Layanan penyewaan mobil pribadi berbasis aplikasi, Uber, kembali tersandung masalah. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Club melaporkan perusahaan penyedia jasa transportasi asal Amerika Serikat tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut terkait dengan perizinan, yaitu Uber dianggap tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan jasa anguktan umum dan belum ada badan hukumnya.
Sebenarnya bukan hanya Uber saja yang dilaporkan oleh LSM Indonesia Club, tetapi juga layanan lain yang serupa seperti EasyTaxi. Menurut klaim Direktur Indonesian Club Gigih Guntoro, satu aplikasi penyedia jasa seperti ini dapat merugikan negara hingga senilai Rp 12 triliun. Gigih berdalih penyediaan layanan jasa semacam ini masih belum memiliki badan hukum, jadi pembayaran pajaknya pun masih belum jelas.
“Selain tidak berbadan hukum, perusahaan ini juga tidak membayar pajak. Kerugian negara untuk satu aplikasi mencapai Rp 12 triliun per tahun,” ujar Gigih seperti dilansir TribunNews.
Dikutip dari Sindonews, Gigih menambahkan, “Dari izin trayek tidak ada, coba Uber Taxi, EasyTaxi (perusahaan sejenis), pemilik perusahaannya (diperiksa).”
Lebih jauh, Gigih juga menilai bahwa layanan Uber tidak tunduk pada beberapa ketetapan pemerintah terkait dengan aturan jasa angkutan umum seperti ketentuan tarif dan ketentuan untuk mempergunakan moda angkutan umum sebagaimana yang sudah ditetapkan. Selain itu masih ada beberapa permasalahan lain yang diangkat gigih, yaitu aturan tentang hubungan indutrial dan juga asuransi pekerja.
“Pusat data Uber Taxi juga tidak berada di Indonesia, melainkan di Amerika. Sehingga tidak ada aturan tentang hubungan industrial antara pekerja dan pemilik perusahaan. Jika ada sengketa industrial, maka ini tidak bisa dibawa ke ranah hukum. Uber Taxi juga tidak memberikan asuransi kepada pekerja,” beber Gigih dikutip dari Indopos.
Secara keseluruhan, menurut Gigih, bisnis yang dilakukan oleh Uber telah melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, PP Nomor 83 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, serta PP Nomor 74 tentang Angkutan Jalan.
Sebelumnya, layanan Uber sendiri sempat diancam untuk ditutup oleh Basuki Tjahaja Purnama saat ia masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurut Basuki, meskipun saat itu Uber terhitung masih baru, layanan tersebut telah melanggar semua aturan, tak hanya izin, tetapi juga perpajakan, dan perlindungan konsumen.
Layanan Uber memang sudah lekat dengan sandungan masalah perizinan operasi seperti ini dan bukan hanya di Indonesia saja, di Amerika Serikat pun mereka pernah mengalaminya. Selain itu, di beberapa negara di Eropa, Jerman misalnya, mereka juga sempat menghadapi batu sandungan yang sama. Opsi yang diberikan oleh pemerintah setempat pun sama yakni memberikan waktu bagi Uber untuk mengurus perizinan yang dibutuhkan.
Meski sering terkendala dengan izin operasi, toh nyatanya hingga kini mereka masih bertahan. Di Indonesia sendiri, layanan Uber telah tersedia untuk wilayah Jakarta, Bandung, Bali, dan digadang-gadang akan beroperasi di kota Surabaya. Paling baru, mereka telah membuka kesempatan warga Jakarta untuk mencicipi rasanya naik Supercar dengan memanfaatkan layanan Uber Supercar mereka.