Valve Bakal Terapkan Sistem Overwatch di Dota 2. Efektifkah?

Valve juga telah menggunakan sistem Overwatch di CS:GO sejak 2013

Semakin tinggi pohon, semakin lebat buahnya, dan semakin kencang pula angin yang menerpanya. Pepatah ini tampaknya juga berlaku di industri game. Semakin populer sebuah game, semakin banyak pula jumlah pemainnya, dan semakin banyak juga masalah yang akan dihadapi oleh sang developer/publisher.

Masalah yang biasanya muncul di game multiplayer online adalah pemain yang berbuat curang atau pemain yang berlaku toxic. Sebagai publisher dari Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive, Valve familier dengan masalah-masalah tersebut. Untuk mengurangi jumlah cheaters di CS:GO, Valve lalu menerapkan sistem Overwatch. Sekarang, mereka berencana untuk menerapkan sistem serupa di Dota 2.

 

Apa Itu Sistem Overwatch?

Valve meluncurkan update baru untuk Dota 2 pada 27 Januari 2021. Salah satu hal baru yang Valve perkenalkan dalam update itu adalah sistem Overwatch, yang memungkinkan komunitas untuk meninjau laporan sesama pemain Dota 2. Memang, sebelum Valve memperkenalkan sistem Overwatch sekalipun, Dota 2 sudah dilengkapi dengan sistem reporting. Pada akhir sebuah game, para pemain bisa melaporkan pemain lain yang melakukan tindakan bermasalah.

Ada tiga alasan mengapa seorang pemain dilaporkan. Pertama, jika seorang pemain berkata kasar, baik via suara maupun teks. Kedua, ketika seseorang secara sengaja mempersulit timnya sendiri. Terakhir, saat seorang pemain menjadi feeder dengan sengaja. Pemain yang sering dilaporkan oleh pemain lain akan terkena hukuman berupa communications ban atau dimasukkan dalam low priority game.

Satu hal yang harus diingat, sistem reporting Dota 2 sepenuhnya terotomatisasi. Hal itu berarti, Valve akan secara otomatis menghukum seorang pemain yang dilaporkan bermasalah beberapa kali. Untuk memastikan para pemain Dota 2 tidak sembarangan melaporkan pemain lain, Valve membatasi jumlah communication reports yang bisa dibuat oleh seorang pemain.

Tiga alasan pemain Dota 2 dilaporkan. | Sumber: Gamepedia

Sistem Overwatch memungkinkan komunitas untuk meregulasi diri mereka sendiri. Setelah Valve mengaktifkan sistem Overwatch, para pemain Dota 2 yang memiliki reputasi bagus akan terpilih sebagai reviewer. Sebagai reviewer, seseorang bisa meninjau laporan dari pemain lain dan menentukan apakah pemain yang dilaporkan memang bersalah atau tidak.

Saat ini, masih belum diketahui kriteria apa saja yang harus dimiliki seseorang untuk bisa menjadi reviewer dalam sistem Overwatch di Dota 2. Di CS:GO, kriteria untuk menjadi seorang investigator -- sebutan untuk pemain yang menilai apakah seseorang berbuat curang -- adalah jumlah wins, umur akun, total hours played, jarang dilaporkan, dan lain sebagainya.

Cara kerja sistem Overwatch di Dota 2 cukup sederhana. Jika Anda menemukan pemain toxic ketika bermain Dota 2, Anda bisa melaporkannya dengan mengklik ikon flag di hero portrait dari pemain yang bermasalah atau melaporkannya langsung via scoreboard. Anda juga bisa memberikan marker saat game berlangsung. Tujuannya, untuk menandai kapan perilaku bermasalah terjadi dan memudahkan para reviewer dalam meninjau kasus yang dilaporkan. Anda bisa melaporkan seorang pemain  lebih dari satu kali. Hanya saja, sama seperti communication reports, Valve juga membatasi jumlah Overwatch report yang bisa Anda lakukan.

Valve juga akan menerapkan sistem Overwatch di Dota 2.

Sementara itu, para pemain yang dianggap pantas untuk menjadi reviewer akan mendapatkan notifikasi ketika ada video laporan yang bisa mereka tinjau. Seorang reviewer tidak diwajibkan untuk meninjau kasus yang mereka dapatkan. Ketika seorang reviewer memutuskan untuk menilai video yang dilaporkan, mereka bisa melihat bagian yang ditandai oleh pelapor. Setelah itu, reviewer bisa memutuskan apakah pemain yang dilaporkan memang bermasalah atau tidak. Seorang reviewer juga bisa menetapkan, bukti tidak cukup untuk menentukan apakah pemain yang dilaporkan bersalah atau tidak.

