Distributor smartphone nasional Trikomsel telah mengakui dalam kondisi kesulitan keuangan karena menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dan semakin ketatnya persaingan di sektor ritel smartphone. Trikomsel dipastikan kesulitan membayar obligasi sebesar total SG$215 juta ($155 juta) yang telah terdaftar di pasar obligasi Singapura.
Seperti dikutip dari Reuters, Trikomsel, yang baru beberapa bulan lalu dibeli 19,9% sahamnya oleh raksasa mobile Jepang Softbank, telah menerbitkan obligasi pertama senilai SG$ 115 juta yang jatuh tempo tahun 2016 dengan imbal bunga 5,25 persen dan obligasi kedua senilai SG$ 100 juta yang jatuh tempo tahun 2017 dengan bunga 7,875 persen.
Dalam pengajuan ke bursa Singapura Senin kemarin, Trikomsel mengatakan bahwa lebih dari 80 persen dari total utangnya yang mencapai sekitar $460 juta, termasuk dua obligasi dalam mata uang Dollar Singapura tersebut, akan jatuh tempo dalam dua tahun ke depan.
Pihak Trikomsel mengaku dengan semakin menurunnya cash flow saat ini (minus 53.5 miliar Rupiah atau $3,9 juta), mereka mengantisipasi ketidakmampuan untuk membayar utang saat jatuh tempo. Untuk itu Trikomsel akan kembali dengan proposal restrukturisasi dalam 2-3 minggu ke depan.
Trikomsel menjelaskan bahwa saat ini bisnis penjualan smartphone-nya sedang terdesak penurunan nilai tukar Rupiah yang mempengaruhi daya beli konsumen dan meningkatnya kompetisi yang menyebabkan mereka harus menutup sejumlah gerai.
Trikomsel sendiri telah mengumumkan rencana memasuki pasar e-commerce dengan membangun joint venture dengan SingPost E-Commerce.