Dark
Light

UX dalam Situs Berita: Detik dan Kompas

2 mins read
February 28, 2012

Ketika mengakses suatu situs online, pada awalnya pengguna akan dihadapkan pada tampilan awal “above the fold” sebelum melakukan scrolling ke bawah. Tampilan awal inilah tempat di mana sebaiknya pembuat situs meletakkan bagian-bagian yang dianggap penting oleh para pengguna.

Mari kita lihat contoh dengan melihat tampilan awal (untuk resolusi layar 1680×1050) dua situs berita: Detik dan Kompas. Penggunaan warna keduanya sudah cukup baik, karena tidak menggunakan terlalu banyak jenis warna untuk membedakan komponen-komponennya (dominan biru dan putih saja).

Menu horizontal di Detik ada dua susun, yang atas dengan huruf lebih besar merupakan tautan menuju sub-situs Detik seperti News, Finance, Hot, iNet, Sport. Yang di bawahnya menampilkan tautan menuju sub-rubrik seperti Sepakbola dan Travel, namun juga “dan lain-lain” seperti Detik Bandung, Detik Surabaya, Kolom Kita, myTrans.

Menu horizontal di Kompas juga ada dua: yang atas berwarna biru dan yang bawah berwarna putih, dipisahkan oleh logo dan iklan di antara keduanya. Yang atas merupakan tautan ke sub-situs Kompas seperti Cetak, Properti, Kompasiana, dan yang bawah merupakan tautan ke kategori berita online. Keduanya memiliki indikasi menu lanjutan “More” di bagian paling kanan, yang merupakan drop down menu.

Di menu yang atas, elemen-elemen menu lanjutan akan terlihat jika kursor diletakkan di mana pun, sedangkan di menu yang bawah elemen-elemen menu lanjutan hanya akan terlihat jika pengguna mengklik elemen “More” (ketidakkonsistenan). Pertanyaan yang perlu diajukan di sini: Apakah elemen-elemen dalam “More” itu memang diakses oleh pengguna? Apakah mereka penting sehingga lebih baik ditampilkan semua tanpa perlu melihat menu lanjutan, ataukah mereka tidak perlu ada sama sekali?

Iklan merupakan salah satu sumber penghasilan situs-situs ini. Dari tampilan awal, kita bisa melihat ada 4 lokasi iklan di Detik dan 3 lokasi iklan di Kompas. Kompas menggunakan lokasi berita Headline untuk menyisipkan iklan, sehingga walaupun di awalnya hanya terlihat 2 lokasi iklan, ternyata ada 3. Kedua situs menggunakan bagian header untuk meletakkan logo situs dan iklan.

Bagaimana dengan tampilan berita, sebagai fungsi utama suatu situs berita? Apakah kedua situs sudah menampilkan yang terpenting yang dicari oleh pengguna? Keduanya menggunakan lajur 3 kolom, cukup proporsional dengan banyaknya informasi per kolomnya. Kaidah banyaknya elemen per layar bisa sedikit diabaikan, karena situs berita merupakan pengganti koran cetak, di mana cara membacanya juga sudah mengharuskan pengguna untuk melakukan proses scanning cukup luas demi menangkap judul-judul penting.

Kedua situs menggunakan satu komponen besar untuk menampilkan berita Headline. Detik membuatnya melintasi dua kolom, dan Kompas menggunakan kolom tengah saja yang memang agak lebih besar dibanding yang lain. Detik menggunakan satu bagian statis yang berganti berkala dan bagian dinamis untuk menampilkan 7 judul berita (sekali tampil 2 judul). Kompas menampilkan bagian dinamis saja dengan foto besar dan judul berita sebanyak 5 buah (yang ke-6 adalah iklan).

Detik menggunakan bagian di bawah Headline untuk menampilkan berita-berita terkini, di mana di tampilan awal ini hanya terlihat satu-dua berita paling atas beserta preview-nya. Kompas menggunakan bagian di bawah Headline untuk menampilkan Topik Pilihan berupa judul dan preview berita (dan juga disisipi oleh satu berita Advetorial). Sehingga, pengguna Kompas melihat lebih banyak berita di layar awal. Selain itu, berita terkini di Kompas berlokasi cukup di atas, yaitu menggunakan kolom kiri mulai dari bagian atas. Lebih banyak berita yang ditampilkan walaupun menggunakan judul-judul saja tanpa preview, sehingga judul memegang peran penting untuk menarik pengguna.

Berita Terpopuler dan Terkomentari di Detik ada di lokasi terpisah, dan kadang tidak terlihat di tampilan awal (jika ada berita Headline dengan foto), sedangkan di Kompas ada dalam satu kolom bersama berita terkini (dengan terlebih dahulu mengklik tab menu). Di sini ada pertanyaan: apakah pengguna memilih memilih melakukan scrolling ke bawah untuk melihat berita terpopuler, atau mengklik tab di tampilan awal?