Untuk memastikan para reviewer tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka, Valve juga akan meninjau performa dari para reviewers. Semakin sering seorang reviewer memberikan keputusan yang tepat, maka semakin tinggi pula nilai akurasi mereka. Begitu juga sebaliknya. Jika nilai akurasi seorang reviewer terus turun, mereka bisa kehilangan hak sebagai rewiever.

 

Seberapa Efektif Sistem Overwatch?

Valve tidak hanya menerapkan sistem Overwatch di Dota 2. Faktanya, mereka telah menggunakan sistem Overwatch di CS:GO sejak 2013. Secara garis besar, sistem Overwatch yang diterapkan di Dota 2 serupa dengan apa yang Valve gunakan di CS:GO. Hanya saja, tujuan Valve untuk menerapkan sistem Overwatch di kedua game itu tampaknya agak berbeda. Di Dota 2, Valve kelihatannya ingin untuk meminimalisir perilaku toxic dari para pemainnya. Sementara di CS:GO, tujuan utama sistem Overwatch adalah untuk mengurangi orang-orang yang berbuat curang.

Ketika Valve pertama kali memperkenalkan sistem Overwatch di CS:GO, tanggapan komunitas beragam. Sebagian orang menyambut keberadaan sistem itu dengan antusias. Mereka bahkan mencari tahu tentang bagaimana cara menjadi investigator. Sementara itu, sebagian pemain CS:GO lain mengaku tak terlalu tertarik untuk meninjau laporan dari para pemain lain meskipun mereka ditunjuk sebagai investigator. Sampai sekarang, sistem Overwatch di CS:GO tetap berjalan, walau sebagian investigator mengeluhkan bahwa laporan Overwatch kini dipenuhi dengan orang-orang yang menggunakan spinbot.

Sistem Overwatch di CS:GO masih berjalan hingga sekarang. | Sumber: DailyEsports

Sebelum Valve menerapkan sistem Overwatch, Riot Games sebenarnya telah menggunakan sistem serupa di game MOBA mereka, League of Legends. Sistem yang dinamai The Tribunal ini diperkenalkan pada Mei 2011. Meskipun mirip, The Tribunal memiliki mekanisme yang agak berbeda dari sistem Overwatch yang Valve terapkan di CS:GO dan Dota 2.

Salah satu hal yang membedakan The Tribunal dengan Overwatch adalah kriteria dari pemain yang bisa meninjau laporan dari pemain lain. Valve menentukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk pemain CS:GO sebelum dia bisa menjadi investigator. Sementara itu, satu-satunya syarat yang Riot tetapkan adalah level pemain. Pada awalnya, Riot menetapkan bahwa semua pemain yang setidaknya telah mencapai level 30 boleh ikut serta dalam The Tribunal. Level persyaratan ini kemudian diturunkan menjadi level 20.

Setiap hari, seorang pemain LOL bisa meninjau hingga 20 kasus. Sama seperti sistem Overwatch, The Tribunal juga punya skor untuk menentukan tingkat akurasi dari para pemain yang aktif dalam The Tribunal. Skor ini Riot namai Justice Rating. Hanya saja, Justice Rating seseorang ditentukan berdasarkan apakah keputusannya sesuai dengan keputusan mayoritas pemain di The Tribunal.

Hal lain yang membedakan The Tribunal dengan sistem Overwatch adalah data yang dapat diakses oleh para peninjau. Dalam sistem Overwatch, seorang investigator/reviewer bisa mengakses video dari pertandingan pemain yang dilaporkan. Sementara Riot memberikan chat logs, statistik game, serta laporan mendetail terkait sebuah kasus.

The Tribunal juga dilengkapi dengan Justice Rating. | Sumber: Wiki

Tanggapan komunitas LOL akan sistem The Tribunal juga terpolarisasi. Sebagian pemain menganggap, The Tribunal berjalan dengan baik. Sementara sebagian yang lain merasa, sistem The Tribunal pantas untuk dihapuskan. Satu hal yang pasti, Riot memang berhenti menggunakan sistem The Tribunal pada 2014.

Sayangnya, Riot tidak menjelaskan alasan mengapa mereka berhenti menerapkan sistem The Tribunal. Di kalangan pemain League of Legends, muncul sejumlah teori terkait hal ini. Sebagian pemain merasa, The Tribunal tidak berjalan dengan baik karena setiap pemain punya anggapan yang berbeda tentang perilaku toxic. Sementara sebagian pemain lainnya percaya, The Tribunal tidak berjalan dengan baik karena para pemain bisa menyalahgunakan sistem ini untuk melaporkan pemain yang tak bersalah hanya karena mereka kalah atau tidak senang dengan gaya bermain mereka.

Sumber: blog Dota 2, blog League of Legends, blog CS:GO