Pintu Gerbang Digitalisasi UMKM

Siapa yang mendorong laju transformasi digital di Indonesia? COVID-19. Terdengar