Dark
Light

Sudahkah UU ITE Tepat Guna?

1 min read
November 6, 2014

shutterstock_140931481

Untuk kesekian kalinya, kisah hukum pemidanaan yang terjadi dari ranah teknologi informasi dan internet kembali menjadi sorotan. Dari kisah seorang warga yang hampir masuk bui karena ulah penghinaan terhadap presiden di jejaring sosial Facebook, sampai polemik hukum mantan dirut IM2 yang kontroversial mendatangkan tanda tanya bahwa sebenarnya apakah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah tepat guna?

Sebelum membahasnya lebih lanjut, sebagaimana yang dideskripsikan dalam halaman Wikipedia, secara umum, materi UU ITE dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Perihal penyebaran konten dan penyelenggara bisnis internet di Indonesia, dasar hukum ini wajib dipatuhi agar selain bisa terhindar dari jeratan hukum, harapan pemerintah akan iklim industri dan pemanfaatan internet untuk masyarakat bisa berjalan dengan lancar. Nyatanya, hal itu justru menjadi bumerang bagi warga negaranya sendiri. Kasus si “penjual sate” dan mantan dirut IM2, Indar Atmanto adalah contoh bahwa UU ITE mungkin masih klise bagi sebagian orang.

Anggapan yang saya yakini juga berada di benak pembaca sekalian, ternyata secara mentah-mentah ditepis oleh Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) era pemerintahan baru yang sempat mematok target 150 juta pengguna internet di Indonesia. Seperti yang diberitakan oleh situs Vivanews (1/10), menurutnya tidak ada poin-poin dalam UU ITE saat ini yang membuat undang-undang tersebut menjadi pincang. Namun ia menjelaskan, dalam berbagai konteks kasus tergantung kombinasi regulasi mana yang akan dipakai untuk menyudahi setiap kasus yang terjadi.

“Sebenarnya tidak ada yang salah dengan UU ITE. Ini kan kembali masalahnya, di sini (selain UU ITE) ada undang-undang, ada peraturan. Ini menggunakan yang mana (yang dikenakan) kepada individu tertentu. Itu saja,” ujarnya.

Kembali dikutip dari sumber yang sama, secara ironis UU ITE justru dinilai malah menjadi ‘senjata’ yang diandalkan untuk menjerat individu sipil. Seperti yang diutarakan oleh pihak ICT Watch, kisah pemidanaan seseorang yang terjerat dari UU ITE menjadi sebuah ‘tren’ yang belakangan ini sering muncul. ICT Watch membeberkan, sejak UU ITE dilahirkan pada tahun 2008 silam, sejauh ini telah ada total 68 kasus, dan ironisnya sebanyak 38 kasus di antaranya terjadi hanya di tahun ini saja.

Lalu semestinya bagaimana? Kembali lagi, di bawah kepemimpinan Rudiantara semestinya iklim internet di Indonesia bisa memiliki dasar hukum yang lebih kuat lagi dari saat ini. Kami menyambut baik perihal langkah inisiatif dirinya dalam wacana untuk membuka kembali akses Vimeo yang sempat menghebohkan jagat internet Indonesia beberapa waktu lalu, dan tentu juga jangan lupa, bahwa ancaman internet blackout juga masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti ada solusi di balik semua konsekuensi yang bakal dihadapi.

Jikalau tidak menjadi perhatian lebih soal fondasi hukum yang kuat, langkah-langkah mulia yang kini dijalankan oleh banyak pihak soal pemerataan dan jaringan internet yang mumpuni demi kemajuan masyarakat Indonesia, tentu akan menjadi langkah yang mubazir di tengah target kantongi miliaran dollar dari industri internet apabila para pemanfaatnya malah tak dilindungi oleh dasar hukum kuat yang semestinya bersifat melindungi, bukan membui.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Previous Story

HP Sprout Ialah PC Unik Yang Merevolusi Cara Kita Berinteraksi Dengan Komputer

Next Story

Sennheiser Urbanite Resmi Diperkenalkan di Indonesia, Tersedia Mulai 10 November 2014

Latest from Blog

Don't Miss

Amartha Appoints Rudiantara as a Commissioner, Introducing Amartha Plus App

Amartha announced Rudiantara, the former Minister of Communication and Information
Komisaris Amartha

Amartha Angkat Rudiantara sebagai Komisaris, Sekaligus Rilis Aplikasi “Amartha Plus”

Amartha mengumumkan Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019,