Salah satu startup e-commerce lokal langganan kotak kecantikan, Lolabox baru saja menginformasikan secara resmi penghentian seluruh kegiatan operasinya. Lewat pengumuman yang ditampilkan dalam situs resminya, Lolabox telah menyelesaikan seluruh pengiriman paket beauty box-nya tepat setelah berulang tahun bulan April kemarin.
Pihak Lolabox mengungkapkan kepada kami alasan utama mengapa startup yang dibentuk oleh dua alumni Rocket Internet ini harus berhenti di tengah jalan. Keputusan ini dipicu dari masalah pengadaan sampel produk kecantikan yang tak dapat terpenuhi.
Menurut informasi yang kami peroleh dari CEO Lolabox Christian Sutardi, masalah pengadaan sampel produk kecantikan menghambat pertumbuhan bisnis Lolabox selama kurang lebih satu setengah tahun. Christian menyebutkan bahwa permasalahan itu berawal dari regulasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang membatasi distribusi sampel produk kecantikan kepada konsumen umum secara luas.
“Pasokan sampel produk kosmetik di Indonesia sangat terbatas. Bahkan dari perusahaan besar sekalipun sangat sulit untuk menyuplai lebih dari 1.000 sampel produk ke pasaran. Yang mudah tersedia hanyalah sampel produk dalam bentuk sachet, namun bukan itu yang diinginkan oleh member kami,” ungkap Christian kepada DailySocial.
Pembatasan itu tentu berimbas pada pertumbuhan bisnis Lolabox yang memberikan fasilitas pengiriman sampel produk kecantikan gratis kepada pengguna yang baru mendaftar. Apa yang dilakukan Lolabox sebenarnya cukup lumrah dikarenakan dalam pemasaran produk kecantikan, pembagian sampel produk gratis umumnya dilakukan banyak pihak, baik pihak produsen maupun pihak retailer, untuk menjaring minat konsumen.
Kesulitan dalam memenuhi kuota sampel produk yang tak berbanding dengan ribuan penggunanya yang terdaftar sontak membuat bisnis Lolabox benar-benar terhambat. Sebelum tutup, Lolabox mengungkapkan telah menjaring lebih dari sekitar 7.000 pengguna terdaftar dengan kemitraan produk yang mencapai lebih dari 60 merek kecantikan. Tak ketinggalan, Lolabox juga telah berhasil mendistribusikan produk kecantikan ke konsumen yang mencapai juga lebih dari 30.000 paket kotak kecantikan.
Di pasar Indonesia, Lolabox memiliki beberapa pesaing, meskipun rata-rata sudah merambah pasar e-commerce, seperti Luxola (berasal dari Singapura), BeautyTreats, hingga situs belanja produk skin care BRTC yang digawangi oleh Denny Santoso. “Kematian” Lolabox yang cukup mendadak bisa menjadi peringatan yang cukup serius bagi pemain di bisnis serupa.
Perlu dipahami, produk kecantikan memang memiliki regulasi yang cukup ketat karena berkaitan dengan kesehatan masyarakat secara luas. Lolabox harus menyerah di tangan regulasi yang ketat tersebut. Semoga hal ini dapat menjadi perhatian khusus bagi pemain di bisnis yang sama.
Setelah penutupan ini, Christian Sutardi akan langsung berlabuh di Monk’s Hill Ventures, sementara co-founder-nya Cynthia Chaerunnisa dikabarkan telah masuk ke dalam jajaran tim Luxola sebagai Head of Marketing.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]