Tentu saja tidak berarti pengguna alergi scrolling, karena tampilan awal yang menarik bisa mempengaruhi pengguna untuk scrolling. Panjangnya laman juga mempengaruhi seberapa betah pengguna akan terus scrolling ke bawah.

Kedua contoh tampilan awal situs berita di atas memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan menarik untuk diketahui lebih lanjut dari para pengguna. Berfungsi-tidaknya suatu situs berita, dan nyaman-tidaknya berselancar dalam suatu situs berita, tentu mempengaruhi pengguna dalam menentukan situs berita pilihannya.


Artikel tentang User Experience (UX) ini ditulis oleh Qonita Shahab, peneliti UX yang pernah bekerja di bidang TI. Anda bisa follow akun Twitter-nya di @uxqonita.

 

 

[sumber thumbnail]

9 Comments

  1. kalau buat saya pribadi, khusus situs berita, tampilan hanya sedikit mempengaruhi saya untuk menentukan mana situs berita pilihan. kebetulan saya hanya mengikuti berita2 olahraga, jadi saya mencari situs berita yang paling cepat menyajikan informasi. contoh: tampilan detik.com yang baru cukup membuat saya frustasi, karena jauh lebih berat daripada tampilan yang lama, namun informasi yang disajikan lebih cepat diperbarui (dan lebih banyak) daripada kompas.com. meskipun kadang kurang akurat, namun mereka menebusnya dengan berita berikutnya untuk mengkonfirmasi/melengkapi berita sebelumnya.

    sedikit pengaruh atas perubahan tampilan detik.com yaitu saya tidak seantusias dulu sewaktu masih menggunakan tampilan lama. saya hanya membuka situs detik di komputer2 tertentu, yang tidak keberatan untuk membuka situsnya.

  2. Secara tampilan keduanya sudah cukup nyaman bagi mata saya.
    Hanya menurut saya detik kurang elegan dalam hal iklan, kadang ada iklan (entah apa namanya) yang klo kita load ke satu halaman, dia akan membesar dan kadang setelah beberapa detik akan nutup sendiri, kadang juga lama sekali ga nutup2, sedangkan tombol close ga konsisten posisinya untuk tiap iklan, kadang di atas kadang di bawah, misalnya iklan di detikhot kematin, setengah layar dan sangat mengganggu (layar saya 1680×1050).
    Untuk iklan di kompas, kadang juga ada iklan besar mengganggu, tapi tidak sesering di detik.

    Untuk navigasi di detik, saya lebih suka melalui twitternya, atau buka indeks, kenapa? Karna klo dibuka dari halaman awal detikcom, klik suatu link, tidak dibawa ke beritanya, tapi ke kanal utamanya, yang artinya musti cari lagi dan klik lagi.

  3. Secara tampilan keduanya sudah cukup nyaman bagi mata saya.
    Hanya menurut saya detik kurang elegan dalam hal iklan, kadang ada iklan (entah apa namanya) yang klo kita load ke satu halaman, dia akan membesar dan kadang setelah beberapa detik akan nutup sendiri, kadang juga lama sekali ga nutup2, sedangkan tombol close ga konsisten posisinya untuk tiap iklan, kadang di atas kadang di bawah, misalnya iklan di detikhot kematin, setengah layar dan sangat mengganggu (layar saya 1680×1050).
    Untuk iklan di kompas, kadang juga ada iklan besar mengganggu, tapi tidak sesering di detik.

    Untuk navigasi di detik, saya lebih suka melalui twitternya, atau buka indeks, kenapa? Karna klo dibuka dari halaman awal detikcom, klik suatu link, tidak dibawa ke beritanya, tapi ke kanal utamanya, yang artinya musti cari lagi dan klik lagi.

  4. Saya sebagai (bukan) peneliti UX, sebenarnya yang juga dianggap penting untuk diperhatikan adalah kualitas isi berita dan komentar yang terdapat di setiap artikel, karena itu juga mempengaruhi. Lalu jika ingin membandingkan, bandingkanlah juga dengan situs berita selain yang lokal seperti The New York Times atau Huffington Post.

  5. Iya, kurang lebih seperti eksperimen sosial. 🙂

    Tapi bagi saya, dua-duanya sama-sama pusing dilihat. Jadi saya sendiri ga yakin (ga tau) di Detik atau Kompas ada UX Designer-nya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Apa Masalah yang Ingin Dipecahkan oleh Startup Anda?

Next Story

Why Jakarta shouldn’t be the epicenter of tech startups in Indonesia

Latest from Blog

Don't Miss

Kompas NFT

Leading Indonesian News Publication Kompas Debuts NFT Collection on Ethereum

Kompas, one of the oldest news publications in Indonesia, has
Tips Pemasaran Digital

4 Hal Penting untuk Menjadi “Customer-Centric” dalam Pemasaran

Kehadiran teknologi kini mengubah perspektif marketer dalam memasarkan produk. Tak hanya itu,